28. Pertama (21+)

1.8K 89 0
                                    

Tok... tok...

Aku terus mengetuk pintu, karena seseorang di dalam sana tak kunjung memberikan responnya. Badanku sudah begitu lelah, dan yang kini kuharapkan adalah segera membersihkan diri kemudian menelungkupkan badan di tempat tidur.

Tok...tok... tok...

Meskipun tenagaku rasanya sudah terkuras, namun aku berusaha untuk mengetuk pintunya lebih keras lagi. Mungkin Mas Faiz sedang di kamar mandi sehingga tidak mendengarku. Aku sama sekali tidak membayangkan dia sudah mendahuluiku untuk tidur kemudian tega menelantarkan istrinya di depan kamar hotel seperti ini.

Sejenak aku tersadar, kemudian merogoh tas tangan untuk mencari ponsel. Beruntung, meskipun baterai lemah namun dengan kondisi 15% ponsel ini masih bisa digunakan untuk menghubungi Mas Faiz.

"Halo, Mas aku di depan," tanpa mengucap salam, aku langsung mengutarakan keberadaanku saat Mas Faiz telah mengangkat panggilanku.

Ceklek...

Tak menunggu lama, pintu kamar dibuka lengkap dengan seseorang di depanku yang memberikan senyum merasa bersalahnya. Lelaki itu membantuku membawa gaun dan peralatan make up serta tas tanganku.

"Kamu udah lama di depan tadi?" tanyanya sambil meletakkan barang bawaanku tadi di meja.

"Lumayan," jawabku tanpa melihatnya karena sibuk mengikat rambut.

"Maaf, aku di kamar mandi tadi nggak denger kalau kamu ketuk pintu," ucapnya sembari memberikan pelukannya padaku.

"Aku siapin air panasnya dulu ya. Hari pertama lho yang, masa kamu marah gini," rayunya.

Aku tak menjawab, dan merasa kesal hanya karena kesalahannya yang tidak disengaja. Mas Faiz terus melancarkan rayuan dengan memberikan kecupan di pipiku. Mas Faiz memelukku dari belakang dan menumpukkan dagunya pada bahu kananku. Merasa tak mendapat responku, lelaki itu menurunkan ciumannya ke daerah leher.

Astaga, jika seperti ini jelas aku yang akan kalah. Kucoba menggeliat untuk menghindari serangannya, namun dekapan Mas Faiz makin erat. Sadar dengan kelemahanku, lelaki itu makin dalam memberikan ciumannya di daerah sensitif hingga berhasil membuatku melenguh.

"Lepas, aku mau mandi ih."

"Nggak akan aku lepas kalau belum dimaafin," ucapnya, bahkan kini tangan Mas Faiz mulai menyusup di balik atasan yang aku gunakan.

"Mas..."

"Nggak usah mandi deh yang, nanti aja," lagi-lagi dia merayuku.

Aku bingung menghadapinya, di satu sisi aku ingin melepaskan pelukan dan cumbuannya. Namun di sisi lain aku begitu menikmati kedekatan kami tanpa gangguan siapapun.

"Oke, aku maafin," seruku pada akhirnya.

Mas Faiz melepaskan dekapannya yang seketika membuatku merasa kehilangan. Dia membalikkan badanku sambil memberikan senyuman penuh artinya membuatku harus memicing waspada. Tiba-tiba aku mendengarnya tergelak dan mendaratkan ciuman di keningku.

"Nonton TV dulu sana, aku siapin air hangatnya," perintahnya.

"Aku mandi biasa aja Mas, mau langsung tidur. Kalau nunggu ntar malah ketiduran," ucapku.

"Perlu bantuan?" godanya dengan mengedipkan matanya.

"Boleh... Tapi besok nggak sekarang," jawabku kemudian lari ke kamar mandi meninggalkan Mas Faiz yang kudengar baru saja mengumpat.

***

Setelah mandi, aku merebahkan diri di samping Mas Faiz yang sepertinya masih asyik menyaksikan pertandingan bola. Aku sudah tidak heran lagi dengan para lelaki, tayangan mereka kala weekend seperti ini tidak jauh-jauh dari acara olahraga.

The Bitches Series 1 : First Love [END]Where stories live. Discover now