Prolog

66 1 0
                                    


Langit hari itu biru terang dengan hiasan awan yang menyejukkan langit. Angin pun menjilati kulit yang tersentuh. Di kala semua tertawa bahagia di hari itu, seorang gadis menatap bosan semua orang yang berlalu lalang. Puntung rokok di tangannya terbakar sendirinya dan habis tanpa sempat ia sesapi. Ia menghela nafas dan mematikan rokoknya di asbak dan bersiap dengan rokok baru.

Yogyakarta sedang panas namun menyejukkan setiap ujung hati penghuninya. Tetapi gelombang sejuk dengan pelukan hangatnya tak mampu memeluk gadis dengan rokok yang belum terbakar di tangannya.

Ia menatap langit seolah sedang menantang langit untuk menjatuhkan airmatanya. Tapi tidak.

"Hey, sudah 7 tahun kamu di langit. Don't you miss me?" bisiknya parau. Matanya menatap kosong. Ia menggeleng dan segera memantik rokok barunya. Beberapa kali ia menyesap sumber nikotin di tangannya sembari menatap kosong langit, seolah ia sedang bercengkrama dengan langit tanpa kata.

"Amanda!" sebuah suara memanggil namanya dan otomatis membuat si gadis pemilik nama membuyarkan lamunannya. Ia menoleh dan menemukan lelaki berkulit cokelat itu berlari kecil dan menerima pelukan hangat dari Amanda. 3 bulan terpisah karena perjalanan bisnis lelaki ini sudah cukup menjadi alasan mengapa pelukan yang ia berikan begitu erat. Beberapa saat hingga akhirnya pelukan itu terlepas dan keduanya duduk berhadapan.

"Sen, gimana kerjaan di Paris? Lancar?" tanya Amanda dengan senyumnya. Lelaki yang dipanggil Sena hanya mengangguk dengan senyum sedikit maklum dan lelah. Ia memanggil pramusaji dan segera memesan makan siang bersama gadis bernama Amanda. Setelahnya mata lelaki ini hanya tertuju pada lawan bicaranya.

"Lancar, cuma sedikit hambatan dan aku sudah selesaikan. 3 bulan di Paris dan aku berasa bakal mati lidah. Aku kangen makanan Indonesia. Mau gimana juga ayam geprek masih menang." Keduanya tertawa renyah. "Dan kamu? Gimana kerjaanmu?" Amanda menyeruput minumannya dan mengangkat bahu.

"Semuanya lancar, emang kadang ada hambatan dengan kerjaanku. Tapi semuanya bagus kok." Sena mengangguk dengan jawaban Amanda. Tak begitu lama, pesanan keduanya sampai. Sena sempat menanyakan beberapa hal untuk menu yang ia pesan. Gadis berambut hitam gelap ini melepaskan kacamatanya dan kembali sibuk dengan rokoknya.

Sena menghela nafas.

"Kamu gak mau mengurangi kebiasaan merokokmu itu?" Gadis dihadapan lelaki bernama Sena Sadewa ini hanya tertawa kecil. Ia mematikan rokoknya dan menatapi mata hazel milik Sena.

"Mind your own business, dude." Balas Amanda dan keduanya tertawa renyah dengan jawaban asal Amanda.

Sena Sadewa adalah seorang perancang busana dan baru saja menyelesaikan pekerjaannya di Paris setelah rancangannya berhasil di peragakan dalam ajang fashion mingguan. Sementara sahabat baik Sena adalah seorang pekerja lepas yang lebih memfokuskan bidangnya pada menulis.

Amanda Baskoro adalah seorang wanita kelahiran Yogyakarta dengan ibu seorang wanita Yogyakarta asli dan ayah keturunan Indonesia-Australia. Mereka adalah keluarga bahagia hingga sebuah bencana datang dan membuat Amanda keluar dari keluarganya setelah ia menamatkan pendidikannya dan tinggal beberapa lama dengan neneknya. Amanda sudah lama tidak menghubungi baik ayah mau pun ibunya.

Sena menatapi Amanda yang memandangi langit dan hanya menyentuh makanannya sedikit. Sena menyentuh tangan Amanda dan membuat si pemilik tangan menoleh.

"Kamu masih mikirin 'dia'?" tanya Sena hati-hati. Amanda terdiam sebentar dan hanya tertawa kecil. Ia tak menyentuh makanannya dan lebih memilih bermain dengan minumannya. Sena menghela nafas.

Tangan hangat Sena semakin menggenggam tangan Amanda, berusaha menguatkan sahabat yang sudah seperti belahan jiwa dalam konteks sahabat di depannya ini. Mata keduanya berbicara non-verbal sekarang.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 11, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Somewhere in BetweenWhere stories live. Discover now