Part 3

53.7K 1.3K 46
                                    

Aku tak sadar kapan David menanggalkan satu persatu pakaianku. Yang aku tau, kaos dan celana pendek yang kukenakan telah raib. Entah ada di sudut-sudut tempat tidur atau tergeletak di lantai, aku tak berniat untuk memeriksanya. Aku menggila, sungguh.

Entah ini surga atau neraka. David tau bagaimana caranya menyiksa dengan sesuatu yang amat manis. Tangannya, bibirnya, terus bergerak di atas kulitku, meningkatkan suhu tubuhku sampai aku sendiri tak yakin apa ini bisa lebih panas lagi. Terlebih, ketika bibir itu dengan manis mendarat di atas pusatku, aku bergerar, mengerang, dengan jemari terbenam di antara surai lembutnya. Menantikan sesuatu yang gelap dan manis, dan bisa meleburkanku menjadi abu.

"David, ohh...!" sesuatu yang dahsyat menarik tubuhku, membuatku melengkungkan tubuh ke depan sebelum kembali terbaring dengan lemas. Aku meledak. Bergetar dan bergelenyar.

David kembali ke atas tubuhku, menciumku lagi. Membuatku merasakan bagaimana aku merasakan diriku sendiri. Oh, ini begitu... intim. Liar. Erotis. Apapun itu, hanya dengan David lah aku berani merengkuhnya.

Setelah kesadaranku yang berkabut berangsur kembali, aku membuka mata, dan melihat David yang tengah tersenyum. Bibir kami sudah tak lagi menyatu, namun masih dalam jarak yang bisa menyatukannya kembali kapanpun kami mau.

Aku tau ini tidak benar. Tidak adil. Aku telah berbaring di bawahnya, tanpa sehelai benangpun. Namun dia masih berpakaian lengkap.

Mengulurkan tangan, aku hendak membuka kancing teratas kemejanya, tapi dia meraih tanganku dan dibawanya untuk dikecup, sebelum dia berguling dan berbaring di sisiku. Membiarkan lengannya untuk dijadikan bantalan kepalaku.

"Kenapa?" tanyaku ragu.

"Aku tak akan bisa menahan diri. Jika kau menyentuhku, aku akan menelanmu hidup-hidup."

"Dan aku rela kau telan hidup-hidup."

David terkekeh, lantas merengkuhku untuk sepenuhnya berada dalam pelukannya. Kami saling berhadapan, dengan dagunya di atas kepalaku dan wajahku yang tenggelam dalam dadanya. Wanginya adalah surga. Dan demi apapun, aku ingin menyingkirkan kemeja sialan yang dipakainya agar aku bisa benar-benar mencium kulit dadanya. Membelai otot-otot kencang di sana dengan hidung, lidah, atau bibirku. Aku tau harusnya permainan ini belum selesai. Belum sampai aku merasakan dirinya di dalam tubuhku. Belum sampai aku melihat kepuasan di mata David ketika dia juga merengkuh kenikmatan yang baru saja dia persrmbahkan padaku. Ya, ini belum selesai.

Menjauhkan lengan-lengan kekar David, aku meraih pengait pada jeans David dengan ragu, dan membukanya sebelum David sadar akan apa yang aku lakukan.

"Hey," dia menahan tanganku sebelum aku berhasil membuka restletingnya.

"Aku tau ini belum selesai."

"Memang," bisiknya. Dia kembali membawa tangan nakalku untuk dikecup, Dan kali ini kecupannya tak terputus, merambat kelengan, bahu, dagu, sampai pada bibirku. Menciumku pelan, lembut, dan cukup lama untuk kembali membangkitkan sesuatu di dalam diriku. "Namun aku tak akan merusakmu. Tak akan pernah." Lanjutnya lagi setelah melepaskan bibirku yang masih mendamba.

"Kenapa? Apa kau tak mau karena aku masih... perawan?" Aku tak yakin suara yang berupa bisikan lirih itu dapat di dengar oleh angin sekalipun. Namun ternyata David dapat mendengarnya, karena dia tersenyum dan mengecup keningku dengan kelembutan seorang malaikat.

"Tak ada yang lebih membanggakan dari pada kenyataan bahwa aku bisa menjadi yang pertama untukmu. Namun tidak seperti ini. Kau terlalu berharga, Rose. Terlalu berharga. Kau tak pantas untuk kisah sementara yang suatu saat akan terlupakan."

Aku menatapnya, berkedip beberapa kali sementara otakku menyaring dan mencoba mengerti. Dan setelah mengerti, aku memincing seraya bangkit dan beringsut menjauh.

HOT AFFAIR : Damn Love (Completed)Where stories live. Discover now