Dua Puluh Empat

98.9K 8.9K 528
                                    

Sesuai dengan janji Guntur, hanya tiga hari ia menumpang dirumah keluarga Rezkalio. Meskipun sempat berdebat dengan mertua, akhirnya Guntur bisa membawa Diandra menuju rumah mereka sendiri di daerah Kelapa Gading. Diandra tentu saja tidak mau membantah, apalagi menolak keinginan suaminya. Nanti kualat. Sebagai istri yang baik, Diandra akan mengikuti kemanapun sang suami akan membawanya.

Proses kepindahan Diandra juga tidak heboh, bahkan bisa dibilang sangat simpel karena barang yang ia bawa hanyalah pakaian, koleksi novel, dan barang remeh-temeh lainnya seperti peralatan rias, berkas sekolah, dan boneka. Sementara, kado pernikahan yang sekiranya bermanfaat dalam rumah tangga akan dikirimkan melalui jasa pengiriman.

Pindahan dan segala embel lain sudah selesai, namun yang menjadi masalah adalah....

"Papa dan Mama mau nginep di sini sementara buat temenin kamu."

Rasanya Guntur terkena kilatan petir di siang bolong. Astaga, kenapa Giga selalu menghancurkan waktu berharganya bersama istri? Jika ada hukum membelot pada bapak mertua, sudah pasti Guntur akan melakukannya sekarang juga. Untunglah, Guntur masih menghormati orang tua dari istrinya ini.

"Serius?! Yeayyy!" Diandra bersorak gembira, memeluk Giga dengan erat persis seperti bocah.

Awalnya Guntur berharap reaksi Diandra tidak sesenang itu, tapi ternyata justru kebalikannya. Yah sudahlah. Tidak mungkin juga dia akan menolak kehadiran mertuanya dirumah baru mereka. Setidaknya, satu dari pasangan mertua itu adalah malaikat penolongnya.

Giga diam-diam ingin menertawakan kekalahan Guntur, "kamu pasti capek ngurusin pindahan kan Di? Mau Papa bikinin milkshake coklat kesukaan kamu gak?"

"Mau-mau Pa! Mau banget!" Diandra lagi-lagi memeluk Papanya. Ia pun menurut saja saat Giga membawanya ke arah dapur saling bergandengan tangan. Kalau tidak salah, Guntur sempat mendengar jika Giga mewanti-wanti Diandra supaya jangan cepat-cepat hamil.

Sialan, maki Guntur dalam hati. Tetapi setelahnya, ia langsung menyebut istigfar dengan pelan. Bagaimana bisa dia mengumpati mertua? Daripada memaki, lebih baik dia berdoa supaya percintaan panas selama tiga hari kemarin membuahkan hasil. Dia akan tertawa keras di depan Giga jika Diandra hamil. Lihat saja nanti.

Ketika Giga dan putri kesayangannya pergi ke belakang, Heni pun menepuk-nepuk pundak Guntur seolah tahu jika menantunya ini sedang menahan kesal. Pertempuran batin yang tak kasat mata antara Guntur dan Giga telah berlangsung sebelum akad nikah. Kasihan, Guntur menjadi korban dari sang ayah yang tidak rela putrinya menikah.

"Maklum ya, Papa masih belum bisa merelakan Diandra sepenuhnya. Gitu-gitu, Papa selalu manjain anaknya," kata Heni seraya membantu Guntur dalam mengeluarkan perabotan milik Diandra dari dalam kardus. Totalnya ada empat kardus yang berisi semua barang pribadi Diandra. Kebanyakan isinya novel sih.

"Tidak apa-apa Ma, saya mengerti." Guntur tersenyum lembut, "kalau Mama lelah, Mama bisa istirahat dikamar tamu. Mama sudah bantuin kami dari pagi."

"Santai aja. Badan Mama juga gak enak kalo gak digerakkin," ujar Heni, menatap foto kelulusan Diandra dengan pandangan sayang. Tak perlu diragukan lagi, Guntur juga mengerti jika Heni juga belum bisa merelakan Diandra menikah. Namun sikap Heni tidak sejelas bapaknya. Wanita ini pandai menyimpan perasaan.

Guntur memilih tuk diam, sengaja menunggu Heni untuk bicara lagi. Sepertinya dia masih ada unek-unek yang harus dikeluarkan.

Heni menghela napas sebelum bicara, "Kamu jangan terlalu pikirin ucapan Papa. Setelah makan malam, kami langsung pulang. Kirana dan Cecil siapa yang jaga kalo kami gak balik."

Wajah Guntur kembali cerah mendengar itu. Tidak salah lagi jika Mama mertuanya ini adalah malaikat yang paling mengerti isi hatinya.

"Mama yakin? Padahal tidak apa-apa kalau mau tinggal di sini untuk sementara. Diandra juga sesenang itu tadi dengernya." Meskipun begitu, Guntur tak mau terlalu kentara memperlihatkan rasa bahagianya.

Jodohku Om-Om!! [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang