Extra Chapter 4

2.7K 270 33
                                    

Alvin's pov

Aku memandang ruang rawat inap VVIP di depanku yang masih tertutup sempurna. Suasana sepi rumah sakit di malam hari membuatku semakin kacau. Berulang kali aku menghela napas panjang dan menunduk.

Beberapa jam yang lalu Vernon meneleponku dan mengatakan Jessica masuk rumah sakit setelah melukai pergelangan tangannya.Sebenarnya apa yang ada di pikirannya saat itu?

Kenapa dia senekat ini?

Aku mendongak saat melihat kaleng soda terulur di depanku. Aku melihat seseorang yang menyodorkan kaleng soda tersenyum, "Minumlah dan tenangkan dirimu." katanya menghampaskan tubuhnya di kursi sebelahku.

Stephany menyesap soda di tangannya dan memandang lurus ke depan. "Kau pasti terkejut kan? Aku juga. Aku hanya tidak menyangka Jess bisa melakukan hal gila seperti ini."

Aku meneguk soda beberapa kali. "Sepulang dari supermarket aku terkejut melihatnya ada di gendongan Daddy dan tangannya berlumuran darah."

Stephy menatapku, "Jess melakukan semua ini untukmu." mataku terbuka sempurna mendengarnya. "Jess tahu Daddy sangat mencintainya lebih dari siapapun, termasuk aku. Dia memanfaatkan semua itu untuk memiliki apapun yang ia inginkan."

Sebenarnya aku sedikit kecewa dengan yang dilakukannya. Aku sudah mengatakan padanya untuk tidak melakukan apapun dan membiarkan aku yang menyelesaikan semuanya. Aku merasa menjadi manusia yang tidak berguna karena tidak mampu meluluhkan hati calon mertuaku dengan usahaku sendiri. Kenapa dia tidak membiarkanku berjuang?

"Kau bisa menjenguknya setelah Mommy dan Daddy keluar." Stephy menepuk bahuku beberapa kali. Ia menggeleng karena aku hanya mengangguk.

"Aku tidak mengerti dengan apa yang disukai Jess darimu. Kau itu sangat dingin dan pendiam."

Aku tersenyum dan mengelus rambut pirangnya, "Benarkah?" ia mengangguk semangat.

"Kau terlihat sangat membosankan karena menanggapi seperlunya dan bahkan beberapa kali hanya diam seperti patung. Pantas saja kau sering disebut Ice Man." Aku tertawa mendengar celotehan Stephy yang tak jauh beda dari kakaknya.

"Kau tertawa?" aku mengerutkan keningku dan mengangguk, masih dengan senyuman manis. "Amazing!" Dia bertepuk tangan senang.

"Oh ya, dimana Vernon dan Canny?"

Stephy menatapku, "Masih dikantin, mereka mengobrol." aku mengangguk saja.

"Ku pikir mereka berdua mengobrol tentang banyak hal, mengingat selama beberapa hari ini mereka jarang bertemu." aku setuju dengannya.

Sreekk

Pintu ruang inap terbuka memperlihatkan seseorang yang ku tunggu di kafe seharian, namun tetap bersikeras untuk tidak mau bertemu denganku. "Alvin. Bisa kita bicara?" tanyanya membuatku berdiri dan mengangguk. Mr Arnoldy berjalan mendahuluiku, bisa ku lihat senyuman terukir di bibir dua perempuan beda usia ini.

"Fighting!" aku tersenyum pada Mrs. Arnoldy dan segera menyusul calon ayah mertuaku.

#

Canny's pov

"Ya, Ma. Semuanya baik-baik saja. Luka yang ada di tangan Jess bukan masalah besar, ia hanya kehilangan banyak darah dan sudah melakukan tranfusi." kataku dengan ponsel menempel di telingaku dan menatap Vernon yang hanya mengerjap-ngerjap. Tentu saja dia tidak paham karena aku menggunakan bahasa Indonesia.

"Ya, nanti Canny pulang bersama Alvin. Mama tenang saja, ya?"

"Waalaikumsalam." aku menutup telepon.

Second Love : The Last MessageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang