before the day: earlier

949 171 50
                                    

Terobosan mentari yang barbar itu sebetulnya bukanlah alasan kelopak mata Reiha tidak lagi simetris. Gadis itu biasanya tetap ateng menyelami warna-warni negeri bawah sadar, apalagi ketika ingat kalau ini hari Minggu. Hari yang notabene libur kerjanya kebanyakan orang, termasuk Reiha.

Namun, agaknya resonasi ketukan pintu yang saling mendahului itu tidak menoleransi Reiha lanjutkan hak jasmaninya. Alih-alih merutuki siapa makhluk tidak pengertian di balik sana, Reiha justru berpikiran barangkali memang waktunya ia menyambung catatan kehidupan. Maka dari itu, Reiha beringsut duduk. Gesturnya tenang lantaran mengumpulkan nyawa melalui kedipan pelan. Usai meraih sekian persen kesadaran, Reiha mengusap mata singkat lalu membidikkan perhatian pada empat angka di atas nakas.

08.47 pagi.

Oke. Kali ini, dia keterlaluan.

Dalam sekali gerak, Reiha mengibas selimut, membawa diri ke kamar mandi guna membilas wajahnya dengan air kemudian menggosok gigi—kebiasaan Reiha tiap bangun tidur. Selain membuat segar, tindakan itu dapat menandakan bahwa ia masih memiliki etika.

Pemandangan pertama tatkala pintu terbuka sungguh di luar dugaan. Kira Reiha, sosok itu Ibu Suha. Namun, rupanya paket lengkap keturunan Min. Kendati sudah berupaya membenahi diri, tampilan keduanya yang tanpa celah ini tetap sukses menggerus kepercayadirian Reiha.

"Pagi, Mama!"

Meskipun sudah berapa kali Jimin memanggil Mama, epitel baru itu masih saja membikin Reiha berdesir. Terlebih pembawaan Jimin yang sangat-sangat manis. Menempatkan dua tangannya di belakang, menggoyang badan ke kanan-kiri dan tersenyum lebar sampai menyentuh mata.

"Pagi, Jimin." Selagi tangan mengusap lembut kepala Jimin, manik Reiha bergeser pada eksistensi Min yang lebih tua. Jujur, sekarang untuk memaku atensi tajam itu Reiha kerap ragu. Malu lebih tepatnya. Apakah efek menjalin hubungan serius memang begini? "Pagi, Paman."

"Baru bangun?" Padahal Reiha yang baru bangun tidur, tetapi malah suara Yoongi yang terdengar sangat rendah. Menggelitik telinga dengan unsur sensual.

"Ya," sahut Reiha. "Tapi mengapa kalian kemari sepagi ini? Ada apa?"

Alis tipis Yoongi menukik. "Kau lupa?"

Usai berusaha keras menggali ingatan lewat tatapan Yoongi, barulah Reiha tekenang. Lantas gadis itu menepuk keningnya sendiri.

Pakaian pernikahan![]

sérendipitéOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz