Nde?

4.1K 498 119
                                    

“Wajahmu ditumbuhi dengan rasa penasaran, apa kau ingin bertanya?” Lisa sebenarnya merasa gugup kenapa Rosie terus menopang dagu sambil menatap dirinya menyetir sedekat ini. Namun wajah datar yang sering ia pakai selalu bisa menutupi rasa sebenarnya.

“Jadi aku boleh bertanya?” Rosie semringah, mulutnya baru saja akan keluar kata ketika Lisa lebih dulu bicara.

“Kau ingin bertanya tentang kaki palsuku?” Semua wanita yang ‘hampir’ dekat dengannya punya pertanyaan sama. Kenapa dengan kakimu?

“Aku sebenarnya ingin bertanya apakah penismu putus atau tidak.”

Ohoks!

Lisa menutup mulut, tersedak oleh ludah sendiri. Kaget dengan pertanyaan Rosie yang sungguh tak pakai basa-basi. Lalu dengan semua kesempatan bertanya, kenapa pula harus tentang penisnya yang baik-baik saja?!

“Tidak. Ekhem!” Lisa coba edarkan arah, kemanapun selain pada Rosie. Ia pura-pura fokus pada jalanan depan meski tampang datar telah roboh oleh malu kemerahan.

“Benarkah?”

“Iya,” Lisa berbisik, malu mengungkap, kurang merah apalagi mukanya itu, kuping saja rasanya bisa mengepul karena rasa malu.

“Apa aku boleh pegang sebagai bukti?” Rosie meletakkan telapak tangan pada paha Lisa,  siap merambat ke tengah sana. Namun ia menunggu jawaban dari wanita yang kini mukanya merah menyala hampir keluarkan api naga.

“Tidak!” Lisa menjawab tegas,  untung saja keahliannya menyetir sangat bagus, ia bisa-bisa menabrakkan diri jikalau pertahanan roboh hanya karena sentuhan tangan Rosie di pahanya.

“Oh, baguslah kalau begitu. Aku takut kau akan membawaku ke kantor polisi karena membuat penismu putus.” Rosie memberi cengiran, pasang tampang polos. “Jadi kau masturbasi?”

“Yah!” Lisa spontan berteriak, ia bukan wanita yang gampang emosi. Tapi jelas Rosie pintar mengundang kesal berlebih. Kenapa dia harus terus membahas tentang penis dan hal mesum lainnya?!

“Ops,” Rosie pura-pura terkejut, menutup mulut dengan dramatis, tapi memberi lisa cengiran manis.

“Aku hanya bertanya, sayang. Tidak perlu emosi seperti itu,” Rosie mendekat dengan sengaja, menarik ujung kaos Lisa lantas mencium sekilas pipi wanita itu.

“Ka-kau,” Lisa pegang pipi seolah baru saja kena setrum, tangan gemetar dan konsentrasi terasa buyar. Lihat, kan?! Kelakuan dia! Kenapa pula Lisa merasa gugup hanya karena sebuah ciuman pipi. Lagipula itu mungkin gestur biasa seperti Rosie memperlakukan setiap orang yang menyewanya.

“Kau sangat lucu,” Rosie mencolek pipi Lisa yang tengah memerah, mencoba buang muka tapi yang ada dia malah salah tingkah. Ia gemas luar biasa, dan entah kenapa tubuhnya kini ingin bersandar dengan gaya manja. Habisnya, suruh siapa Lisa punya bahu lebar seperti ini.

“Ro-Rosie,” Lisa melirik kepala sang gadis yang tengah nyaman bersandar pada bahunya. Ia ingin menjaga jarak sebab hati tengah menderam begitu keras, takut-takut detak ini terdengar lantas ketahuan.

“Kau tidak nyaman?” Rosie mengelus pipi Lisa, yang membuat wanita itu malah gemetar membuat bulu kuduk berdiri hingga telinga merah. Ia hampir saja semburkan tawa, namun melihat Lisa yang tahan diri untuk tak tergoda. Ia malah makin suka. “Kau akan membawaku kemana?”

“Ke rumahku lagi, semoga kau tidak bosan.” Lisa memutar setir, menahan badan tegang, ia berusaha untuk pertahankan diri.

“Apa kita akan melanjutkan yang belum selesai?” Rosie berbisik seksi, sengaja keluarkan nafas mengantar birahi. Meski yang ia dapat hanya Lisa tengah merinding sambil menggertak gigi.

“A-aku,” benar juga, sebenarnya untuk apa ia menginginkan Rosie lagi? “Aku sebenarnya ingin menjelaskan tentang kecoa kemarin. Itu ... hanya mainan.” Lisa buang muka sambil berdeham.

“Punyamu sendiri?” Rosie sungguh histeris hingga menangis, ia berlari sambil menabrak sana-sini sembari mencoba berpakaian ketika keluar dari rumah Lisa saat kejadian. Sungguh, kecoa membuatnya trauma. Serangga itu, diam saja sudah menakuti jiwanya.

“Iya, maaf. Aku memasang sendiri. Aku lupa melepasnya karena kedatanganmu sama sekali tak terencana. Jennie biasanya seperti lem yang menempel pada tubuh seseorang saat tidur, jadi aku sengaja memasang kecoa itu agar Jennie tidak tidur di ranjangku.” Lisa menjelaskan. Satu lampu merah lagi dan ia melaju memasuki komplek perumahan.

“Oh, Jennie juga takut kecoa?”

“Dia takut dengan banyak hal,” mengingat tentang Jennie, Lisa hampir saja pasang tampang ceria dan siap tertawa, namun kecanggungan tiba-tiba menahan hingga ia hanya diam. Apalagi tangan Rosie yang kini merambat merangkul lengannya.

“Begitukah, lalu kamu? Takut dengan apa?”

“A-aku ... entahlah.” Lisa buang muka, ia alihkan pandangan sambil perhatikan gerbang rumah telah depan mata. Ia tekan tombol hingga garasi terbuka.

“Wah, kita sampai.” Rosie melupakan percakapan, sebab ia segera buka pintu mobil tepat ketika Lisa menghentikan mesin. “Ayo, sayang. Kita bercinta.” Ia segera meyeret Lisa pergi memasuki, mengikat lengannya bersatu dengan wanita itu, lantas pasang tampang penuh senyum namun pikiran mesum.

“Ro-Rosie,” Lisa menahan langkah mereka menaiki tangga, ia sebetulnya bukan sedang ingin bercinta. Ia hanya ingin lihat muka, dan entah kenapa. Ia suka melihatnya, Rosie. Bunga mekar di malam hari.

“Wae? Apa kau berusaha menolakku, Lisa-ssi? Apa aku ini kurang cantik? Kurang seksi? Tubuhku kurang mulus?” Rosie melepas tangan, ia bersedekap dengan tatap penuh tantangan. Memancing Lisa agar wanita itu kalah cakap dengannya.

Anyea, bukan maksudku seperti itu. Aku hanya merasa lapar, kau bisa masak sesuatu untukku?” Lisa menarik alis ke atas penuh harap, semoga tampang anak ayamnya berhasil membuat alasan.

Nde?!



masa udah siap tempur begini malah suruh masak?!

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

masa udah siap tempur begini malah suruh masak?!









Be With Me (END)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora