8 A

444 56 4
                                    

Keesokan harinya, Wonwoo terbangun dari tidurnya dan melihat pria itu tidak berada disampingnya. Saat ia melihat sekeliling, ia melihat Mingyu keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggangnya. Dengan tergesa-gesa ia masuk ke kamar mandi dan mulai membersihkan diri.

Saat ia selesai membuka membersihkan diri. Ia melihat pria masih memakai handuk di pinggangnya dan sedang mengeringkan rambutnya dan melihat tanda di lengan Mingyu. Tato itu.

"Tanda apa itu?"

Mingyu cemberut dan sejenak terlihat sangat belia. Dengan enggan pria itu berpura-pura mengencangkan handuk ke pinggangnya dan bersedekap, secara efektif menyembunyikan tato yang menjadi pertanyaan tersebut.

Wonwoo semakin jengkel, menggapai dan menarik tangan Mingyu, hingga pria itu melepasnya, lalu ia mengangkat lengan kirinya supaya bisa melihat tato itu dengan jelas. "Kenapa kau tak mau membicarakan ini? Ini hanya tato..."

Akhirnya bicara, Mingyu membentak, "Tepat, itu bukan apa-apa."

Mingyu berusaha menarik tangannya lagi namun Wonwoo memeganginya erat-erat, mengamati tanda dengan tinta hitam tersebut. Dengan suara keras ia bekerja, "Kelihatannya seperti angka Romawi... semacam tanggal? Empat... lima..."

Wonwoo bisa membaca bagian awal, tapi ia tak memahami bagaian akhirnya, pengetahuan angka Romawi Wonwoo terbatas hingga sepuluh tapi ini jelas nomor yang lebih besar, dan saat menyadari hal ini, ia jadi menyadari makna empat dan lima tersebut. Hoseok meninggal tanggal empat Mei...

Wonwoo melepaskan lengan Mingyu dan mendongak menatap pria itu. Ia bisa merasakan dirinya memucat. Mingyu mengumpat pelan dan memandunya duduk di pinggir ranjang. Pria itu berdiri di hadapan Wonwoo dan dengan sangat enggan mengakui, "Itu tanggal kematian Hoseok."

Perut Wonwoo serasa diremas-remas. Sekujur tubuh Mingyu bagai berteriak padanya untuk jangan ikut campur.

"Tapi..." Wonwoo mencoba mengucapkan kata-kata, untuk memahami. "Kenapa?"

Mingyu kembali mengumpat dan berbalik, melangkah tak sabar menuju jendela, menunjukkan punggung kakunya pada Wonwoo. "Aku perlu menandai tanggal itu... ketika hidup Hoseok berakhir, begitu pula hidupku."

Dulu, Wonwoo tahu ia akan menyerang Mingyu dan mengingatkan pria itu hidupnya tidak berakhir. Tapi setelah Mingyu menceritakan pengalamannya, ia harus mengakui hidup Mingyu memang berakhir pada suatu level.

Setelah keintiman malam sebelumnya, sangat sulit untuk memunculkan kembali amarah yang Wonwoo pertahankan begitu lama. Inilah yang ia takutkan.

Bayangan Mingyu meminta seorang asing mengungkit tanda permanen di kulitnya membuat Wonwoo merasa sangat emosional. Sebelum menyadari apa yang ia lakukan, Wonwoo berdiri dan mendekati Mingyu. Ia menyelipkan diri di antara pria itu dan jendela, rahang Mingyu tampak kaku, pria itu menatap Wonwoo dengan waspada.

Sambil mengarahkan pandangan ke lengan Mingyu, Wonwoo kembali melepas tangan yang terlipat begitu erat itu. Ia memegang lengan bertato dan menariknya lagi, membalikkan lengan itu supaya bisa melihat tato tersebut. Dengan jarinya Wonwoo menelusuri garis-garis itu, merasakan bekasnya di kulit Mingyu, selamanya ditandai tanggal kematian kakaknya.

Saat itu, rasa bersalah Mingyu menyelubungi Wonwoo dan terasa amat mencekik hingga ia melangkah mundur, membiarkan lengan Mingyu terkulai. Kepanikan bergolak dalam perut Wonwoo. Sesaat ia ingin menempelkan mulut di tato itu, mencium Mingyu di sana, mengurangi kepedihan pria itu... namun itu pernyataan yang belum siap ia lakukan.

Wonwoo merasa tegang, malam sebelumnya terlupakan dalam upaya menciptakan jarak antara dirinya dan pria ini. Ia mundur dan berkata, "Aku sebaiknya bersiap-siap untuk bekerja."

