Masa depan tidak bisa diubah. Mengetahui apa yang terjadi tidak akan mengubah apapun.*-*-*-*-*
Sudah empat hari Tania terbaring tak sadarkan diri. Selama itu pula Virga, Gia, Dean dan yang lain tidak pernah absen menjenguk Tania. Bahkan, Dean kadang menginap dengan alasan ingin menemani Virga agar tidak sendiri.
Seperti pagi ini. Sepi, hening, dan hampa. Untuk kesekian kalinya Dean menghela nafas. Ditatapnya wajah Tania yang kian tirus. "Hari ini ada ulangan fisika..." Dean menjeda ucapannya. Salah satu tangannya menggenggam erat tangan Tania sedangkan satu tangannya lagi ia gunakan untuk mengusap surai hitam Tania. "Lo nggak takut kalau nilai lo turun? Nggak ada yang bisa gue ajak buat debat. Nggak ada yang bisa gue ajarin main gitar... Nggak ada yang panggi gue Vanath. Gue tau lo dengerin gue. Gue mau lo bangun" ucap Dean pelan. Nyaris seperti bisikan.
Ceklek!
Pintu kamar manti terbuka, menampakkan Virga yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. Virga tersenyum tipis melihat perlakuan Dean pada kembarannya. "Lo udah siap kan? Ayo berangkat!" kata Virga cepat.
Dean melepas tautannya pada tangan Tania. Ia segera mengambil tasnya dan pergi keluar terlebih dahulu tanpa berucap apapun, meninggalkan Virga sendirian bersama Tania.
Perlahan, Virga mendekati Tania dan mengusap surai gadis itu lembut. "Gue pasti nggak akan memaafkan orang yang sudah berbuat seperti ini ke lo. Gue akan buat dia tertangkap basah. Dan setelah itu... Gue akan bawa lo pergi ketempat yang jauh dimana mereka nggak akan bisa nyakitin lo lagi" bisik Virga. Sekali lagi ia membenahi posisi tasnya lalu pergi.
^_^_^_^
Sekolah selalu ramai seperti biasa. Tidak ada keributan, yang ada hanyalah ketenangngan. Bagaimana tidak? Pasalnya 2 Ratu bullying disekolah itu akhir-akhir ini tidak menampakkan batang hidungnya. Siapa lagi kalau bukan Josyelin dan Tharissa? Ayolah... Mereka tidak sejahat itu. Mereka hanya akan membully siapapun yang berani mengusik idola mereka.Gia yang melihat kedatangan Virga langsung saja menghampiri cowok itu. "Bagaimana keadaan Tania? Apa dia sudah sadar? Om Herman sudah menemuinya? Apa kalian sudah menemukan pendonor untuk jantungnya?" tanya Gia dalam sekali helaan nafas.
Virga mendengus kesal. "Bertanyalah satu-satu! Tania baik-baik saja. Dia belum sadar. Papa belum datang dan kami masih belum mendapatkan pendonor yang tepat"
Raut wajah Gia berubah. Terdapat banyak kesedihan dalam kedua matanya. Virga menghela nafas. Ia tau jika Gia pasti sama-sama terpukul sepertinya. Gia adalah orang yang selalu bersama Tania kemanapun Tania berada. Bahkan kehadiran Virga tidak ada apa-apanya dengan Gia. Cowok itu memegang kedua pundak Gia. "Tania pasti baik-baik aja. Gue akan membuat pelakunya tertangkap basah bagaimanapun caranya" ucap Virga mantap.
Gia mengangguk lantas tersenyum. "Gue akan bantu lo"
"Pagi semua__ Eh! Apaan nih? Pagi-pagi udah drama aja. Dasar cewek nggak tau diri!" tak perlu menolehpun semua orang sudah tau jika suara cempreng itu berasal dari mulut Venara. Tapi tetap saja Ia menjadi pusat perhatian seluruh kelas.
Asya yang mendengar itu langsung memutar bola mata kesal. "Ck! Nggak ngaca apa kalau dia jauh lebih nggak tau diri daripada Gia?" gumaman Asya memang pelan, namun dapat didengar semua orang karena semua murid terdiam.
Brak!
Venara menggebrak meja Asya. "Apa lo bilang? Heh, kalau ngomong itu difilter dulu ya! Nggak Tania, nggak sahabatnya, sama aja" decak Venara.
KAMU SEDANG MEMBACA
VANATHEA [END]
RandomWARNING: FOLLOW PENULIS SEBELUM MEMBACA! Tania Despina Galathea, seorang cewek cantik pindahan dari New York yang cerewet dan periang, namun memiliki banyak masalah dan rahasia dalam hidupnya Deandika Vanath Prawisra, salah satu most wanted sekola...