Chapter 7

80 26 10
                                    


Casstor terus berjalan dengan langkah penuh kecemasan. Fajar akan tiba sebentar lagi. Semburat merah mulai terlihat dari kejauhan. Tanda-tanda keberadaan Lyam belum tampak, padahal dari pepohonan yang mulai menjarang satu sama lain, tepi hutan akan terpandang sebentar lagi. Casstor menghela napas. Lyam ... kamu di mana?

Benar seperti perkiraannya, ia telah keluar dari area hutan. Casstor terus menyusuri lembah yang ia lewati, sesekali menengok kanan dan kiri. Siapa tahu sahabatnya ada di sana. Casstor terus berharap, meski harapannya tidak mungkin.

Matahari telah berada persis di puncak kepala. Begitu terik dan menyebabkan kehausan. Casstor tertawa girang begitu perjalanannya menemukan tepi, sebuah pantai yang airnya sepekat arang.

"Aneh, airnya kenapa hitam ya?" gumam kancil itu. Kakinya menjejak pasir putih yang lembut, mendekat ke tepi pantai. Siapa tahu airnya bisa diminum walau warnanya di luar kenormalan. Casstor bisa mati kehausan kalau tidak minum segera.

"Hei,"

"HUWAAA!" Casstor melompat menjauh. Sebuah kerang berwarna putih kecokelatan muncul dari dalam pasir permukaan air. Apakah itu kerang ajaib? "Kamu siapa?"

"Duh, dramatis." Mata kerang itu berputar. "Aku Tira,  dan sekadar mengingatkan, air pantainya. Bertahun-tahun lalu ada sekelompok ikan jenis Hime yang mati dan menyebabkan warna airnya berubah jadi hitam. Kau akan mati dalam beberapa detik saat bersentuhan dengan airnya."

Casstor menelan ludah. Ia tidak menyangka ada tempat yang begitu mematikan di dunia ini. "Apa ada korban dari air beracunnya?"

"Jelas. Saat pantai pasang, hewan-hewan yang tinggal di dalam pasir sepertiku akan menjauh sebisa mungkin. Jika tidak, kami akan mati. Sudah beberapa jadi korban." Tira menjelaskan.

Merinding, Casstor berjalan menjauh sambil berpikir.  Bagaimana cara menyeberangi pantai ini? Bagaimana kalau ternyata Lyam ada di seberang pantai dan menunggu diselamatkan? Namun bagaimana cara menyelamatkan Lyam kalau pantainya saja beracun? Casstor rindu sahabatnya. Ia ingin melihat rambut perak Lyam lagi dari belakang, menyaksikan helai-helai yang akan berkilau bila ditimpa sinar mentari itu melompat mengikuti langkah semangat pemiliknya.

"Wah, kamu putus asa? Aku kira kamu bakal bertanya bagaimana caranya menyeberangi pantai ini?" Tira menyeringai. "Ternyata persahabatanmu dan gadis berambut perak itu nggak sekuat yang dikira."

"Heh, sembarangan bicara! Persahabatan kami itu kuat, tahu!" Casstor menendang sebagian pasir ke arah Tira, membuat kerang yang satu itu tertutup butiran pasir. Tira merengut. "Lagian, dari mana kamu tahu kisah perjalanan kami?"

"Penghuni hutan membicarakannya. Kabar burung itu sampai ke pantai ini. Tentang kancil dan gadis berambut perak yang bersahabat, mengarungi berbagai rintangan untuk sebuah tujuan." Dasar menyebalkan, kau mengejekku dramatis, kau sendiri mendramatisasi kalimat! Casstor membatin sebal.

"Aku penasaran, sekuat apa persahabatan kalian. Ternyata selemah ini--" ujar Tira, "--dan jangan mengataiku dramatis! Aku ini kerang ajaib yang bisa membaca pikiran, jangan macam-macam!"

Duh, tidak bisa bertemu Lyam, mengapa harus menjumpai kerang menyebalkan seperti Tira? Casstor memutar mata.

"Kau tidak mau berusaha demi sahabatmu ya? Masa tidak ada usaha lain? Sudah takut mendengar airnya beracun? Kenapa tidak cari cara lain buat menyeberanginya?" pancing Tira, lalu terdiam sejenak. "Eh, bukan berarti aku menyuruhmu nekat masuk ke pantai sekarang. Itu namanya mati konyol dan kau akan gagal bertemu gadis berambut perak itu. "

"Memang ada cara untuk pergi ke seberang?" Semangat Casstor timbul kembali memikirkan kemungkinan itu.  Masih ada cara untuk mencari Lyam!

"Katanya, batu Iamastronoit bisa digunakan untuk menjernihkan air, membuatnya tidak lagi beracun, bisa diminum atau diseberangi. Desas-desus terdengar, ukurannya mirip biji jagung." Tira mendesah. "Namun tidak ada yang pernah membawa batu seperti itu ke sini."

KANCIL & TIMUN PERAK (Siluet Berkarya)Where stories live. Discover now