Bab Sembilan Belas

2.1K 411 54
                                    

Begitu tersadar, Jennie sudah mendapati dirinya berada dalam sebuah ruangan. Ia menegakkan kepalanya, rasa pening langsung menyergapnya begitu saja. Terpaksa, ia harus menidurkan kepalanya kembali.

Jennie merasakan seseorang sedang memandang kepadanya, ia membalikkan tubuhnya dan melihat Jinyoung sedang duduk santai di sofa kamar. Pria itu, lagi-lagi dengan kertas putih, sedang mengecek sesuatu.

Jinyoung mengangkat kepalanya, mengetahui Jennie sudah sadar. Pemuda itu memutuskan meletakkan kembali kertas putih itu ke dalam saku jas putihnya. Ia lalu berjalan mendekati ranjang Jennie.

"Sudah enakan?" Tanya Jinyoung.

Jennie mengangguk, ia mengedarkan matanya. "Kemana Seulgi?"

Jinyoung menaikkan bahunya. "Aku tidak tahu."

"Lalu, mengapa kau ada disini?"

"Hanya ingin memberi tahu, waktunya sudah tiba." Ujar Jinyoung.

Jennie mengangguk. "Ya, aku baru saja bertemu dengannya."

"Siapa?"

"Orang yang menyebabkan kematianku."

Jinyoung mengerutkan keningnya. Ia memejamkan matanya sebentar. Pemuda itu sedikit menggoyangkan kepalanya, seolah ragu dengan apa yang dilihatnya. Begitu ia membuka matanya, pemuda itu langsung menggeleng.

"Kau bertemu dengannya?" Tanya Jinyoung memastikan.

Jennie kembali mengangguk. "Ya, orang itu berada di rumah sakit ini."

Jinyoung terlihat berpikir, memikirkan perkataan Jennie.

"Hmm, ada yang salah pada ingatanmu?" Tanya Jinyoung lagi.

Mendengar pertanyaan itu, Jennie langsung menatap Jinyoung bingung. "Aku ingat, dia orang yang sama pada malam itu." Ujar Jennie dengan sangat yakin.

"Tapi, menurut penglihatanku, orang itu tidak sedang berada di rumah sakit sekarang."

Jennie menutup mulutnya. Ia sangat yakin, senyum itu dan tatapan itu sama dengan yang dilihatnya pada malam itu. Suaranya juga terdengar sama. Ia tidak mengerti, apakah memang ingatannya yang salah mengenali? Karena tidak ada kemungkinan bahwa Jinyoung yang salah.

"Tunggu, bisa kau sebutkan nama orang itu?" Tanya Jinyoung, lalu mengeluarkan kertas putih tadi.

"Kim Jin Woo."

Jinyoung meneliti kertas putihnya. Setelah yakin, ia melipat kertas itu, lalu menatap Jennie. "Bukan nama itu." Ujarnya yang disambut gelengan tidak percaya dari Jennie.

"Tapi, tatapannya dan senyumnya sangat sama pada malam itu!" Jennie berseru terdengar frustasi.

Jinyoung lalu menenangkannya. "Ya, aku tahu, ingatanmu juga tidak akan salah. Mungkin ada hal lain yang tidak kau ketahui."

"Apa itu?"

Sebagai malaikat pencabut nyawa, Jinyoung memang harus bersikap tegas dan sangat pelit. Tentu saja pemuda itu memilih untuk diam. Jennie menyadari Jinyoung tidak berniat menjawab pertanyaannya. Ia pun memilih pertanyaan lain. "Kau bilang sudah waktunya kan?"

Jinyoung mengangguk. Dan, Jennie penasaran pada satu hal. "Tapi, apa mungkin di saat ia belum mengingat tentangku?" Tanya Jennie.

Jinyoung melemparkan senyumnya. "Kau tahu? Kita tidak tahu bagaimana cara kerja takdir. Aku sering menangani kasus seperti ini. Dan, kadang berakhir dengan ingatan yang tidak kembali."

"Tapi, bukankah tujuannya agar dia mengingat semuanya?"

Jinyoung menggeleng. "Itu salah satu hadiah lain. Hadiah, kadang tidak perlu diterima kan? Oh ya, tujuan utamanya bukan itu kan?"

(✔️) RESET [ JENSOO STORY ]Where stories live. Discover now