Untitled Part 6

2.5K 477 129
                                    

Beralih ke car free day,  Adelia kini berjalan santai setelah lari setengah lap.  Iya,  jalanan ijen itu diputari Adelia,  lalu berhenti kemudian berjalan.  Dia sudah tidak bisa melihat Adimas dan Oriel.

Karena menjadi obat nyamuk tadi,  Adelia berusaha meninggalkan Tama dan Sherina,  sementara dua orang tersebut hanya berlari kecil, dengan niat memutari full jalanan Ijen. 

"Loh,  Delia."

Delia menoleh dan menemukan seniornya.  "Oh, mas Abi. Apa kabar ?" kata Delia tanpa mengulurkan tangan. 

"Baik dong,  tumben lihat Delia di sini. "

"Iya,  tadi ikut tetangga jalan-jalan.  Mas Abi sendirian?"

Yang dipanggil Abi itu menggeleng, "Nggak, sama yang lain. Cuman yang lain masih lari. Gimana kabarnya?"

Mas Abi ini seniornya yang kebetulan sudah lulus kuliah tahun lalu, lumayan kenal sama Adelia soalnya dulu waktu semester 1 dan 2, pernah sekelas. Biasa manusia senior suka mengulang, walaupun lulus tepat waktu, 4 tahun.

"Baik." lalu Adelia tersenyum. 

"Tahu Zera nggak? Teman seangkatanku? Hari ini dia resepsi di Sasana Krida." 

Adelia mencoba mengingat teman seangkatan seniornya yang bernama Zera ini, sebelum akhirnya mengangguk, saat ingat. "Loh, mbak Zera menikah?"

"Iya. Makanya aku balik ke sini hari ini, padahal udah kerja di Jogyakarta." 

"Siapa Dek?" Suara Oriel membuat Adelia menoleh ke belakang.  

Adelia bisa melihat peluh di muka Oriel maupun di muka Dimas, dilihat juga dari jam larinya yang kira-kira 30 menit, mengisyaratkan bahwa dua orang ini berlari cukup cepat. Padahal jalanan Ijen lumayan panjang. Dia saja lari separuh lap saja sudah lelah. "Senior Mas. Mas Abi, ini Mas Oriel, tetanggaku. Mas Oriel ini, Mas Abi seniorku." Kata Adelia. Melewatkan Dimas yang berdiri tegak di sebelah Oriel.

"Oriel." kata Oriel mengulurkan tangan, dan pria bernama Abi itu menjabat tangan Oriel, dan berkata "Habibi, panggil aja Abi."

Dimas juga tidak mengenalkan diri, kan si Adelia tidak mengenalkan dia juga. Jadi kayak nyamuk, tapi ya sudahlah. 

"Adek, ayo cari makan." ajak Oriel..

"Oh iya. Kalau gitu pamit dulu mas. Salam buat mbak Zera." Lalu Adelia tersenyum, sebelum tiba-tiba menggandeng Oriel.

Dimas mengerutkan alisnya. Bukan karena Adelia menggandeng Oriel, karena sudah sering Dimas melihat Adelia menggandeng Oriel. Adelia anaknya memang cepat lengket sama orang. Kayaknya siapa saja digandeng Adelia deh, kecuali dirinya. 

Ngomong-ngomong alasan Dimas mengerutkan alis adalah, karena dia merasa pangling saat melihat Adelia tersenyum. Antara karena dia tidak pernah lihat Adelia tersenyum atau memang senyumnya Adelia itu manis? 

Setelah sedikit jauh berjalan, Oriel menoleh ke belakang, dan tidak melihat orang yang namanya Abi itu. "Mukamu tadi risih banget, makanya aku sama Dimas samperin. Tak pikir orang yang minta kenalan." Ucap Riel. 

"Nggak risih sih, cuman nggak enak aja kalau ketemu senior gitu. Mau makan apa kita mas?" tanya Adelia sambil menatap Oriel. 

Oriel yang kebetulan menjadi seorang obat nyamuk tapi diposisi aneh seperti ini, mau tidak mau mencoba menjadi penengah. "Mas mau makan apa?"

Dimas menaikkan pundaknya.  "Mana aja boleh.  Belum begitu laper benernya.  Mau jalan-jalan dulu nggak?"

"Boleh, Adek gimana?"

Perumahan Bahagia ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang