Untitled Part 25

2.2K 416 64
                                    

Sebelum pulang ke kosan,  Milena,  Dipta dan Tira memutuskan mampir ke tempat makan bernama Illy Cafe,  atau lebih terkenalnya dengan nama Lai Lai.  Pusat perbelanjaan makanan impor,  yang mana disebelahnya ada cafe bernama illy. 

Makanan yang dijual beraneka ragam,  yang paling populer itu pastanya dan juga pancakenya. 

Sehingga Milena memesan pancake tuna,  sementara Dipta pasta cheese Bayam,  sementara Tira memilih sandwich.  Yang katanya sehat,  karena dia calon dokter. 

"Tumben loh kita bertiga jalan bareng." kata Tira sambil mengaduk americano miliknya.  No sugar no calori. 

"Biasanya jarang ketemu ya,  mas Tira." ujar Milena seraya mencicipi ice cream cheese cake miliknya.  "Kayak kita ini udah rumah terpojok,  terus jarang kumpul."

Dipta mengerutkan dahinya.  "Bukannya rumah terpojok itu Indrani, sama kita ya Milena?"

"Iya sih,  cuman mbak Indrani itu deket sama semuanya gitu loh.  Jadi kayak kita doang yang jarang kumpul. " ujar Milena sambil tersenyum manis. 

Tira menganggukkan kepalanya.  "Safira itu juga jarang kumpul. Kayak pulang kerja tidur berangkat,  gitu terus kecuali sabtu minggu.  Persis kita."

Dipta kini menganggukkan kepalanya.  "Oh gitu."

"Lain kali kita keluar bertiga gini lagi aja ya." ucap Milena.  "Sekali-kali menjauh dari mas Randi.  Kalau ngumpul sama dia isinya kapal terus."

Tira tertawa mendengar keluhan Milena.  "Dia kan tim sukses. Padahal yang dijodohin kan belum tentu suka.  Udah persis kayak tingkahnya bapak-bapak separuh baya yang pengen lihat anaknya punya jodoh.  Semuaaaaa aja dijodohin."

Kini giliran Dipta yang tertawa.  "Aku juga ngerasa gitu, tapi Adimas sama Adelia bener kok. Kode lampu hijau sudah ada. Jadi dia tim sukses yang beneran sukses."

Milena hanya menganggukkan kepalanya.  "Ya bagus sih kalau yang dijadiin itu bisa jadi, nah kalau nggak?"

Milena sih selalu merasa kalau ada yang disembunyikan Randi kalau mereka lagi kumpul.  Padahal jelas-jelas dia naksir Dipta,  tapi rasanya selalu seperti dijauhkan. Makanya dia skeptis sama Randi. 

"Ya sukseskan sendiri lah." kata Tira.  "Kayak aku,  nggak dapat restu Randi,  jalan sendiri." lalu Tira mengerling. 

Milena mengerjapkan matanya.  Tidak mungkin kalau Randi tidak merestui Tira dan Lulu--atau jangan-jangan bukan Lulu? "Memang siapa yang tidak direstui Randi?"

"Ada deh,  ngapain kamu tahu Mil?"

Milena lalu memutar otak,  bagaimana caranya mendapatkan jawaban yang dia mau.  "Y--ya kalau misalnya kamu seneng Lulu kan, aku bisa kasi tips and trick gitu."

"Bukan lulu kok."

Mampus, siapa nih? Kalau katanya butuh restu Randi, berarti orang dalam perumahan kan, masa--

"Sherina?" kata-kata Dipta membuat Milena dengan cepat menoleh ke arah Tira. 

"Beneran Sherin?"

Tira menggeleng dengan pelan.  "Kalian itu makanya jangan sering ngambil kesimpulan sendiri. Apa-apa nuduh,  ngomong apa ngiranya apa."

Dipta hanya terkekeh.  "Habis kamu dekat dengan Sherina,  jadi kupikir dengan Sherina. Lulu juga bukan ya?"

Tira sekali lagi menggeleng. "Hidupku kan nggak penting. Ngapain kalian ngurusin hidupku?"

Milena hanya bisa mencebik mendengar kalimat tersebut.  "Kita keluarga,  mas Bro.  Satu perumahan itu keluarga."

Kini giliran Tira yang terkekeh.  "Kamu tahu nggak,  kenapa developernya ngasih nama perumahan yang kita tinggali itu perumahan bahagia?"

Perumahan Bahagia ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang