Bab 8

53.4K 2K 4
                                    

Rasa yang Baru

Dara POV

"Nginap dimana lo kemaren?" Nadia berdiri diambang pintu kamarku, menuntut penjelasan dariku yang baru pulang dari rumah Zevan. Mau apa sih dia? Apa dia ngga tau saat ini aku lagi kacau? Jangan salahkan aku kalau emosiku meledak padanya sewaktu-waktu. Salah juga sih kalo aku marah padanya.

"Bukan urusan lo." sahutku singkat sambil mengambil handuk, bersiap untuk mandi.

"Gue ini kakak lo! Jawab pertanyaan gue! Kemaren lo nginap dimana?" Nadia meninggikan suaranya begitu melihat responku padanya tak seperti yang dia harapkan. Dia kenapa sih? Kok balas marah?

"Kenapa? Apa urusan lo kalo gue mau nginep dimana?" selama ini aku memang tak pernah sekalipun menginap selain di rumah keluarga. Nadia mulai terlihat seperti kedua sepupuku itu, suka mengurusi urusan orang lain.

"Lo marah sama gue?! Makanya lo nginap diluar kemaren?" selidiknya lagi membuat emosiku benar- benar memuncak. Mana mungkin aku mengatakan padanya mengenai apa yang sudah terjadi padaku tadi malam?

Aku lebih memilih ngga menjawab pertanyaannya dan memilih masuk ke kamar mandi dan menyalakan keran air. Berusaha menimbulkan suara untuk menyembunyikan isak tangisku. Akhirnya air mataku jatuh juga, kejadian ini sungguh membuatku kacau. Seandainya mama masih ada, tempat dimana aku bisa meluapkan perasaanku padanya. Saat ini aku pasti sudah menenggelamkan kepalaku dalam pelukannya, menghirup aromanya yang menenangkan, merasakan kehangatan tangannya membelai kepalaku.

"Mama..." isakku tertahan.

***

Sejak kejadian itu, ada yang terlihat berbeda dengan hubungan Zevan dan Dara. Terlihat dari mereka yang saling menghindari satu sama lain. Kalau Dara sedang membereskan ruang tengah, Zevan yang biasanya menonton TV disana akan lebih memilih menyibukkan diri di kamarnya. Sedangkan Dara lebih memilih masak pagi-pagi sekali sehingga begitu Zevan turun untuk sarapan, cewek itu sudah sibuk dengan cuciannya di belakang. Canggung, itu yang mereka rasakan saat ini.

Dara sedang membilas kain pel saat mendengar suara benda jatuh dari lantai atas. Dengan cepat ia berlari kesana, dan mendapati Zevan yang terduduk di depan kamarnya dengan tangan memegang sebuah ember kosong.

"Ngapain lo?" tanyanya sambil metutup mulutnya menahan tawa melihat Zevan dalam posisi konyol didepannya. Terduduk dengan tubuh basah kuyup termasuk rambut gondrongya yang meneteskan air kotor bekas pel.

"Lo ngga liat?!!! Lo sembarangan naroh ember!" sahut Zevan dengan kesal sambil menghempas ember yang dia pegang.

"Ya maaf... Sini gue bantu." Dara mengulurkan tangannya, dan Zevan menyambutnya lalu tersenyum jahil. Dia memeluk Dara dengan erat sehingga cewek itu ikut-ikutan basah bersamanya.

"Yaaaaah.... Baju gue!" Dara memukul lengan Zevan yang terbahak dengan kesal tapi dia ngga terlalu basah kalo dibandingkan dengan cowok itu. Tanpa mereka sadari, kecanggungan mereka beberapa hari ini mulai sedikit berkurang. Zevan melepaskan tshirt yang diapakainya karena basah oleh kain air pel, mendengus pada Dara yang kembali tertawa, menutupkannya ke muka cewek itu.

"Gue bikinin cemilan deh sebagai permintaan maaf gue!" seru Dara pada Zevan yang bejalan kembali masuk ke kamarnya. "Terserah lo!" balas cowok itu sebelum menutup pintu kamarnya.

Dara berjalan kembali menyelesaikan pekerjaannya dibelakang dan bergegas menepati janjinya untuk membuatkan Zevan cemilan dengan semangat. Dia senang karena kecanggungan itu semakin berkurang akibat kejadian tadi. Terus terang Dara merasa ngga nyaman kalau harus terus menghindar dari Zevan dan mengetahui cowok itu juga berusaha menghindarinya.

***

Sepiring bitterballen hangat dan segelas orange juice kesukaan Zevan sudah terhidang di depan meja ruang tengah saat cowok itu turun dari lantai atas dengan rambut yang masih basah sehabis mandi. Zevan mengambil satu dan melahapnya dalam satu suapan sebelum duduk dan menyalakan tv. Sepi, tak terdengar dengungan vaccum cleaner ataupun suara halus mesin cuci seperti biasa. Dara kemana? Zevan mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah mencari keberadaan cewek itu.

"Dari mana lo?" matanya menemukan Dara yang baru memasuki pintu samping sambil membawa beberapa tangkai mawar ditangannya. Dia baru dari taman belakang rupanya.

"Lo ngga liat?" jawabnya cuek sambil berjalan ke arah Zevan, mengambil vas bunga yang ada didepannya dan mengisinya dengan mawar segar yang baru dipetik. Zevan memperhatikannya dari belakang, menatap ekor kudanya yang bergoyang-goyang mengikuti gerak tubuhnya.

"Rambut lo jelek banget. Ngga pernah dirawat ya?" tanyanya sambil menarik beberapa helaian rambut Dara, membuat cewek itu berbalik padanya "Kulit lo item, kasar. Ngga sayang sama kesehatan mereka?"

"Gue lebih suka merawat kesehatan perut gue." Zevan merariknya untuk ikut duduk disampingnya.

"Maksud lo?"

"Mending gue pake uangnya buat beli makanan." Dara menyodorkan gelas juice kepada Zevan saat melihat cowok itu kembali melahap bitterballennya dengan mulut penuh. Matanya menatap cowok itu serius sebelum berkata, "Kalo seandainya gue punya duit lebih buat segala macam perawatan yang lo bilang itu, gue ngga bakalan duduk disini. Ngelayanin lo. Jadi pembantu lo." ada nada getir yang berusaha dia tutupi dalam suara Dara saat ia mengatakannya, hampir membiarkan Zevan melihat matanya yang berkabut. Entah kenapa ucapan Zevan mengusik perasaan sensitifnya yang biasa ia kurung dalam ruang hatinya yang paling dalam.

"Gue ngga maksud gitu Dara," ralat Zevan menyadari kesalahannya. Cewek itu meliriknya sinis, kali ini matanya sudah tak berkabut. "Gue kan cuma nanya, Ra. Gue minta maaf deh,"

"Pernyataan lo ngga penting banget tau. Suka-suka gue dong mau ngerawat diri apa ngga! Ngga penting juga kan!!" racau Dara kesal. Galaknya kembali rupanya.

"Kok lo nyolot? Kan gue ini selaku majikan yang perhatian, peduli sama penampilan lo. Lagian, kalo lo begini, ngga ada cowok yang mau ntar!!" Zevan makin gemas dengan reaksi Dara padanya. Menggoda cewek ini mungkin sudah jadi hobi barunya.

"Biarin. Biar gue ngga nikah selamanya juga, gue ngga peduli." Sahut Dara dingin membereskan piring yang berisi bitterballen yang masih belum habis dimakan oleh Zevan.

"Mau dibawa kemana? Gue masih belum selesai makannya!" seru Zevan berusaha menahan tangan Dara agar tak menjauh darinya, malang, rupanya cewek itu benar-benar kesal padanya, hingga ia melayangkan tendangannya di tulang kering Zevan.

"Bego!!!!" teriaknya nyaring sambil berlalu menuju dapur.

***

Did I Love My Maid (Silver Moon series)Where stories live. Discover now