Zaza Fadea Inala

709 180 374
                                    

Aku berjalan melangkahkan kaki keluar dari kelas bersama seorang temanku yang bernama Ola. Maksudku, teman baru. Aku adalah murid pindahan dari SMA Lentera. Aku dan Ola berjanji akan pulang bersama tadi ketika pelajaran pertama.

Alasan aku pindah sekolah adalah karena bundaku bercerai dengan ayahku. Dan ... ia ingin menjauh dari ayahku. Aku terpaksa ikut bunda karena hanya itu yang aku punya. Jika aku mengikuti ayah, aku akan hidup bersama ibu tiri. Itu sangatlah akan mengganggu jiwa serta batinku.

"Zaza!" panggil guruku tiba-tiba.

Aku menoleh ke belakang dan segera menghampiri Bu Ratih-guru bahasa Indonesiaku-yang masih duduk di dalam kelas. Padahal ini sudah waktunya pulang.

"Maaf, Bu. Ada apa ya?" ucapku dengan membungkukkan badan sedikit diikuti dengan Ola.

"Ini, tolong kamu dan Ola antarkan ini ke rumah Laney," ucap Bu Ratih sambil memberikan satu buah amplop berwarna kecokelatan.

Sontak Ola langsung berjalan mundur bersembunyi di belakang badanku.
"Ke Laney, Bu?" tanya Ola.

Bu Ratih mengangguk. "Kamu tahu kan di mana rumah Laney?" tanya Bu Ratih.

"Tau sih, Bu. Tapi kalo buat nganterin ini, saya nggak berani, Bu," balas Ola.

Aku mengerutkan dahiku heran seolah bertanya kenapa Ola tidak berani?

"Ibu tahu kamu pasti tidak mau, kalo begitu kamu temankan Zaza untuk mengantarkan surat ini, ya? Nih, Za! Tolong ibu ya, Nak," ucap Bu Ratih memberikan sembari melempar senyuman.

Aku membalas senyuman Bu Ratih dan mengangguk. Segera kuambil amplop itu dan memasukkannya ke dalam ranselku yang berwarna hitam.

"Kalo begitu, saya dan Ola pamit pulang dulu ya, Bu," ucapku sembari menyalami lagi tangan Bu Ratih.

"Jangan lupa diantar suratnya ya, Ola, Zaza!" ucap Bu Ratih mengingatkan.

Aku dan Ola mengangguk. Kemudian berjalan menuju luar kelas.

"Za! Lo kenapa ambil surat itu?" tanya Ola dengan sedikit kerutan di dahinya.

Aku menatapnya dengan aneh. "Kenapa? Kan nolongin bu Ratih," ucapku. Entah apa yang membuat ia jadi seperti itu. Apa salahnya mengantarkan surat ini ke rumah Laney? Toh, aku tak akan di penjara, kan?

"Pokoknya nanti gue nunggu di mobil. Gue nggak mau ikutan anterin surat itu ke rumah Laney." Ola mengangkat kedua tangannya di samping telinganya.

"Terserah." Finalku.

。‿。‿。‿。

"Eh!"

Ola menghentikanku yang ingin membuka pintu mobil.

Alisku menaik sebelah melihat sikapnya yang begitu takut jika aku langsung ke rumah Laney.

Ya, aku sudah sampai di depan rumah besar warna putih milik seseorang bernama 'Laney' yang ditakuti Ola. Rumahnya bersih, ada taman mini di depannya. Serta dua pohon rindang. Pemilik rumah ini sepertinya ramah. Mungkin.

"Nanti kalo udah antar surat itu, lo langsung pulang, ya! Atau taruh aja di depan pintu, abis itu lo lari ke mobil gue. Pokoknya jangan sampe Laney berhadapan sama lo kalo mau nyawa lo masih ada." Ola berucap panjang lebar membuatku malas untuk mendengarkannya.

ALANEYWhere stories live. Discover now