Ia masuk ke kamar mandi dan mengunci pintu. Lalu menyandarkan punggung ke pintu itu. Ia setengah berharap Mingyu memerintahkan supaya ia membuka pintu dan mengingat keengganan pria itu untuk mengakui tato tersebut. Namun tak ada yang terjadi.

Saat itulah Wonwoo mendengar pintu depan apartemennya dibuka serta ditutup dan tahu Mingyu sudah pergi, ia membiarkan diri merosot ke lantai dan air matanya pun mengalir.

Wonwoo bahkan tak yakin apa yang ia tangisi... tapi sekali ini bukan kesedihan untuk Hoseok; ini sesuatu yang lebih dalam dan sulit dimengerti. Membiarkan diri melihat kepedihan serta rasa bersalah Mingyu telah mengguncangnya. Dalam hati, di bagian kelam dan rahasia dirinya, kebenaran memalukan yang telah ia sembunyikan selama tujuh tahun kembali muncul.

Wonwoo sadar jika ia mengakuinya sekarang, itu akan menghancurkan segala sesuatu yang telah menopangnya sejak kematian Hoseok... dan jika ia tak memiliki itu, siapa dirinya?




Saat Mingyu menjauhi tempat tinggal Wonwoo, perutnya bergolak. Tato itu. Tentu saja Wonwoo akan melihat tato itu. Ia sedang mabuk saat membuat tato tersebut, dipenuhi rasa jijik dan menyalahkan diri sendiri. Rasa bersalah. Bagian jahat dalam diri Mingyu menyukai gagasan ia ditandai selamanya, supaya ia tak pernah lupa. Seolah itu mungkin terjadi.

Sesaat di sana, ia hampir membayangkan Wonwoo cukup tersentuh oleh tato itu sehingga dia akan... Dia akan apa? suara getir mengejek Mingyu. Bahwa Wonwoo akan memahami pengalamannya? Bahwa Wonwoo mungkin tak membencinya sedalam yang ia bayangkan?

Mulut Mingyu mengerang. Wonwoo tak akan pernah memaafkannya. Wanita itu jelas tak berminat membebaskannya dari rasa bersalah.

Dengan penuh tekad Mingyu menyingkirkan perasaan sayang itu kembali ke dalam kekelaman jiwanya yang rusak dan bersumpah jika hanya hubungan fisik yang akan ia dapatkan dengan Wonwoo, ia akan mengambilnya. Dan membiarkan Wonwoo pergi ketika wanita itu sudah puas. Meski pikiran itu membuat Mingyu ingin melayangkan tinju ke benda terdekat.




"Donat mini disajikan dengan kopi untuk hidangan penutup... dan buah ara manis sebagai pembuka... benar-benar kreatif..."

Wonwoo tersenyum lemah dan dalam hati mengumpat sendiri. Inilah yang ia nantikan, kesempatan untuk menunjukkan keahliannya di hadapan orang-orang yang bisa memajukan kariernya, namun ia tak bisa berkonsentrasi. Ia terlalu gelisah, sekujur tubuhnya gemetar karena tahu Mingyu hanya beberapa meter jauhnya di tengah kerumunan orang. Tamu-tamu telah selesai makan siang di tenda VIP dan keluar lagi untuk pacuan terbesar dalam tiga hari tersebut.

Wonwoo menyerah dari mencoba berkonsentrasi pada apa yang dikatakan tamu-tamu padanya dan menggumakan terimakasih serta memohon diri, kembali mengumpat dirinya karena begitu gelisah. Ia berbalik untuk kembali ke tenda utama, memastikan segala sesuatu siap untuk perayaan tak terelakkan setelah pacuan dan langsung menubruk dinding baja.

Mingyu.

Wonwoo mendongak. Mingyu memegangi lengannya dan kaki Wonwoo terasa lemas. Tatapan Mingyu menelusurinya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Tubuh Wonwoo serasa meleleh. Ia mengingat that itu dan jantungnya serasa diremas.

"Gwencana?"

Membutuhkan waktu untuk menyadari pertanyaan Mingyu. Wonwoo terlalu dikuasai reaksinya terhadap pria ini. Dengan kaku ia mengangguk lalu menyadari Mingyu sedang berdiri bersama pasangan lain. Sang pria tinggi, setinggi Mingyu. Ada kemiripan mengejutkan meski Wonwoo tahu dia bukan salah seorang kakak Mingyu. Seorang wanita berdiri di samping pria itu, tangan sang pria memegangi lengan wanita itu dengan posesif, hampir sama dengan cara Mingyu memegang lengannya. Baru sesaat itulah Wonwoo menyadari ketegangan di antara kedua pria itu.

TBC

A Shadow of Guilt (Meanie)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang