Syahirah 2 || BAB 4

258 14 0
                                    

"Maaf bu saya terlambat," Azra baru saja sampai dikelas pukul setengah delapan pagi. Syahirah menoleh dan mendapati anak muridnya yang terlihat sangat pucat pasi, dan begitu terengah-engah. Syahirah mendekati anak muridnya itu. Deru nafas Azra begitu tercekat, tidak normal seperti biasanya.

"Kenapa kamu terlambat? Terus wajah kamu pucat sekali, kamu sakit?" Syahirah mengulurkan tangannya untuk menyentuh kening Azra. Memeriksa keningnya panas atau tidak. Setelah memeriksa, Syahirah kembali menarik lengannya.

Kening Azra tidak begitu panas. Tapi, wajahnya pucat sekali, bibirnya juga kering dan membiru. Syahirah terus memerhatikan wajah anak muridnya. Mata Azra berkunang-kunang. Pandangannya tidak fokus dan akhirnya buram. Azra jatuh pingsan. Untung saja ada Syahirah yang berdiri di depannya segera sigap untuk menopang tubuh anak muridnya yang jauh lebih besar dari tubuhnya.

Syahirah melihat anak muridnya yang lain hanya memerhatikan saja meskipun wajah mereka terlihat khawatir dan ada juga beberapa yang tidak peduli.

"Kok, kalian hanya melihat saja? Teman kalian pingsan, lho. Ayo bantu ibu bawa Azra ke UKS!" Barulah dua hingga tiga murid laki-lakinya membantunya membawa Azra ke UKS. Syahirah sangat khawatir dan panik. Salah satu murid perempuan datang mendekatinya.

"Bu, Azra sebenarnya punya penyakit asma. Dia enggak boleh kecapekan. Makanya setiap pelajaran olahraga dia enggak pernah ikut." jelas anak murid perempuannya. Syahirah baru mengetahui hal itu setelah satu tahun lamanya mengajar dan lima bulan menjadi wali kelas dikelas XI IPA 3, kelas yang sekarang sedang ia ajar.

"Makasih ya Vio, udah kasih tau ibu."

"Iya bu, sama-sama." Anak murid perempuannya yang bernama Vio itu duduk kembali ke tempatnya. Syahirah segera menyusul Azra setelah izin pergi ke UKS ke anak muridnya.

Syahirah melangkahkan kakinya dengan begitu cepat menuju UKS. Kedua tangannya tertaut. Ia sangat cemas, gelisah, dan khawatir. Syahirah takut terjadi apa-apa dengan anak muridnya. Karena jarak UKS lumayan jauh dari kelasnya, Syahirah berlari kecil.

Saat Syahirah masuk ke dalam UKS. Ternyata Azra sudah ditangani oleh dokter yang sengaja dipekerjakan oleh pihak sekolah, tapi anak muridnya itu masih tidak menyadarkan diri. Setelah menunggu beberapa menit, Azra masih tidak menyadarkan diri dan akhirnya dibawa ke rumah sakit. Untung saja letak rumah sakit tidak begitu jauh dari sekolah.

"Kalian bertiga kembali ke kelas. Ibu mau ke rumah sakit. Kalian kerjakan soal halaman tiga puluh, dikumpulkan ke ketua kelas. Ini amanah! Tolong sampaikan ke murid-muridnya lainnya, ya?!" kata Syahirah ke ketiga anak muridnya. Setelah itu, Syahirah pergi menyusul Azra yang sudah dibawa ke dalam mobil ambulans.

***

Dirumah sakit, tidak sengaja Syahirah bertemu dengan Alea. Ternyata sahabatnya sekaligus iparnya bekerja di sana. Dirumah sakit Cipto Mulia. Alea adalah doketer yang menangani anak muridnya. Perempuan itu juga sangat profesional. Menempatkan dirinya sebagai dokter saat dirumah sakit dan menjadi dirinya sendiri saat di luar lingkungan rumah sakit.

Syahirah tidak bisa duduk dengan tenang saat itu. Ia juga sudah menghubungi keluarga Azra. Tapi, keluarganya belum ada yang datang, termasuk kakak laki-lakinya yang sering dibicarakan oleh Azra.

Tidak lama kemudian Alea keluar dari dalam ruangan, menghampiri Syahirah yang terlihat sangat khawatir. Alea memegang kedua bahu Syahirah sambil tersenyum.

"Nggak usah khawatir gitu bu Syahirah. Pasien yang bernama Azra baik-baik saja, sebentar lagi juga akan siuman."

Syahirah menggenggam tangan Alea. "Makasih ya, udah langsung menangani anak murid aku. Aku takut dia kenapa-kenapa."

"Tapi, dia nggak kenapa-kenapa Sya. Azra baik-baik saja. Sudah di infus juga. Kalau gitu, gue tinggal dulu, ya? Kalo lo mau jenguk, masuk aja." Syahirah mengangguk. Alea pun pergi melanjutkan pekerjaannya lagi diruangan lain.

***

Azra sudah diperbolehkan untuk pulang. Syahirah berucap syukur. Ia sangat lega mengetahui kondisi anak muridnya yang sudah tidak seburuk tadi. Sudah mulai membaik. Setelah dokter keluar untuk memeriksa Azra terakhir kali, Syahirah duduk dibangku yang ada di samping bangsal.

"Kamu beneran udah baikan? Mau pulang sekarang?" tanya Syahirah. Meskipun ia merasa lega, tapi ia masih merasa khawatir.

"Maafin saya ya, bu? Karena saya, ibu jadi meninggalkan kelas." kata Azra yang sangat merasa bersalah dan menyesal karena sudah menyusahkan gurunya.

"Enggak apa-apa, Azra. Sebentar lagi kakak kamu ke sini, sekarang dia lagi ngurusin administrasinya." kata Syahirah. "Zra, ibu izin ke toilet dulu ya?" Setelah mendapat anggukan dari anak muridnya, Syahirah beranjak dari tempat duduknya dan keluar dari ruangan menuju toilet.

Saat Syahirah keluar, kakak laki-lakinya Azra masuk ke dalam menemui adiknya yang sudah bisa pulang.

"Mana guru kamu?" Azka melihat sekeliling ruangan. Tapi, ia tidak menemukan seorang perempuan. Saat masuk ke dalam juga dia tidak melihat ada orang, kecuali Azra seorang diri.

"Bu Syahirah izin ke toilet." Azra memposisikan dirinya menjadi duduk. Ia menurunkan kedua kakinya sehingga kakinya menggantung. "Tunggu bu Syahirah kembali dulu ya, bang?" Azka mengangguk dan duduk dibangku yang ada di dekat bangsal sambil memainkan handphone-nya.

Saat ingin kembali ke ruangan Azra dirawat, tidak sengaja bahu Syahirah bertabrakan dengan bahu orang lain. Karena saat itu Syahirah sedang membalas pesan dari suaminya dan orang yang menabraknya sedang melihat-lihat daftar nama pasien yang akan ia tangani.

Syahirah mendongak melihat kearah orang yang ia tabrak dengan tidak sengaja, begitu juga dengan orang tersebut. Syahirah sempat tercengang saat mengetahui orang yang bahunya berbenturan dengan bahunya sebelum akhirnya Syahirah menjadi gugup dan canggung. Orang itu juga sama seperti apa yang dirasakan oleh Syahirah, tapi di detika selanjutnya orang tersebut langsung bersikap biasa saja. Orang itu adalah Azki.

"Assalamu'alaikum, Sya. Apa kabar?" kata pertama yang keluar dari mulut laki-laki itu.

"Wa'alaikum salam, alhamdulillah baik. Kamu?"

"Alhamdulillah. Kamu kok, ada di sini? Emang nggak ngajar?" Azki tahu Syahirah bekerja sebagai pengajar sekaligus pendidik itu karena dari seragam gurunya yang dipakai oleh perempuan itu.

"Lagi nemenin Azra. Salah satu anak murid aku. Tadi dia pingsan." Syahirah menjelaskannya dengan terbata-bara. Sedikit canggung. "Kalau gitu, aku permisi dulu ya? Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikum salam." Azki memerhatikan punggung Syahirah yang pergi berlawanan arah dengannya.

***

Selama di dalam mobil bersama Azra dan kakak laki-lakinya. Syahirah tidak banyak bicara. Syahirah hanya terdiam. Posisi Syahirah berada di belakang. Ia duduk dibangku bagian belakang penumpang. Sedangkan Azra berada di samping kakaknya yang sedang mengemudi.

"Kok, ibu dari tadi diam aja? Ada apa, bu?" Azra melihat gurunya melalui spion depan. Syahirah sempat melihat Azra melalui spion depan juga. Sedetik kemudian Syahirah membuang pandangan kearah lain.

Syahirah menggeleng lalu tersenyum simpul. "Enggak ada apa-apa, Zra." Syahirah sebenarnya sedang memikirkan pertemuan singkat dengan Azki tadi dirumah sakit.

Sekitar empat tahun lamanya tidak bertemu dengan Azki. Terakhir kali saat dirinya sedang dirawat dirumah sakit pada waktu itu. Azki datang bersama Dino untuk menjenguknya. Tapi, malah berakhir dengan pembicaraan yang cukup menyakitkan dan menyedihkan. Lalu, semenjak itu Azki tidak pernah menampakan dirinya lagi dan tidak ada kabar. Akan tetapi, hari ini Syahirah bertemu dengan laki-laki itu dengan keadaan dan suasana yang berbeda. Iya, berbeda.

Syahirah yang sudah memiliki suami dan memantapkan hatinya untuk mencintai Aldo. Sedangkan Azki, laki-laki itu masih berdiri di tempat yang sama. Hatinya masih sama seperti dulu. Azki belum menemukan perempuan lain untuk menggantikan Syahirah dihatinya. Meskipun Azki sudah berusaha semampunya untuk melupakan Syahirah.

Syahirah 2: Aldo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang