29. Bully (2)

2.5K 226 34
                                    

Fira’s pov

Suasana kelas memanas setelah kedatangan Felly dan Sinta, kedua orang yang sangat membenciku itu mengataiku tidak tahu malu dan tidak peduli pada Canny. Padahal kenyataannya sejak kemarin aku menghubungi Canny, dia bilang sudah membaik dan bersekolah hari ini.

Tapi kenapa dua orang ini masih mempermasalahkannya?

Felly menatapku dengan smirk yang membuatku takut, “Dan lihatlah, dia sama sekali tidak terlihat khawatir pada Canny. Tidakkah dia tahu, jika bukan karena dia Canny tidak akan dipukul kemarin!”

“Hentikan! Ada apa dengan kalian ini? Selalu saja mengganggu Fira dan menghinanya. Apakah kalian tidak ada pekerjaan lain?” Dino membentak membuat suasaan kelas berubah gaduh.

Sinta tertawa, ia melihatku dengan tatapan menghina. “Aku malu jika menjadi kau, Fira. Aib keluargamu terbongkar dan kau bisa hidup tenang? Tanpa tahu malu kau tertawa padahal kondisi Canny belum jelas.”

“Urusi saja hidupmu dan jangan ganggu Fira!”

Tiba-tiba Hani mendorong Felly membuat semua orang terkejut. Rendy langsung memisahkan keduanya sebelum terjadi pertengkaran.
“Kalian keluar dan kembali setelah bel masuk!” teriak Rendy membuat Sinta dan Felly meninggalkan kelas.

Rendy berbalik dan menatapku, “Jangan dengarkan mereka, dua perempuan itu memang dilahirkan dengan mulut yang tidak bisa bertutur baik. Tenang saja Fira, kau tidak sendirian. Kau punya aku, Ifano, Dino, Hani, dan Canny. Kamu berempat selalu bersamamu dan melindungimu.”

Aku mengangguk, Hani langsung memelukku dan ku menangis. “Tenanglah, Fira.”

“Tapi mereka benar, keadaan Canny sekarang tidak ada yang tau. Sekarang saja dia belum sampai sekolah.”

Hani menghapus air mataku, “Bukankah kemarin Canny mengirimkan pesan di grup kita bahwa dia baik-baik saja? Dia pasti masuk sekolah hari ini.” Aku menghela napas panjang dan menghapus air mataku.

“Aku mau ke kamar mandi.”

Hani mengangguk, “Ayo ku antar.”

“Tidak perlu, Hani. Aku sendiri saja.” Aku langsung berjalan begitu saja tanpa menunggu jawabannya darinya. Maafkan aku Hani, aku membutuhkan waktu sendirian saja sekarang ini. Hujatan Felly dan Sinta pagi ini cukup mengaduk perasaanku yang sebelumnya sudah membaik.

Langkahku terhenti ketika dua orang yang merupakan teman satu kelasku menghadang tepat di depan kamar mandi laki-laki. “Hey Fira, apakah ibumu kekurangan uang hingga menjadi model pakaian dalam?” tanya Daniel dengan wajah mengejeknya.

Laki-laki di sebelahnya terkekeh, ia menatapku dengan tatapan remeh. “Sepertinya begitu, Niel.”

Ia menoleh ke arahku, “Kau tahu menurutku ibumu itu tidak ada bedanya dengan perempuan-perempuan yang biasanya mangkal di perempatan saat malam hari, menjual dirinya demi uang.” Keduanya saling menatap sebelum tertawa terbahak-bahak. Kedua tanganku mengepal kuat, ingin sekali ku pukul dua orang di depanku ini.

Tapi tidak bisa.
Aku tidak mau terlibat masalah yang lebih besar.

Dirly melangkah mendekatiku, “Apa mungkin kau akan mengikuti jejaknya nanti?” tiba-tiba saja tanganya terulur dan mencolek daguku, aku spontan mundur dan menatapnya marah.

“Jangan menyentuhku!”

Bukannya takut atau panik, keduanya malah tertawa. “Memangnya kenapa Fira? Bukankah kau sama seperti ibumu? Mu. Ra. Han.”

“Minggir!” aku mendorong mereka dan masuk ke dalam kamar mandi perempuan.

Tubuhku membeku seketika saat melihat tiga orang yang tidak ingin lagi ku temui dalam hidupku, apa yang mereka lakukan di kamar mandi? Bukankah hukuman untuk mereka hanya sepulang sekolah saja?

Second Love : The Last MessageOnde histórias criam vida. Descubra agora