Ending

56.7K 1.5K 91
                                    

Dari awal Jacob memang mempunyai firasat. Saat pertama kali melihat Rose menatap David, atau sebaliknya. Seperti ada medan magnet di antara mereka. Tapi, Jacob terlalu mencintai Rose untuk mengerti.

Kedua, ketika tiba-tiba Rose meminta pulang pada jam 3 dini hari. Mereka bilang minum teh bersama, namun, ketika dia pergi ke dapur, tak ada sisa-sisa minum teh di dapur. Dia masih berfikir positif. David mungkin sudah membereskan cangkir-cangkir dari atas meja makan.

Dan semua semakin jelas, ketika melihat mereka di dalam ruang ganti. Memang dia hanya melihat kaki mereka dari balik tirai, tapi tak mungkin tak terjadi apa-apa dibalik tirai itu kala kaki mereka saja nampak begitu rapat.

Dia hancur? Mungkin. Dia marah? Pasti. Namun lagi-lagi rasa cintanya pada Rose mengalahkan rasa lain. Jelas sekali Rose tak mencintainya, walau telah mencoba. Tapi Jacob adalah manusia biasa. Dia mencintai Rose dan menginginkan wanita itu untuk dirinya sendiri. Dia berfikir segalanya akan lebih mudah nanti, ketika mereka telah bertunangan. Terlebih, David ingin kembali ke Amerika. Itu lah pertama kalinya dia suka David merasa bersalah dan pergi menjauh.

Tapi malam ini, melihat senyum palsu pada wajah Rose, adalah siksaan sendiri untuk Jacob. Seperti duri dalam daging yang terus menusuk pada setiap gerakan. Terlebih, ketika melihat Rose menangis tersedu kala David meninggalkannya di teras hotel.

Katakan Jacob penguntit atau apa, Jacob tak peduli. Dia mengikuti setiap gerak-gerik Rose dan David. Dia mendengarkan setiap kata yang mereka bicarakan. Dan dia hancur berkeping, ketika perpisahan mereka membuat Rose menangis tersedu. Dia sadar, cinta memang tak mampu dipaksakan. Jadi, ketika David melangkah menjauh, dia mengikuti lelaki itu.

“Apa kau menganggapku begitu bodoh? Tak bisa melihat apa yang begitu jelas, seperti kau dan Rose?”

David memutar kepalanya, terlalu cepat sehingga Jacob tau jika dia merasa kaget. Rupanya, perhatian David yang hanya tertuju pada Rose, tak memberikan lelaki itu perhatian pada Jacob.

“Jangan pernah berpura-pura dengan berkata “apa maksudmu?” atau “apa yang kau bicarakan?” atau “apa kau sudah gila?”. Karena, jika kau menyangkalnya, tanganku telah siap meninju rahangmu!”

David menunduk, rasa bersalah pada rautnya sama seperti ketika lelaki itu meminta maaf, atas kematian orang tuanya. Dan itu berhasil membuat amarah Jacob memuncak.

“Demi Tuhan, D, kau masih menyimpan rasa bersalah atas kematian Mom dan Dad. Ternyata Amerika tak memberi apapun pada dirimu.”

“Lupakan semuanya, Jake. Aku meminta maaf atas semua yang telah terjadi. Aku bersumpah, aku tak akan menunjukan diriku lagi di depan Rose, di depan kalian. Kau tau, aku akan kembali ke Amerika dan melupan segalanya.”

“Melupakan jika kau masih mempunyai keluarga? Aku memang marah, D. Sangat marah. Tapi aku tak mau kemarahan membuatku kehilangan keluargaku lagi. Atau membuat orang yang aku cintai tak bahagia selamanya karena aku mengungkungnya dalam status yang bahkan dia tak sukai? Omong kosong!”

“Kau yang beromong kosong! Kau bahkan tak tau bagaimana rasanya tak bisa bersama dengan orang yang kau cintai. Jadi, jangan jadi pahlawan dan lupakan segalanya! Kau tau aku bukan? Aku bisa melupakan wanita semudah aku mengganti pakaian dalamku.”

“Oh ya, lihat siapa yang bicara? Kau fikir kau bisa menipuku?” Jacob tertawa mengejek. “Dan asal kau tau, aku tau rasanya tak bisa bersama dengan orang yang kucintai. Kau fikir, selama ini aku menutup mata atas perasaan Rose yang susungguhnya? Tidak! Dan asal kau dan mulut besarmu itu tau, itu lebih menyakitkan. Di mana orang yang kau cintai bisa kau miliki hanya secara harfiah!”

“Cukup, Jake, tenangkan dirimu dan aku akan pergi!” David berbalik, dan berjalan pergi untuk mendapati langkahnya dihentikan oleh sura gelas yang pecah. Jacob membanting gelas wine yang tadi ia pegang.

HOT AFFAIR : Damn Love (Completed)Where stories live. Discover now