Lima

1.3K 66 0
                                    

BRUKK... Tubuh Arkana terhuyung ke tanah. Dengan tangan masih mencengkram erat dadanya. Nafasnya terasa sesak. Sulit baginya untuk mendapatkan oksigen. Sekalipun dia sudah menarik nafas dalam-dalam, tapi sia-sia karena yang dia rasakan tak ada sedikitpun udara yang masuk ke paru-parunya. Pandangan matanya mulai buram. Kepalanya terasa berat.

"Ya ampun, Ar. Loe kenapa? Ya ampun." Dania panik mendengar sesuatu terjatuh. Dengan segera ia menghampiri Arkana yang tergeletak di tanah.

"Gue nggak pa-pa. Mending loe nggak usah peduliin gue. Pergi aja loe!" Sentak Arkana menepis kasar tangan Dania, lalu kembali berdiri walaupun tidak terlihat tegap.

"Loe tu kenapa sih? Gue kan cuma mau nolongin loe. Emang salah?!" sungut Dania. Amarahnya sudah terpancing oleh perkataan Arkana.

"Gue nggak butuh loe peduli sama gue!! Uhuuk..uhuuk.. Gue bisa urus diri gue sendiri! Uhuuk..uhuuk.." Ucapan Arkana beberapa kali terpotong karna dia batuk. Karena jika dia berbicara, dadanya akan terasa semakin sakit.

"Di dunia ini nggak ada orang yang bisa hidup sendirian. Semua orang butuh bantuan orang lain. Termasuk loe." Nasehat Dania sambil memegang bahu Arkana sangat erat. Kepalanya sedikit mendongak untuk menatap Arkana yang jauh lebih tinggi darinya.

"Itu pendapat loe, bukan gue!! Jadi nggak usah sok peduli!!" Arkana menepis tangan Dania kasar, lalu melanjutkan langkah kakinya meninggalkan Dania.

Langkah Arkana tampak sempoyongan, seperti orang yang tidak bertenaga. Tapi memang itulah keadaannya. Kini tubuhnya terasa lemas.

Ketika pemuda tampan itu telah melaju meninggalkannya, Dania kembali duduk bersandar pada pohon seperti sebelumnya. Kepalanya mendongak, menerawang jauh ke arah langit tampak gelap. Ia menghembuskan nafas panjang, menetralkan pernafasan dadanya yang terasa sesak.

"Ar.. Ar.. Sebenernya kenapa sih? Loe bisa jadi kayak gini? Kenapa loe bisa berpikiran kayak gitu? Gue cumq peduli sama loe. Apa itu salah?" Gumamnya sembari membayangkan wajah Arkana yang tampak ketus dan dingin.

********************

Selama perjalanan pulang, Arkana terus mencengkram dadanya keras. Sedangkan tangan kanannya masih menarik gas motornya. Hatinya sedikit lega ketika menyadari bahwa dia sudah sampai di rumahnya. Tapi seketika rasa sesak kembali hadir ketika ia melihat mobil papanya sudah terparkir di depan rumah.

KREKK.. Pemuda tampan ini membuka pintu utama rumahnya. Tubuhnya yang masih terasa lemah bersandar pada pintunya. Keadaan yang setengah sadar membuatnya tidak dapat melihat yang ada di hadapannya dengan jelas.

"Darimana saja kamu?! Jam segini baru pulang. Badan babak belur gitu. Berantem lagi?! Dasar anak nggak tau diri!!" Ucap seorang pria paruh baya yang berdiri tegap di hadapan Arkana.

PLAKK.. Satu tamparan keras mendarat di pipi Arkana, tentu dengan keadaannya yang lemah tubuhnya langsung tersungkur jatuh. Tatapan tajam dia dapatkan dari pria itu.

"Bukan urusan papa, kan? Yang ada dipikiran papa kan cuma uang dan uang. Jadi nggak usah mikirin aku." Sentak Arkana berdiri. Tangan kiri berpegang pada pintu agar dia bisa berdiri dengan tegak.

"Apa kamu bilang? Saya itu papa kamu. Seharusnya kamu jaga sikap kamu!!" Sergah Wisnu, papa Arkana yang tersinggung dengan nada bicara anaknya itu.

"Emangnya papa ngajarin apa sama aku? Bukannya papa cuma ngajarin aku cara berantem dan kekerasan?" Sahut Arkana tidak mau kalah. Yah, walaupun nafas semakin memburu. Wajahnya pun semakin memucat.

"Berani sekali kamu berbicara begitu. Dasar anak tidak tau diuntung!!" Tangan Wisnu siap menampar Arkana untuk kedua kalinya, tapi gagal saat dua orang datang menghampirinya.

ARKANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang