27. Lelaki Baik untuk Perempuan Baik

1K 215 97
                                    

Kepala Eunki meneleng. Disambut Seungcheol di ambang pintu, mempersilakan masuk. Hanya dengan tatapan mata keduanya berkomunikasi. Seolah sudah saling mengenal satu sama lain hingga jutaan tahun lamanya. Padahal, hubungan mereka pun baru empat tahun berjalan. Sejak Eunki masih berada di kelas dua sekolah menengah atas.

Dengan antusias Eunki mengikuti langkah kekasihnya. Mendatangi satu ruangan yang lampunya memang sengaja dimatikan. Eunki yang sudah puluhan kali datang ke tempat tinggal kekasihnya saja, baru pertama kali ini masuk ke ruangan itu. Ya, tentu saja. Lagipula, Eunki datang ke sana hanya untuk bermain. Untuk apa mendatangi gudang?

Mata Eunki membulat sempurna. Singkron dengan mulut yang terbuka lebar. Melihat satu patung tengah berdiri tegap, berpose cantik. Ia mendatanginya dengan setengah berlari. Antusias melihat Kakaknya yang telah menjelma menjadi sebuah benda mati. Patung. Rasanya sungguh luar biasa. Sebenarnya, juga sedikit rasa bersalah.

"Aku seperti telah mengutuk Kakakku sendiri," ujar Eunki.

Seungcheol terkekeh kecil mendengarnya. Mengesap rokok yang terselip di antara jari-jarinya dengan nikmat. Turut mendatangi, mengusap belakang kekasihnya dengan lembut. "Kalau benar seperti itu, bukankah sangat bagus? Kamu telah melakukan yang terbaik."

"Tapi..." ucapan Eunki tertahan. Alis kirinya terangkat naik. Patung yang ada di depannya itu tidak ada bedanya dengan patung biasa. "Bagaimana cara memastikan kalau patung ini benar diisi oleh roh Jisoo? Kamu sudah berkomunikasi dengannya?"

Laki-laki Choi itu menggeleng. Mengeluh. "Aku sudah ratusan kali mengajaknya bicara. Tapi tidak ada pergerakan sama sekali."

"Aish, kamu ini! Kalau kita dijebak oleh dua orang aneh itu, bagaimana? Bagaimana kamu tahu kalau patung ini sungguhan di isi oleh roh Jisoo?"

Seungcheol membuang rokok yang ada di tangannya ke lantai. Diindak, hingga mati. Meninggalkan jejak hitam di keramik apartemennya. "Hanya ada satu patung di mobil itu, tidak mungkin salah! Kita bunuh saja langsung, habis perkara."

"Bagaimana caranya? Dia bisa mati jika melihat kita, tapi kamu bilang tadi dia sama sekali tidak menyahut!" kesal Eunki.

"Matahari?"

Sontak keduanya menatap jendela yang tertutup kain berwarna putih. Seungcheol mendatanginya. Melihat keadaan di luar. Namun setelahnya, ia mendesah pelan. Bahkan hujan masih sangat deras. Tak memberi sinyal sedikit pun kalau mereka segera menjauh dari sana.

"Ramalan cuaca bilang, hujan badai akan terus berlangsung hingga besok," ujar Eunki, sambil terus membaca informasi cuaca di ponsel genggamnya. Kesal, Eunki menendang patung itu. Tepat mengenai bagian kaki, hingga patung Jisoo jatuh ke lantai. Menimbulkan suara yang tak kalah nyaring dari guntur hujan. "Cepat bangun, Hong Jisoo! Aish, sampai kapan kamu akan terus membuatku kesal seperti ini, huh?"

Cuaca yang dingin membuat Seungcheol malas. Laki-laki berkulit putih pucat itu melangkah pergi, meninggalkan kekasihnya yang masih sibuk memarahi sebuah patung. Tak mau ambil pusing. Perkelahian dengan Seokmin tadi berhasil menghabiskan lebih dari separuh tenaga yang dimilikinya.

"Ya! Choi Seungcheol, mau ke mana?" pekik Eunki. "Kita harus melakukan sesuatu, sebelum semuanya terbongkar!"

Seungcheol kesal. Turut berteriak karena sedari tadi Eunki terus meneriakinya. "Jadi maumu apa, hng? Terus meneriaki patung itu seperti orang gila? Kamu lakukan saja sendiri! Lagipula mereka tidak akan bisa melakukan apa-apa tanpa patung itu!"

"Tapi rahasia kita sudah terbongkar!"

Hening sejenak. Laki-laki Choi itu berusaha mencerna ucapan kekasihnya. "Terbongkar? Maksudmu?"

MANNEQUIN (✓)Where stories live. Discover now