25. Unexpected

2.3K 229 63
                                    

Alvin’s pov
-Twin’s Room-

“Aku tidak mengerti dengan semua ini.” Aku mendongak dan menatap Alvan yang melipat kedua tangannya. “Kenapa Papa melakukan ini untuk mengusir keduanya? Maksudku Papa bisa mengusir mereka tanpa menciptakan drama seperti ini.”

Aku berdiri dengan DVC di tanganku, “Aku tidak bisa menunggu Papa pulang.” Ku langkahkan kaki keluar kamar.

“Hey, kau mau kemana?”

“Menemui Papa.”

Alvan mencegahku, “Apa kau tidak waras? Tidak, tidak, masalah sebesar ini tidak bisa kau bawa ke kampus. Kita tetap menunggu Papa pulang.”

“Tidak bisa! Kebenaran harus terungkap sekarang juga!”

“Pikirkan ini Alvin, jika kau pergi kesana seisi kampus akan tahu kerumitan keluarga kita!” suara Alvan meninggi, ia menatapku dengan wajah marahnya.

Bisa ku katakan sesuatu?

Alvan adalah tipe orang dengan kesabaran seluas samudra, yang artinya dia tidak akan marah karena hal kecil. Alvan mewarisi kesabaran dan kelembutan hari Mama. Jika Alvan marah, artinya masalah yang kami hadapi tidak kecil. Ku akui, Alvan sangat menyeramkan saat marah, bahkan lebih menyeramkan dariku.

“Dengar, tidak hanya kau yang ingin semuanya berakhir. Aku pun. Aku juga ingin kebenaran terungkap dan berakhir. Aku ingin kita semua benar-benar menjalani hari tanpa bayang-bayang masa lalu yang menyakitkan itu. Aku lelah, Alvin. Aku lelah dengan hidupku yang hanya diisi drama Ralia, Indra, dan Maya. ” buliran bening jatuh ke pipinya.

Ku lempar DVD ke tempat tidur dan memeluknya, “Aku berjanji hari ini juga drama ini berakhir.”
Alvan melepas pelukan dan menghapus air matanya kasar, “Kau pasti menertawakanku yang cengeng ini.”

“Pernah aku melakukannya?” Alvan menatapku dengan cengiran bodohnya dan menggeleng.

“Kau menangis bukan berarti kau lemah, kau memiliki kesabaran seluas samudra yang tidak ku miliki. Kau juga memiliki hati yang lembut, sangat berbeda dariku yang keras. Kita memang kembar, tapi dengan sifat bertolak belakang agar saling melengkapi. Seperti tadi, aku berapi-api dan kau mencegahku melakukan hal bodoh.”

Alvan merangkulku dengan kekehan, “Baru kali ini kau terdengar seperti seorang kakak.”

“Ya, kakak dari empat adik.”

Alvan mengerutkan keningnya, “Lima, Alvin. Kau tidak bisa berhitung dengan benar ya?”

Benar empat Alvan, kau, Canny, Amara, dan Amar.

Hanya itu adik yang ku miliki.

#

-Ruang Kerja Papa-
15:15 WIB

“Ada apa?” tanya Papa memecah keheningan karena sudah 10 menit baik aku maupun Alvan tidak ada yang bicara. Masing-masing dari kami sibuk mengatur amarah masing-masing agar tidak meledak. Setelah Papa pulang aku dan Alvan meminta waktu untuk bicara bertiga, kami menunggu 3 jam lamanya hanya untuk mendengarkan kebenaran. 

Aku berdiri dan meletakkan baju dengan motif bunga kamboja has bali lengkap dengan topi membuat Papa menatapku bingung. “Bisa Papa jelaskan tentang ini?” Alvan menunjukkan sebuah foto dari ponselnya. Aku melihat wajah Papa yang terkejut dan memandang kami berdua bergantian.

Second Love : The Last MessageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang