[11]

1.7K 299 24
                                    

Min Yoongi harus merelakan sore di hari piknik sampai tiga hari ke depan meninggalkan Min Jimin atas nama tuntutan kerja dari seorang pemimpin. Sungguh, kalau diberi pilihan, Yoongi ingin batalkan saja ketimbang berjauhan dengan Jimin selama itu—sebelumnya, andai kata lama, Yoongi bakal mengirim seorang utusan guna gantikan dia.

Namun, Yoongi sudah kepalang, pun tak mungkin batal dengan mudah, karena itu namanya Yoongi kelewat anggap remeh dunia yang ia geluti. Dan keindahan MalphaIN ikut kena imbas, bila Yoongi turuti egoismenya.

Dia enggan. Lagi pula, untung juga Yoongi hidup di zaman teknologisasi. Jarak tak begitu berat menyiksa lagi. Jadi, tinggal pencet tombol di layar ponsel sana-sini, Yoongi bisa kapan saja menghubungi Jimin yang jauh di sana. Akan tetapi, masalahnya, ekspetasi terkadang memang kontradiksi dengan realita.

Tidak ada kata muda bagi Yoongi agar hubungi si malaikat tembam semaunya apabila melalui sambungan Reiha. Yoongi berikan ponsel pada Reiha, tetapi tidak disangka gadis tersebut jauh primitif dari yang Yoongi perhitungkan—bahkan Reiha akui sendiri lewat pesan; 'Seperti dugaan, fitur ponsel dan kemajuannya memang menyulitkan.'; setelah sedikit paham tetek-bengek kecanggihan sang benda portabel.

Dan kemungkinan, si pengirim sambungan video sepuluh menit lalu bukanlah Reiha, melainkan Jimin—bisa jadi lantaran gemas kecanggungan Gurunya terhadap teknologi. Ya, tidak masalah juga, pentingnya Yoongi dapat menonton wajah lucu Jimin di seberang, sekaligus obati rindu.

Lain hal Yoongi yang anteng di satu teritori, tepatnya belakang pembatas balkon, Jimin terus mengganti posisi nyaman. Mulai dari meja makan, sofa ruang keluarga, dan terlentang di atas kasur. Mungkin efek bergesit sana-sini dan banyak mengoceh, Jimin nampak jelas termakan lelah. Sayup matanya sudah mengindikasikan.

Bersama afeksi, Yoongi mengingatkan Jimin agar segera tidur. Namun, Jimin tidak mutlak setuju, dia beri syarat yang mau tidak mau Yoongi turuti.

"Rei-ssaem, tolong pegangi ponselnya. Jangan dimatikan sampai Jimin benar-benar tidur. Oke?"

Rupanya berlaku sama teruntuk Reiha, si gadis yang hanya dapat Yoongi dengar suara serta lihat potongan pakaian selama panggilan berlangsung. Seingat Yoongi, Reiha pampangkan wajah di awal dan pertengahan, itu pun di sekon singkat.

Terdengar Reiha menyetujui lalu tangannya menelusuk di bawah kepala Jimin, kamuflase sebuah bantal, sehingga nampaklah mereka saling mendekap, bahkan di balik layar Yoongi.

"Nah, sekarang Jimin tidurlah," instruksi Reiha seraya mengusap kepala Jimin singkat. Lantas si bocah tembab itu menyimpan wajah di ceruk leher Reiha. "Paman sudah makan?"

Fokus Yoongi terhadap gelagat Jimin buyar. Dia melempar maniknya lalu menyeringai kecil. "Ini sudah malam, Rei. Mustahil belum."

"Oh, sudah malam juga, ya?" Berujung cengiran ringan.

Dikira aku ke Amerika, celetuk Yoongi tanpa desibel. Jelas sudah malam, mereka masih berpijak di negara sama meski beda kota. "Rei, kalau Jimin rewel, antarkan ke rumah Neneknya."

"Tanpa rewel pun sudah."

Pantas Jimin kecilnya kelewat aktif, ternyata. Asik soroti pandangan pada profil Jimin, mendadak gambar di layar kameranya bertransformasi kelabu yang menyilaukan. Tak ayal, Yoongi terheran-heran. Dan layar normal sedia kala; dipenuhi potret Reiha serta Jimin.

"Sedang apa tadi?"

"Menguap, Paman."

"Mengapa tidak kelihatan?"

"Karena aku menutup mata dan mulutku rapat, menekuk leher lalu membalikkan ponsel."

Mungkin Yoongi kurang peka gurat kentara lelah yang mampir di figura Reiha. Usai mengehela sejenak, Yoongi anggukan kepala. "Ya sudah. Tidur sana."

"Baiklah," Reiha cekatan menjawab. Benar-benar lelah agaknya. "Paman juga, segeralah tidur."

Yoongi mengerjap, tidak ungkap jawaban berarti.

"Selamat malam, Paman Yoongi," ungkapan yang diakhiri dengan lambaian kecil.

PIP.

Panggilan berakhir, dan Yoongi masih tatapi layar ponsel hingga cahaya ajaib itu meredup. Dalam sekali gerak implusif, Yoongi lempar kelereng kembar lurus menembus keheningan si antonim siang.

"Selamat malam."[]

sérendipitéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang