23. Manusia Serba Tahu Melebihi Tuhan

3.4K 318 17
                                    

Jam menunjukkan pukul tiga dini hari. Barina terbangun karena suara bell berbunyi berulang di rumahnya. Dia tidak mengerti siapa yang bertamu jam segini. Gadis itu tertatih bangkit dari ranjang lalu membersihkan kedua mata dari kotoran mata. Dia mengikat rambut. Akhir-akhir ini tengah marak kasus perampokkan di jam segini. Barina meraih tongkat kasti dari balik pintu kamar. Dia mengendap-endap menuju ruang tamu. Dari balik lubang pintu, dia mengintip. Gadis itu terkesiap ketika mendapati wajah yang dikenali. Dia segera membuka pintu setelah meletakkan tongkat kasti di belakang sofa.

Ketika pintu terbuka, orang itu menghambur memeluk Barina disertai tangis. Barina bingung. "Lo kenapa, Lia?" tanyanya sembari mengelus punggung Nurulia. Kedua matanya beralih ke koper yang berdiri di samping wanita itu.

Sambil terisak, wanita itu menjawab, "Gue kabur dari rumah."

Barina sontak terkejut mendengar jawaban sahabatnya. Bagaimana bisa seorang wanita bersuami kabur dari rumah dalam keadaan menangis. Ada apa ini? "Kalian berantem?" tebaknya.

Wanita itu melepas pelukan lalu menjawab, "Gue boleh masuk dulu?"

"Iya, boleh. Masuk!" Barina menyilakan wanita itu masuk sambil membantu menarik koper.

Nurulia duduk di sofa ruang tamu, sedangkan Barina ke dapur mengambil segelas air putih dan sekotak tisu. Dari dapur terdengar tangisan Nurulia yang tersedu-sedu. Barina diam sejenak di depan meja makan. Dia berpikir dengan masalah Nurulia yang pernah diceritakan beberapa hari lalu. Apa karena itu? Barina beralih ke wastafel untuk mencuci muka agar kantuk hilang. Setelah itu, dilap kering dengan tisu. Dia kembali ke ruang tamu.

"Minum dulu!" Barina memberikan segelas air putih kepada Nurulia. Dia ingin sahabatnya tenang dulu agar bisa cerita apa yang sebenarnya terjadi.

Nurulia mengatur napas agar bisa berhenti menangis. Beberapa kali dia kembali menangis, lalu berhenti lagi. Dia membuka jilbab yang selama ini membungkus kepalanya. Terlihat rambut hitam yang digulung membentuk konde kecil. Dia memiliki rambut panjang sepinggang. Barina takjub melihat sahabatnya yang tidak pernah mengeluh kegerahan dengan rambut sepanjang itu.

Barina buru-buru menutup pintu rumah, takut-takut kelihatan orang lewat. Nurulia menyeka air mata dengan tisu lalu meminum air putih. Dia kembali mengatur napas untuk tidak menangis.

Melihat Nurulia sudah mulai tenang, Barina kembali menanyakan perihal masalah yang membuat wanita itu kabur dari rumah. "Sekarang cerita ke gue. Ada apa?" Nurulia tidak langsung menjawab. Dia meraih ponsel di dalam tas selempang lalu mematikannya. Hal itu juga membuat Barina kembali bertanya. Pertanyaan sebelumnya belum dijawab, dia melontarkan pertanyaan lagi. "Kenapa dimatiin?"

"Gue nggak mau ada yang telepon." Dia menarik napas panjang sebelum melanjutkan. "Mertua gue minta Mas Yuda untuk menikah lagi," ujarnya memulai cerita.

Mendengar pernyataan itu membuat Barina terkejut bukan main. Bagaimana bisa seorang ibu menyuruh anak lelakinya yang sudah menikah untuk menikah lagi? Ini benar-benar tidak bisa diterima oleh akal sehat Barina. Sebagai orang yang belum berpengalaman menikah, membuat konotasi pernikahan semakin buruk di dalam pikirannya.

Tanpa menunggu Barina bertanya lagi, Nurulia melanjutkan cerita. "Semua gara-gara gue belum bisa kasih mereka cucu. Nyokapnya bilang alasan mereka menerima gue jadi menantu karena mereka ingin Mas Yuda punya anak sebelum masuk usia tiga puluh. Nyatanya, usianya sekarang udah masuk tiga puluh dua dan gue belum bisa kasih dia keturunan." Nampaknya Nurulia tidak bisa mengendalikan emosi. Dia menangis lagi. "Gue mana tau kalau nasib pernikahan gue kayak begini."

Barina kehabisan kata-kata dengan sikap mertua Nurulia. "Poligami maksud lo?"

Nurulia hanya diam. Dia berat untuk meng-iya-kan atau sekedar menggeleng.

Thirty SucksOnde histórias criam vida. Descubra agora