Something Wrong (2)

5.7K 55 6
                                    

"Van, kamu ikut meeting siang ini" ucap mas Radit kepadaku. Kaku. Sikapnya begitu kaku teradapku. Aku mendongak menatapnya yang tengah berdiri di samping kursiku.

"Aku?" tanyaku bingung. "untuk apa?"

"nanti kamu juga tahu" jawabnya singkat. Air mukanya datar. Tak seramah biasa. Aku sedikit bingung dengan sikap dinginnya tersebut.

Namun yang lebih membingungkan lagi adalah karna meeting siang nanti hanya untuk para kepala bagian dan direktur, jadi mengapa mas Rezzy memintaku untuk ikut? 

Siang itu aku menuju ruang meeting di lantai dua, semua tampak menunggu. Syukurlah meeting belum dimulai, karna masih menunggu kehadiran Mas Rezzy dan mas Radit. Tapi mereka semua terlihat heran melihatku turut menghadiri meeting ini. Dan hal itu membuatku sedikit canggung. hhh.. sebenarnya mengapa sih mas Radit memintaku ikut meeting ini?

Tiba- tiba mas Radit masuk ruangan dengan raut wajah yang sulit ku mengerti. Disusul dengan mas Rezzy yang tak jauh berbeda. 

Mas Rezzy duduk di kursi paling ujung, sedangkan mas Radit duduk di sebelahnya.

"selamat siang. Terima kasih pada rekan-rekan semua yang telah hadir pada meeting dadakan siang ini. Baiklah, seperti yang telah kita ketahui bahwa posisi senior sekretaris saat ini sedang dalam keadaan kosong. Padahal posisi tersebut tentu tidak bisa kosong terlalu lama, terutama berkaitan dengan proses penandatangan MOU dengan beberapa klien kita dalam waktu dekat. Untuk itu surat kontrak dan lain-lainnya tentu perlu segera dipersiapkan" ia berhenti sejenak dan menatap kami satu-persatu.

"Karnanya sembari mencari sekretaris yang baru, saya ingin Vanya menjadi sekretaris sementara saya" ujar mas Rezzy dengan wajah datar.

"a.. apaa?? Saya?? Tapi saya script writer, mas. Bukan sekretaris" ucapku tak percaya.

"saya tahu, tapi saya yakin kamu bisa" jawabnya singkat. Aku masih tak percaya dengan perkataannya. Ini jelas tidak masuk akal.

"tapi mengapa bukan Jasmine, mas?" tanyaku lagi. Tak habis pikir dengan keputusan anehnya.

"iya, posisi junior sekretaris khan ada dua? Mengapa harus Vanya? Posisi Vanya sebagai script writer sudah sangat mantap, mas. Sayang sekali jika Vanya malah diposisikan di bidang yang bukan merupakan keahliannya" protes mas Jerry si HRD yang langsung disetujui oleh yang lainnya.

"betul, mas. Khan masih ada Jasmine. Jasmine jelas lebih berpengalaman di bidangnya dibandingkan dengan Vanya. Selama ini Jasmine pasti telah belajar banyak pada Lita" tambah mba Bella. Aku hanya mengangguk-anggukan kepala setuju.

"Jasmine belum memenuhi syarat, dan saya maunya Vanya yang jadi sekeretaris saya" jawabnya penuh dengan penekanan. Seolah tak mau lagi mendapat interupsi dari siapapun.

"tapi...." Huff.. dan aku pun tak dapat berkata-kata lagi. aku hanya dapat menghela napas pasrah. Mas Rezzy sama sekali tak menerima protes siapapun.

Aku tak tahu lagi harus bagaimana, ini benar-benar membuatku bingung sekaligus sedih. Aku menatap mas Radit yang sedari tadi hanya terdiam di tempat duduknya tanpa sedikitpun protes terhadap keputusan mas Rezzy.

Aku berusaha menatap matanya, mencoba memohon pertolongan darinya. Tapi aku sama sekali tak mendapatkannya. Ternyata sedari tadi Mas Radit hanya menunduk dalam. Wajahnya memerah. Urat-urat disekitar leher dan pergelangan tangannya menonjol, searah dengan kepalan tangannya yang semakin mengeras. Aku tahu, ia pasti sedang geram. Aku bisa melihatnya. Ya, Ia pasti sedang berusaha mati-matian untuk menahan emosinya. Ia juga menentang keputusan ini. Aku bergidik ngeri, belum pernah aku melihatnya begitu marah sebelum ini.

Sehari sebelumnya, saat makan malam..

"oke, jadi apa yang mau lo bicarakan?" Tanya Radit tanpa basa-basi setelah pelayan perempuan yang mencatat pesanan mereka beranjak.

"gue mau Vanya jadi sekretaris gue yang baru, Dit" ucap Rezzy santai.

"apa?? Lo gila! Vanya itu script writer gue, Rez! Script writer, bukan sekretaris!" protes Radit keras.

"sama saja. Intinya dia bisa nulis. Justru bagus, jadi dia bisa lebih mengerti jalan cerita yang dibuat script writer lain dan menumpahkannya dalam proposal pengajuan dan lain-lain" jawab Rezzy kukuh dengan pendapatnya.

"ya jelas beda lah, Vanya itu penulis fiksi, pengarang! Bukan sekretaris! Tentu beda banget Rezz.." protes Radit dengan tak sabar. Ia tak habis pikir dengan pendapat sahabatnya itu. "lagi pula gue ga rela kalau bakatnya lo sia-siakan untuk sesuatu yang tidak dia kuasai. Engga. Ga boleh!" tambah Radit disertai penekanan.

"gue tahu maksud lo. Tapi yang terpenting dia penulis dan pembaca yang baik, Dit. Dia tahu betul apa yang dia tulis dan bagaimana cara membuat pembacanya tertarik. Persuasive! Itu yang gue mau. Dia bisa dengan mudahnya mengarahkan klien-klien kita untuk approve proposal yang kita ajukan. Dia bisa dengan mudahnya membuat para klien dengan mudahnya menandatangani MOU dan surat-surat kontrak kita. Gue suka kerja Vanya. Dia total. Dia akan berusaha mengerahkan semua kemampuannya di setiap hal yang ia kerjakan. Dia mengerjakan segalanya sebaik mungkin karna memang itu targetnya, itu keinginannya. Bukan karna agar dilihat orang lain, apalagi dipuji bosnya. Lo tahu, ga ada lagi yang bisa gue harapkan. Siapa? Jasmine? Dia lebih parah dari Lita! Kerjanya berantakan. Dia ga bisa belajar dari kesalahannya. Dia bahkan ga pernah tahu di mana letak kesalahannya" tutur Rezzy berusaha mengutarakan maksudnya. Radit tahu yang dikatakan Rezzy memang masuk akal. Maksudnya benar. Tapi ia benar-benar tidak rela kalau ia merebut Vanya dari sisinya.

"tapi lo tahu banget Rez, Vanya benar-benar script writer yang hebat. Semenjak ada dia, tim gue jadi kuat banget sekarang" ucap Radit. Meski nada bicaranya sudah menurun tapi ia masih tak terima dengan keputusan Rezzy.

"justru karna dia script writer yang hebat, jadi dia bisa dengan mudah mengerti maksud yang ingin diutarakan para script writer yang lain dan dpat menuangkan dengan sempurna dalam proposal" jawab Rezzy tak mau kalah.

"para script writer lain? Siapa maksud lo? Ega dan siapa? Kita Cuma punya dua script writer!" tukas Radit masih dengan wajah kesal.

"oke, gue janji. Ini Cuma sementara" janji Rezzy.

"jangan sampai lo buat Vanya resign seperti Lita!" ancam Radit dengan mata berkilat. Ia kesal setengah mati, karna hanya itu yang dapat ia lakukan. Ia sama sekali tak bisa mengalahkan sifat keras kepala lelaki di hadapannya ini.

"ga akan. Justru karna itu gue pilih Vanya. Dia bukan orang yang mudah menyerah" jawab Rezzy dengan seulas senyum tipis. Berbanding terbalik dengan Radit yang menatapnya dengan geram. 

_gsa

Part of LifeWhere stories live. Discover now