Part 4

45.9K 1.2K 36
                                    

Langit malam kota London nampak indah. Bagiku, kota kelahiranku adalah kota yang luar biasa. Tradisi yang kuat, tak hancur di gerus arus moderenisasi. Justru, keduanya berjalan berimbang membuatnya jadi sangat mengagumkan.

Kadang aku berfikir ingin hidup pada zaman di mana gaun-gaun indah adalah pakaian sehari-hari. Seperti dalam novel historical romance yang sering aku baca. Atau hidup dalam anggota kerajaan yang sedikit banyak masih hidup dalam tradisi yang begitu kental.

Aku menghela nafas. Pikiranku melantur setelah lelah memikirkan berbagaimacam kemungkinan. Jacob masih menyetir dalam diam, dengan radio mobil yang menyala, menandakan bahwa Jacob sendiri tak ingin ada percakapan. Sikap Jacob memang aneh. Aku semakin yakin jika Jacob memang melihatnya.

Lalu, sekarang kenapa dia membisu? Harusnya dia menanyakan atau, jika memang dia mencintaiku, dia akan berteriak marah. Atau juga tidak. Jacob adalah jelmaan malaikat yang sesungguhnya. Jika dia mengetahui sesuatu, dia akan memikirnya matang-matang. Dia akan memikirkan sebab dan akibat. Dan kemungkinan lainnya, dia akan memendamnya sendiri.

Ini sungguh tidak adil!

Aku sungguh tak bisa menyakiti Jacob lebih dari ini. Sekarang, atau tidak sama sekali.

Mengulurkan tangan, aku mematikan radio yang sedang melantuntan musik berisik. Namun Jacob kembali menyalakannya.

"Sebentar, Sayang, ini lagu favoritku."

Lagu favorit? Sejak kapan musik keras masuk dalam list lagu favorit Jacob yang begitu menggilai Jazz dan Instrumental? Namun aku tak berkomentar, dan justru kembali melemparkan pandangan keluar jendela mobil.

Nyaliku menciut seiring semakin dekatnya kami dengan rumahku. Dan setiap kata telah kususun, menguar begitu saja saat derak rem tangan terdengar, menandakan kami telah sampai. Suara musik keras itu pun berhenti. Kesunyian yang mendadak itu terasa sedikit meremangkan tengkuk.

Aku berbalik, menatap Jacob yang menerawangkan pandangannta ke depan. "Jake?" panggilku menuntut perhatiannya.

"Bolehkah aku menciummu?" perlahan Jacob memutar kepalanya, menatapku lembut. Jacob telah kembali kedalam cangkang malaikatnya.

Aku terlalu terkejut untuk menjawab, sehingga diamku diasumsikan sebagai persetujuan. Namun, ketika bibir Jacob melingkupi bibirku, aku tenggelam.

Ciumannya memang tak membangkitkan apapun dalam diriku. Berbeda dengan David yang dapat menyulut api yang bisa menghanguskanku dalam sekejap. Namun kelembutannya, kehati-hatiannya, membuatku merasa aku adalah sesuatu yang sangat berharga yang pasti akan dia jaga selamanya. Itu membangkitkan rasa haruku. Sampai akhirnya Jacob mengakhiri ciuman itu, aku tau mataku telah berkaca-kaca.

Jacob tersenyum dan mengelus pipiku lembut seraya menjauh. "Aku bersumpah padamu, aku akan menjagamu, membahagiakanmu, memberikan segalanya padamu sehingga tak ada sedikitpun alasanmu untuk pergi dariku." Kata-kata itu menghapus sisa-sisa keinginanku untuk membicarakan apa yang terjadi antara aku dan David. Dan seandainya Jacob memang telah tau, dia memutuskan untuk diam dan melupakannya, yang artinya, dia memaafkanku.

"Kenapa kau begitu menyayangiku, Jake? Aku bahkan tak pantas mendapatkan rasa sekuat itu darimu." Jangan menangis, Rose. Jangan sekarang. Aku harus tetap nampak tenang sekarang.

"Jika aku tau alasan aku menyayangimu, mencintaimu, memujamu, aku juga pasti tau cara untuk melupakanmu, mengusir dirimu dalam benakku. Sayangnya aku tak tau. Seperti kau tak tau kenapa kau tak bisa mencintaiku walaupun kau telah berusaha begitu keras."

"Aku... bukan begitu.... Aku...."

"Tak apa, Rose. Aku tak mau lagi menuntutmu. Kini bagiku, kau tetap berada di sisiku itu sudah cukup."

HOT AFFAIR : Damn Love (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang