02. Perihal Prioritas

80 14 11
                                    

Pasangan dan prioritas.
Menurut kalian, apa keduanya hanya ditujukan untuk satu orang yang sama?

-

Berpura-pura. Mencari pelarian. Manipulatif.

Kalimat itu terus berulang di benaknya, membuat ia meringis lagi. Arumi sudah memikirkan semua ini sejak awal. Semuanya sudah dia putuskan secara matang-matang. Walaupun nyatanya ia malah memanfaatkan seseorang demi orang lain pula. Seharusnya, keputusannya ini tidak akan menjadi rumit jika memang semua pihak setuju. Namun, nyatanya lagi, keputusan ini diambil secara sepihak olehnya. Ia memang sudah memberi tahu pada seseorang yang terlibat, tetapi tetap saja ia hanya sebatas memberi tahu tanpa menunggu persetujuan orang tersebut. Bukan tanpa alasan ia melakukannya, ini semua karena ia merasa berutang budi selama ini dan juga karena sebuah fakta yang terkuak tepat setahun yang lalu, ia jelas tidak memiliki pilihan lain.

Entahlah, kepalanya sakit bila memikirkan semua hal ini. Apalagi ini menyangkut perihal hati. Melelahkan. Dan berpura-pura untuk terlihat biasa saja walaupun hatinya sendiri juga ikut terluka, justru membuat rasa lelahnya berkali-kali lipat.

Lalu, pikirannya tiba-tiba tertuju pada kejadian di parkiran seminggu yang lalu. Membuat rasa bersalahnya pada Tala timbul lagi. Setelah melontarkan pertanyaan atau tepatnya pernyataan yang menyesakkan itu, Tala langsung berubah kembali menjadi dirinya yang tengil dan konyol hanya dalam hitungan detik. Tala bahkan langsung melemparkan godaan, walaupun Arumi masih dapat menangkap getaran pada suaranya. Padahal, Arumi tahu pemuda itu terluka dan ia juga paham, bahwa ia yang menjadi alasan pemuda itu terluka.

Namun, jika boleh jujur, hal ini bukan sepenuhnya salahnya. Karena faktanya, Tala sendiri yang sudah menawarkan diri sebagai tempat pelarian untuk Arumi dan Arumi yang memang butuh seseorang untuk menyempurnakan tujuannya tentu tidak menolak. Ini benar-benar faktanya, walaupun terdengar seperti sebuah bentuk pembelaan semata.

"Kenapa hidup gue drama banget sih!" gerutunya sebal sendiri, ia kemudian memukul pelan sisi kanan kepalanya.

Pikirannya benar-benar penuh akhir-akhir ini dan dia butuh sesuatu untuk menyegarkan pikirannya sekarang. Ia teringat masih menyimpan sekotak es krim di lemari pendingin. Maka dari itu, Arumi buru-buru menutup buku pelajaran ekonomi yang berserakan di atas meja belajar, karena tadinya ia memang sedang mengerjakan tugas sembari memikirkan semua hal melelahkan itu. Setelah semua buku sudah ia bereskan, Arumi mematikan lampu belajar, meraih ponsel yang terletak di nakas dan segera berlalu menuju dapur.

Saat keluar kamar, netranya menelusuri setiap jengkal rumah yang tampak sepi itu, tidak ada siapapun selain dirinya di sini. Ah ... tidak, bukan tampak sepi melainkan memang selalu sepi. Setidaknya, suasana ini jauh lebih baik.

Dulu, rumahnya tidak selalu sepi begini, karena sesekali terlihat ramai walau yang terdengar hanyalah teriakan yang saling bersahutan jika dua orang itu tiba di waktu yang bersamaan, kadangkala lemparan barang atau bahkan suara pukulan yang disusul pekikan beserta isak tangis. Beberapa tahun bertahan dengan suasana tidak harmonis itu, setahun yang lalu dengan tiba-tiba semuanya berakhir begitu saja. Semuanya mendadak berubah dan ia yang terpuruk benar-benar ditinggalkan sendirian.

Lagi-lagi ia mendesah lelah seraya menuntun langkahnya memasuki dapur yang ada di balik sekat kaca, berbatasan langsung dengan ruang tv. Ya, Arumi lebih suka menyebutnya ruang tv daripada ruang keluarga. Memangnya untuk apa ia menyebut ruang keluarga, jika nyatanya hanya ada dirinya sendiri yang selalu duduk di sana.

1432, Tala!Where stories live. Discover now