BAB 23 - My happy ending

2.3K 162 18
                                    

Maudy Ayunda - Perahu Kertas

Kubahagia
Kau telah terlahir di dunia
Dan kau ada
Di antara milyaran manusia.

°°°

Lima hari sudah berlalu. Lima hari yang terasa lima minggu bagiku yang hanya diam menjalani hari-hari di rumah dan tempat les. Ya, aku mendapat tawaran kerja di sebuah bimbel cukup terkenal di indonesia. Menjadi seorang tenaga pengajar memang sudah menjadi mimpiku sejak dulu, oleh sebab itu aku mengambil pekerjaan ini.

Berhubung hari ini tidak ada jadwal les, sedari tadi pagi yang aku lakukan hanyalah memainkan ponsel dan berharap lelaki itu menghubungiku. Apakah Gian sama sekali tidak rindu? Apakah dia benar-benar tak ingat aku? Bagaimana bisa lelaki itu tenang, sedangkan aku uring-uringan seperti sekarang. Beberapa pesan telah aku kirim sekadar mengugkapkan rasa rinduku, namun tak ada balasan. Aku juga telah mencoba menghubungi namun tidak ada jawaban sama sekali. Dan, ini sudah cukup membuatku gemas. Akhirnya aku mengambil kunci mobil untuk menuju rumahnya. Oke ini memang ia larang  namun aku punya alasan kuat. Ya itu tadi, rindu.

Setelah sampai di sebuah rumah mewah berlantai dua, aku berjalan menuju pintu utama. Tak berselang lama setelah aku mengetuk pintu, seorang wanita berpakaian khas asisten rumah tangga menyapaku dengan senyum.

"Bu, Gian ada?"

"Ada, ada di dalam. Siapa ya? Bibi kaya gak asing tapi Bibi gak tau."

"Aku Gisya, Bu. Kita emang belum pernah ketemu sebelumnya."

"Oh iya, Non Gisya. Aduh Bibi itu sudah sering liat Non Gisya di foto yang dipajang sama Den Gian di kamarnya." ucapnya seraya mengajakku masuk dan memersilahkan duduk.

Aku tersenyum. "Dia majang foto aku, Bu?"

"Iya Non. Omong-omong, panggil Bibi aja Non."

"Oh iya, Bi."

"Ya gitu Non, pas Bibi tanya siapa yang ada di foto itu, Den Gian jawab 'Cantik kan? Nyonya Gian itu, Bi. Harus hormat.' gitu katanya."

Aku terkekeh. "Dia pernah cerita tentang aku?"

"Nggak sih, ya aneh aja gitu Bibi liat foto cewek di kamarnya Den Gian."

"Sebelumnya belum pernah Bi?"

"Belum Non. Eh Bibi ke dalam dulu. Lagi masak. Non Gisya kalo mau ke kamar Den Gian, ke atas aja. Bibi yakin kok, Den Gian gak marah."

Aku mengangguk kemudian aku bergegas menuju kamar yang sebelumnya ditunjukan oleh asisten rumah tangga itu. "Ian." aku mengetuk pintu itu pelan. Tak ada jawaban.

Dengan perlahan aku membuka sedikit demi sedikit hingga terbuka lebar. Aku tersenyum melihatnya masih tertidur tenang. Padahal, ini sudah hampir pukul sembilan siang. Aku menutup kembali pintu kamarnya kemudian duduk di pinggiran kasurnya.

Wajahnya damai, tenang, bahkan aku bisa melihat banyak kejujuran dari wajahnya. Tak banyak bohong, tak banyak rumit, seperti sebuah kertas dengan garis-garis bantu. Jelas, pasti, dan aku paham. Itu dia. Orang yang begitu penuh mengisi seluruh perasaanku.

"Gian."  panggilku perlahan di dekat telinganya.

Tangannya tiba-tiba melingkar di punggungku karena posisiku menunduk saat ini. "Berisik." lirihnya dengan mata masih terpejam.

Dia menarikku hingga memaksaku untuk tidur menyamping menghadap wajahnya dengan bantalan tangannya. "Gian!" hardikku.

"Kangen ya?" Tanyanya masih setia memejamkan mata.

After INTUISI [End]Where stories live. Discover now