Chapter #29°

11K 1.4K 655
                                    


"Jungkook, maaf."

"Untuk?"

"Menyakitimu, maaf sudah membuatmu terluka, aku minta maaf untuk semua hal buruk yang kulakukan selama ini. Maaf?"


Pemuda Jeon yang kini duduk dihadapan Taehyung hanya mengerutkan kedua alis memperlihatkan raut separuh malas, atau jijik?
Kelas terakhir, begitu jam mengajar habis, Taehyung bergegas bangkit dan meletakkan beberapa buku tebalnya diatas meja Jungkook. Mengendik dagu acuh, mengindikasi supaya Jungkook mengikutinya menuju ruangan pribadi dan mendudukkannya dikursi yang berseberangan dengan meja sebagai pembatas.


Setelahnya hembusan napas kasar Jungkook menjadi balasan. Dahi mengerut acuh tak acuh bersamaan dengan onyxnya yang melirik malas Taehyung sembari menggaruk pelipis menggunakan jari telunjuk.            "Itu? Saya sudah melupakannya jauh-jauh hari, by the way."

"Aku tau. Tapi aku tidak bisa melupakan, semuanya."

Mendengus remeh penuh ejekan, Jungkook menaikkan sebelah alisnya congkak.         "Tapi aku bisa. Lalu?"

"Jeon,"

"Maaf, tapi sepertinya akan lebih baik kalau kita sama-sama fokus dengan hidup kita sendiri, dan pasangan baru. Bukankah begitu, proffesor Kim?"        Lanjutnya disertai senyum culas diakhir kalimat.

Jungkook memang sengaja menggoda, memancing amarah Taehyung yang menahan cemburu setiap kali melihatnya bersama Jimin. Tidak ada rasa tak enak hati, karena baginya, Taehyung pantas mendapatkannya.
Hingga beberapa saat berselang, masih tidak ada tanggapan apapun dari Taehyung selain tatapan mata sejuta cerita. Gelap dan dalam. Sehingga terlalu sulit bagi Jungkook untuk mencoba menyelami setiap makna yang terpancar.

Lantas menghembus napas kasar malas-malasan, Jungkook berucap santai seraya bangkit dari posisinya.
"Kalau sudah tidak ada yang dibicarakan, saya pamit keluar. Seseorang sudah menjemput saya didepan gerbang. Saya akan menyesal jika membiarkannya menunggu terlalu lama."

Dari posisinya, Jungkook dapat melihat raut wajah Taehyung yang mengeras. Tatap mata kian menyalang bersamaan dengan mengepalnya kesepuluh jemari diatas meja.
"Jimin?"

Pertanyaan singkat yang lantas menjadikan Jungkook menyeringai tipis. Tetap bungkam tanpa ada niat menjawab pertanyaan si dosen kejam yang seolah ingin menelannya hidup-hidup.

"Jawab Jungkook! Apa dia Jimin?"

"Jimin atau bukan tidak ada urusannya denganmu."

Sejenak Jungkook melupakan status dosen dan mahasiswa antara mereka. Dalam fikirannya hanya membalas sikap bajingan mantan terbrengsek yang pernah digilai.
Sekejap raut wajah Taehyung berubah sendu. Turut membangkitkan tubuhnya, kemudian membawa langkah pelan mendekati Jungkook dan berdiri tepat disisi kirinya.
"Kenapa harus Jimin?"        Disana Jungkook hanya memutar bola mata malas. Baginya Taehyung terlalu bertele-tele.           "Aku tidak menyukainya, Jungkook. Dia teman sekaligus musuhku di SMA. Kami selalu bersaing mendapat peringkat satu, tetapi Jimin selalu berbuat curang untuk menggeser posisiku."


"Itu masalahmu dengan dia, hyung 一sorry, Proff. Selama ini dia memperlakukanku dengan baik. Memberiku banyak perhatian dan menuruti semua, apapun yang kumau."        Jeda, Jungkook mengendik bahu acuh sebelum kembali melanjutkan ucapan.           "Ow, terima kasih sudah menceritakan keburukan Jimin, tapi aku tidak akan terpengaruh, bagiku Jimin tetap yang terbaik. Permisi."         Jawabnya lagi sebelum membalikkan tubuhnya. Bersiap melangkah jika saja Taehyung tidak menahan erat lengan kirinya.





Relation ㅡ kth+jjkWhere stories live. Discover now