03 - Musuh Baru

301 125 86
                                    

Seorang wanita paruh baya memasuki ruangan kelas XI IPA 2 dengan tergesa-gesa. Terpampang jelas pada nametag yang ia gunakan. Delima Purahayu, Spd.

"Selamat pagi, semua! Maaf, Ibu telat. Tadi harus ngantar anak Ibu terlebih dahulu," ucap wanita bernama Delima tersebut menjelaskan maksud dari keterlambatannya.

Matanya kini beralih pada seorang perempuan yang duduk paling depan. Perempuan itu mengenakan seragam yang berbeda. Tampaknya perempuan itu murid baru.

"Kamu yang pake baju hijau, murid baru?" tanya Bu Deli.

Perempuan itu mengangguk. "Iya, Bu. Nama saya Zaza Fadea Inala," ucapnya seraya memperkenalkan diri.

"Silakan ke kantor sekarang. Tadi bu Ratih menyuruh saya untuk mengizinkan kamu ke ruangannya sekarang."

Perempuan bernama Zaza tersebut mengangguk. "Terima kasih, Bu." Ia berdiri.

"Gue temenin nggak?" bisik Ola menawarkan diri.

"Nggak," balas Zaza ketus. Ia berjalan menuju keluar kelas. Mencari di mana ruangan bu Ratih. Terlebih ini hari keduanya bersekolah di SMA Saturnus. Tak semudah itu menghapal nama-nama guru beserta ruangannya.

Kedua mata cokelat perempuan itu terus menelusuri pintu yang terdapat tulisan-tulisan ruangan. Saat ini, Zaza telah melewati lorong kelas XII IPA. Kelas itu sepi. Mungkin karena murid-murid sedang fokus pada pelajaran.

Sampai pada ruangan yang lumayan besar bertuliskan 'Bimbingan Konseling', entah mengapa hatinya tergerak untuk masuk ke dalam ruangan itu. Tanpa aba-aba, Zaza langsung mendorong pintu berwarna merah tersebut.

Brak!

Pintu itu terdorong lumayan keras mengenai tubuh seseorang yang tiba-tiba keluar dari ruangan tersebut. Membuat Zaza tak berani membuka kedua matanya.

"Kalo buka pintu hati-hati, dong!" teriak si empunya suara tersebut. Suara melengking perempuan yang baru saja memarahinya.

Dengan cepat Zaza membuka kedua matanya untuk melihat perempuan itu. "Maaf," ucap Zaza. Kemudian ia berlalu masuk ke dalam ruangan tersebut.

Perempuan itu menatapnya dengan menahan marah. Ia merasa Zaza tak punya sopan santun sama sekali. Dengan geram ia menghampiri Zaza. Kemudian menarik tangan perempuan yang ada di depannya itu.

"Heh!"

Membuat Zaza berbalik arah. Alis sebelah kanan Zaza menaik. Tak terima mengapa perempuan itu tak bisa menurunkan sedikit suaranya. "Kenapa?" balas Zaza.

Perempuan tersebut menatap Zaza dari bawah kaki sampai ujung rambut. Kemudian menarik sudut bibirnya. Tersenyum remeh setelah menatap Zaza.

"Kenapa ...." Suara Zaza menjeda. Ia melirik sebentar nametag perempuan itu, "Novera Valina?" lanjutnya.

Merasa ditatap remeh oleh perempuan bernama Novera tersebut, Zaza membalas memanggil nama Novera dengan panggilan remeh.

Novera maju semakin mendekati Zaza. "Pasti lo murid baru, 'kan? Lo nggak tahu siapa gue?"

"Emang kalo gue tahu lo siapa, gue bakal diapain? Dikeluarin? Takutnya ....!" Zaza tersenyum menyeringai. Membuat Novera semakin kesal.

"Lo tuh nggak ada sopan-sopannya, ya!!" bentak Novera.

Zaza tetap santai. "Gue kan udah minta maaf. Terus apa lagi yang lo permasalahin?"

