56

299K 11.9K 1.4K
                                    

Pasca Miracle operasi, Sean semakin lengket seperti perangko. Ia seakan tidak ingin menyia-nyiakan setiap moment kebersamaannya dengan Miracle dan Troy. Apalagi setiap mendengar suara yang keluar dari bibir manis Miracle, membuat dirinya merasa seperti ada kembang api yang menari-nari di hatinya. Bak mantra yang bisa menghipnotis.

Pagi ini, setelah mengantar Troy berangkat sekolah, Sean kembali ke rumah sakit. Karena rencananya Miracle sudah diperbolehkan pulang.Rasanya tak sabar Sean membawa Miracle dan Troy pulang ke rumahnya. Sungguh sangat membahagiakan jika bisa berkumpul bersama keluarga kecilnya.

Baru saja Miracle selesai mengganti pakaian, Sean tiba-tiba masuk begitu saja sehingga mampu membuat Miracle terkesiap.

"Tidak bisa kah kamu berhenti mengagetkan ku?" Tegur Miracle menyilakan rambutnya yang tergerai panjang. "Untung saja Tuhan yang menciptakan jantung ini." Gumamnya justru membuat Sean terseringai sembari berjalan kearahnya lalu mendekap dari belakang dan mencium aroma wangi dari rambut panjang itu.

"Sepertinya aku akan lebih sering mendengar celotehan ketimbang pujian." Sindir Sean memejamkan mata mempererat dekapannya.

"Apa kamu keberatan?" Sela Miracle kesal.

"Tidak." Sean mengecup leher tepat dibawah telinga Miracle dengan senyum hangat. "Of course not. Aku lebih suka mendengar celotehan mu, karena sudah banyak orang yang memuji ku di luaran sana." Sungguh percaya diri lelaki ini dengan perkataannya.

Mendengar hal itu membuat Miracle memutar tubuhnya sehingga mereka saling bertatap muka. Dengan mata berbinar-binar kedua tangannya melingkari leher Sean lalu berkata. "Kamu terlalu percaya diri." Sean tersenyum memamerkan gigi ratanya. Sesaat mereka saling terpesona dalam ketertarikannya masing-masing.

"Ok, lebih baik pulang sekarang." Seru Miracle membubarkan suasana inten ini kemudian ia lepas kedua tangannya tetapi Sean belum juga melepas dekapan. Meski Miracle melirik tajam, Sean seperti tidak ada tanda pergerakan apapun. Lelaki itu hanya menatap kagum wanita di hadapannya ini.

"Let me go." Lugas Miracle.

"Aku akan melepasnya jika kamu mau pulang bersama ku." Sean mencoba bernegosiasi. Sedangkan Miracle mendengus kesal seakan tidak setuju.

"Sudah berapa kali aku katakan. Aku dan Troy akan tetap tinggal di rumah itu. Tidak akan kemana-mana. Ok."

"Tapi..."

"Please, Sean..." salah satu telapak tangan Miracle mendarat di pipi tegas Sean dan mengusap lembut disana "jangan paksa aku kali ini..." Lanjutnya membuat lelaki bastard itu diam seribu bahasa

*

Karena Sean tidak berhasil membujuk Miracle untuk tinggal bersamanya, setidaknya ia bisa mengajak Miracle jalan-jalan tanpa harus berdebat. Yah, daripada harus kesal dengan keputusan Miracle yang tidak sesuai harapan. Huufft.

Dan sekarang mereka sedang berjalan beriringan menyusuri toko-toko di pinggir trotoar.
Sesekali Miracle melirik kearah Sean dengan penuh kekaguman. Betapa bersyukurnya ia bertemu dengan lelaki bastard ini. Oh, sungguh. Ini pemikiran yang sangat gila. Benar-benar gila. Bagaimana tidak, jika diputar ke masa dimana dirinya pertama kali bertemu dengan lelaki ini rasanya Tuhan telah mengutuknya. Tetapi sekarang justru membuatnya tergila-gila. Miracle tak habis pikir sampai-sampai tersenyum sendiri.

"Berhentilah memikirkan aku. Kamu bisa gila." Sela Sean membuat Miracle merona-rona tak karuan. "Pipi kamu seperti tomat segar yang baru dipetik dari pohon." Sindirnya sembari melingkarkan tangannya kebelakang pinggang Miracle.

"Haha, so funny!" Miracle seolah terhibur meski memamerkan muka kesalnya.

Tentu hal tersebut malah membuat Sean tersenyum lebar. "Selera humor kamu sangat tidak berkualitas." Serang Miracle.

Stt...Bastard 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang