Apa ini?

140 18 1
                                    




/Chan•Seul/

Irene dan Geomda yang duduk dipaling belakang menatap haru Seulgi yang sudah beranjak dewasa, rasanya baru seperti kemarin Seulgi bisa melangkahkan kakinya untuk pertama kalinya.

"Oppa, apakah harus secepat ini?"

Irene yakin, belum sepenuhnya dia akan merelakan Seulgi.

"Kita tidak bisa melawan waktu, Rene"

Geomda terdiam, dan tentunya Irene juga. Setelah itu hanya suara-suara murid yang berteriak serta melempar topi berbarengan.
Bisa Irene lihat Seulgi sedikit tidak semangat saat melemparnya.

Acara sudah selesai, Irene selaku wali Seulgi, mendatangi Seulgi yang sedang bersenda gurau dengan teman-teman sebayanya.

"Sepertinya aku sudah harus pulang, bye-bye"

Seulgi melangkah dengan sulit, lengannya dipenuhi barang-barang pemberian dari teman-temannya. Seperti, boneka beruang dengan pakaian Toga, bunga tulip berisikan coklat, dan kartu-kartu ucapan manis. Semanis aku.

"Yak, main-main aja dulu" Ucap Geomda diselingi kekehan melihat wajah Seulgi tertutup oleh barang-barang yang dia bawa.

"Udahan, aku mau pulang. Capek tau" Seulgi tiba-tiba sudah merengek kencang, membuat Geomda membekap mulut Seulgi.

"Sshtt, berisik Ih, sini Abang bawain" tanpa ucapan terima kasih, Seulgi sudah melengos sendiri bersama Irene. Meninggalkan Geomda yang kesulitan membawa.

"Ih, kentut"

~(•c•)~

Seulgi menghempaskam tubuhnya kekasur, menurutnya tidak ada lagi kasur yang paling nyaman selain kasurnya. Dia memandang foto-fotonya saat baru memasuki SMP untuk pertama kalinya, sungguh dia rindu masa-masa saat dia masih dikenal dengan julukan 'sweet cold'  yang berarti dingin tapi manis.

Dia tertawa miris mengingat dari siapa dia dapatkan julukan itu, Taehyung. Entah sejak kapan, Seulgi merasa bahwa dia menaruh hati untuk Taehyung. Niatnya, dia ingin menyatakan perasaannya saat hari kelulusan tadi. Namun dimana dia?

Seulgi merutuki dirinya yang sedikit lebay ini, dengan mudahnya dia jatuh hati dihari pertama bertemu Taehyung.

"Bodoh, bodoh, bodoh, Seulgi Bodoh" Seulgi mengacak rambutnya frustari, dan menginjak-injak lantai keras. Hingga menimbulkan suara yang mampu membuat Irene dengan cepat membuka pintu kamar Seulgi.

Dan disinilah Irene untuk pertama kalinya melihat Seulgi dengan keadaan berantakan. Dia tahu apa yang Seulgi pikirkan kini.

"Seul, udah yah. Waktu sama Takdir belum berpihak" Irene mendekap kepala Seulgi Erat, dia tahu bagaimana rasanya.

"Tapi kak, he's leaving me"

"Kakak juga pernah ngalamin kok" Seulgi diam tak berkutik, dia mengadahkan kepalanya menghadap Irene. Bisa ia lihat mata Irene sekarang.

Irene mengajak Seulgi untuk kembali duduk di kasur, dengan perlahan dia merapihkan rambut Seulgi.

"Waktu SMA, disitu kakak tau, Itu bukan sekedar cinta monyet atau apalah itu. Kakak bener-bener cinta sama dia, sampai titik ini." Seulgi tak menyangka, bahwa orang yang berada dihadapannya ini memiliki kisah yang miris.

"Karena kamu masih kecil, mungkin kamu cuman suka doang. Cie, Culberku udah besar"

"Apaan sih Kak, ih...mmm.. Trus dia kemana kak?"

Kini Irene yang mematung ditempatnya, pria itu sudah pergi meninggalkannya.

"Suatu saat kamu juga tau kok" Irene mencium puncuk kepala Seulgi lembut. Membuat Seulgi bingung dengan mulut terbuka.

~(•c•)~

Sudah seharusnya bulan ini Seulgi mendaftar sekolah baru, seandainya Dia pintar, mungkin beasiswa akan membantu. Namun sayangnya,  beasiswa dan uang tidak ada pada genggamannya.

Mereka bukan orang kaya yang bisa melakukan sesukanya, mereka sederhana. Jika  Seulgi berkorban putus sekolah untuk kebutuhan mereka, maka Geomda akan menegaskan Seulgi untuk lanjut sekolah. Dan maka dari itu  Geomda harus bekerja lebih keras dan juga Irene.

Dengan Geomda yang akan melamar kerja, Irene yang bekerja sambilan diikuti Seulgi.

Keadaan rumah mereka hening, sampai suara tangisan Geomda membuat para penghuni rumah buru-buru menghampirinya.

"Bang, Abang kenapa nangis? Ada yang sakit?"

"Mau ke Klinik? Rumah Sakit?" Irene dan Seulgi yang khawatir mengajukan ratusan pertanyaan untuknya.

"Aku ngga papa, dek-adek....."

Suara Geomda berubah menjadi rintihan kecil, dia mengepalkan tangannya kencang.

"Maafin aku, yang ngga becus jadi seorang kakak buat kalian. Yang seharusnya jadi pengganti kepala keluarga kalian, maaf. Kalian ngga layak punya seseorang kakak kayak aku"

Seulgi mendengar, jantungnya serasa berhenti. Geomda tidak salah, tidak ada yang salah disini.

"Kak, udah Kak. Kakak ngga salah, we deserve you"

Kini tangisan Geomda mereda, namun hatinya  masih tetap untuk berdegup kencang.

"Seul..."

Merasa terpanggil, Seulgi menengok dengan kepala sedikit dimiringkan.

"Hye?"

"Kita mau ngomong"

~(•c•)~

Tbc..

/chan•seul/ Donde viven las historias. Descúbrelo ahora