Novera semakin kalut dalam kekesalannya. Ia hendak menjambak rambut Zaza. Beruntung Zaza bisa mengelaknya.

"Ver!" panggil seseorang yang membuat Novera dan Zaza beralih fokus pada suara tersebut. Seorang perempuan yang tampaknya adalah geng Novera.

"Urusan kita belum selesai!" ucap Novera. Jari telunjuknya ia arahkan tepat di depan mata Zaza.

Dengan santai Zaza menurunkan telunjuk itu dengan telapak tangannya. Masih dengan senyum menyeringai, Zaza berkata, "Wow! Mari kita selesaikan."

Novera berlari menjauhi Zaza. Ia menghampiri temannya yang menjemput barusan.

Zaza berbalik arah, menepuk rok seragamnya yang tidak kotor. Kemudian fokus mencari ruangan bu Ratih kembali.
Matanya meneliti setiap pintu yang ada. Ia tersentak pada pintu yang bertuliskan 'Ratih Kemala Sari' Mungkinkah itu ruangan bu Ratih? Semoga saja.

Tok ... Tok ....

Zaza mengetuk pintu tersebut lumayan keras. "Assalamu'alaikum. Permisi," sapa Zaza.

"Wa'alaikumussalam. Silakan masuk!" Terdengar suara dari dalam ruangan tersebut.

Zaza memasuki ruangan tersebut dengan hati-hati. Kemudian mendorong pintu itu agar tertutup kembali.

"Zaza, silakan duduk, Nak!"

Benar. Ternyata ini ruangan Bu Ratih guru Bahasa Indonesia yang mengajar di kelas Zaza kemarin.

。‿。‿。‿。

Alaney memutar tubuhnya menutup pintu ruangan Bimbingan Konseling dengan pelan. Kemudian berjalan kembali menuju ruangan suara yang memanggilnya barusan.

Ruangan BK tahap menengah.

Deg!

Jantung Alaney berdegup dengan kencang. Padahal ia sudah langganan keluar masuk ruangan ini. Tetapi, mengapa kali ini hawanya berbeda?

Ruangan itu tepat bersebelahan dengan ruangan bu Ratih, wali kelasnya. Semoga saja tidak ada bu Ratih di dalam ruangan itu.

Cklek!

Dengan hati-hati Alaney membuka pintu ruangan tersebut. Di sana kosong. Tidak ada siapa-siapa. Untunglah, jadi Alaney bisa beristirahat sebentar di dalam situ. Alaney duduk di kursi tempat biasanya ia duduk. Dirinya benar-benar lelah karena telah menjalankan hukuman dari pak Aril.

Alaney mendorong kursi itu pelan sampai mentok pada dinding pembatas antara ruangan bu Ratih dan juga ruangan BK tersebut.

"Oh, ya! Terima kasih ya, Za. Kamu sudah mengantarkan surat panggilan itu ke rumah Alaney."

"Sama-sama, Bu."

Telinga Alaney menangkap pembicaraan sekilas dari ruangan sebelah. Bu Ratih sedang berbicara dengan seseorang membawa-bawa namanya. Seseorang itu yang mengantarkan surat panggilan itu ke rumah Alaney.

Alaney berlari keluar. Menunggu seseorang keluar dari ruangan bu Ratih dengan bersembunyi guna melihat seseorang itu dengan jelas.

Krek!

Seseorang perempuan menarik pintu dengan hati-hati Bersiap keluar dari ruangan bu Ratih. Ia membalikkan tubuhnya setelah menutup pintu tersebut.

Alaney berjalan mendekati perempuan tersebut. Kepalanya sudah mendidih.

Puk!

Ia menepuk pundak perempuan itu. Membuat perempuan itu menoleh ke arahnya.

Kedua mata mereka saling tatap dengan membulat sempurna. "Lo!!" teriak mereka berdua serempak.

"Anjir!" umpat Alaney.

。‿。‿。‿。

ALANEYWhere stories live. Discover now