Delapan

127K 12.5K 928
                                    

"A—apa?! Kamu udah ci—ci—ciuman sama dia?!"

Seluruh pengunjung kafe tiba-tiba menoleh ke arah suara dan melihat cewek berhijab sedang menutup mulutnya karena keceplosan. Cewek berambut ikal panjang di depannya menutup wajah, seolah malu melihat tingkah sahabatnya itu. Atau lebih tepatnya lagi, Diandra yang bingung harus menaruh muka dimana setelah Nela berteriak seperti tadi.

 Atau lebih tepatnya lagi, Diandra yang bingung harus menaruh muka dimana setelah Nela berteriak seperti tadi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ya ampun Di, sorry, sorry banget. Sumpah aku gak sadar kalo suaraku keras banget." Nela berbisik di depan Diandra dengan raut muka bersalah, memohon-mohon supaya Diandra memaafkannya.

Diandra menghela napas dan menggelengkan kepalanya, "sudahlah gak apa-apa. Anggep aja tadi kita latihan drama," sahutnya acuh.

"Tapi Di, kita masih diliatin. Ya ampun malu banget aku, apalagi kakak-kakak centil di sana liatin aku terus." Nela meringis, kaki-kakinya bergerak cepat, kebiasaannya kalau sedang gugup. Sekumpulan anak kuliahan yang duduk tak jauh dari mereka memang asyik menggosip sambil melirik ke arahnya.

Mereka pasti asal men-judge, "cewek pake hijab kok mulutnya kotor sih". Duh rasanya Nela mau protes kalau mulutnya ini tidak boleh disangkutpautkan sama hijab. Lagipula dia sadar kok masih banyak kekurangan. Huh...

"Udah kita bodo amat aja. Kamu sih kebiasaan kalo lagi kaget pasti mulutnya ember!" Diandra menggerutu sambil meminum white chocolate mocha miliknya.

"Kita pergi aja yuk. Gak usah ke sini lagi sampe kiamat tiba," kata Nela.

"Ish! Kalo pergi malah ketauan banget kita salah. Udah anggap aja di sini gak ada orang. Gak pernah selesai kalo sibuk ngurusin netijen nyinyir," ucap Diandra bijak.

"Oke deh. Bener juga. Percaya diri adalah utama! Om cogan tajir yang kedua!" Nela mengepalkan tangannya penuh tekad, lalu menegakkan kepalanya dengan senyum lebar. Dia melirik ke arah mbak-mbak itu dan menyeringai penuh kemenangan. Baik, sikap bodo amat memang kadang diperlukan saat genting seperti ini.

Setelah mengabaikan orang sekitar, Nela kembali menjadi dirinya sendiri. Dia sangat antusias mendengar curhatan sahabatnya ini.

"Balik lagi ke Om Guntur. Terus kalian gimana? Gimana? Cepetan aku udah kebelet pengen tau! Gak nyangka kamu duluan dapet kiss. Huh bikin iri jomblo aja," kata Nela berapi-api, tapi sesaat kemudian dia menyebut istigfar. Ya ampun, pikiran kotornya kembali lagi.

Bibir Diandra mengerucut, "zzzz nyesel aku curhat sama kamu. Masa' lebih kaget sama ciumannya ketimbang dia yang nunggu aku dari umur tujuh tahun. Heran."

"Hehe soalnya aku lebih tertarik ke situ sih," Nela tertawa lepas, "ayo dong cerita lagi. Aku mau denger ceritanya sampe detail!" desak Nela tak sabaran. Dia bahkan memukul-mukul tangan Diandra di atas meja.

"Uhh she up!" Diandra ngomel lagi, "jadi gini, dia tuh ngancem buat cium aku kalau aku manggil dia 'Om' lagi."

"Kyaaa! Serius!" Nela kegirangan, dia memangku wajahnya dengan mata berbinar-binar seperti tokoh anime, "kok aku seneng ya dengernya. Kayak liat adegan di novel. Hihi."

Jodohku Om-Om!! [TAMAT]Where stories live. Discover now