episode 16

2K 138 0
                                    

Welcome back to my storyyyy

Yuhuuu

Jangan lupa follo, like and share!

Voteee!! Karena vote itu gratis yoyoyoyooo

Enjoy

***

Mata Jingga sayup-sayup terbuka, ia melihat langit-langit kamar yang berwarna putih tulang, bukan, kamarnya tidak berwarna putih tulang.

Gadis yang belum sadar sepenuhnya itu shock, cepat-cepat ia duduk dan menatap sekeliling, baru sadar jika ia tidur di kamar Andovi yang semalam dibersihkannya.

Jingga melirik arloji nya, pukul 10.34, Jingga menarik nafas, hari ini ia tidak sekolah dan lebih memilih menjaga Andovi, tapi yang akan dijaga itu tidak ada.

Jingga berdiri, melipat selimut yang baru digunakannya lalu berjalan ke kamar mandi, gadis itu sangat terbiasa sehabis tidur harus basuh muka dan gosok gigi, agar ia merasa sedikit fresh.

"Hai." Sapa seorang cowok saat Jingga baru saja keluar dari kamar mandi, Jingga memegang dadanya yang terkejut dengan sapaan itu.

"Bikin kaget."

"Lo udah banyak ngomong ya sekarang." Ujar cowok yang menyapa Jingga tadi, siapa lagi jika bukan Andovi?

Jingga mendengus, menatap Andovi ogah-ogahan. "Bacot."

Jingga melihat nampan yang berada di nakas, baunya saja membuat Jingga keroncongan, Jingga baru sadar jika dirinya kelaparan dari semalam.

"Gue pulang ya." Pamit Jingga hendak keluar dari kamar Andovi, namun Andovi mencekal tangan gadis tersebut.

"Lo kenapa?"

Jingga menggeleng, ia tidak tahan dengan bau ayam bakar di atas nakas itu, cacingnya memberontak untuk diberi makan.

"Makan dulu sama gue." Ajak Andovi.

Jingga kembali menatap nakas, "itu nasi cuma sepiring, ayamnya juga sepotong, buat lo aja nggak bakalan cukup Semesta."

Andovi menggeleng, "nggak! Satu piring berdua, okey?"

Jingga baru akan menolak, namun Andovi segera menarik tangan gadis itu menuju sofa kamarnya di depan tv PSnya.

"Makannya pake tangan ya, nggak oake sendok, gue lebih suka yang sederhana soalnya."

Mau tidak mau Jingga akhirnya makan satu piring berdua dengan Andovi, perutnya juga keroncongan minta diisi.

Awalnya Andovi ikut makan dengan Jingga, melihat Jingga yang makan dengan lahap membuat Andovi berhenti dan memperhatikan gaya Jingga makan.

"Gue suka sama lo." Gumamnya cukup keras dan terdengar jelas di telinga Jingga.

Jingga mematung, tangannya berhenti bekerja, mulutnya berhenti mengunyah, gadis itu mendongak menatap Andovi dengan nasi yang belepotan di bibirnya.

"Becanda aja lo."

Jingga mematung, bukan, Andovi tidak hanya mengelap bekas nasi di bibirnya saja, namun cowok itu memakan kembali nasi yang tadinya menempel di bibir Jingga, membuat Jingga gugup dan tidak berani melihat wajah Andovi.

"Ciuman secara nggak langsung."

Jingga tidak melanjutkan makannya, tiba-tiba perutnya terasa kenyang, entah kenapa, ia merasa bertambah gugup dengan cara Andovi memperlakukannya.

"Assalamu— yah pacaran dia, kita datang disaat yang tidak tepat, Lan."

Baik Jingga maupun Andovi langsung melihat ke arah ambang pintu kamar, disana ada Marquel dan Alan, mereka masih mengenakan seragam sekolah.

Jingga langsung menunduk, sedangkan Andovi menggeram kesal. "Ganggu aja kalian, masuk!"

Keduanya terkekeh lalu masuk ke kamar Andovi, yang Marquel langsung berbaring di atas ranjang Andovi yang Alan memilih kaset PS yang akan digunakannya untuk bermain, sedangkan Jingga dan Andovi sama-sama diam, mengamati piring yang masih banyak nasinya.

"Gue kenyang." Ujar Jingga gugup.

Andovi menggeleng, "harus habis, nanti nasinya nangis."

"Emang nasi punya mata?"

"Nggak, hati punya perasaan, sama kayak gue."

Entah kenapa Andovi menjadi melankolis begini, "woi! Pacaran mulu, gue baper nih." Seru Marquel tidak terima.

Alan terkekeh, "sini, gue baperin."

"Najis."

Keempatnya terkekeh, Jingga tidak sadar saja jika nasi di piringnya sedikit demi sedikit dimakan oleh Andovi, saat Jingga menatap piringnya ia tersenyum, memasukkan nasi yang tersisa sedikit ke dalam mulutnya.

Saat Jingga akan berdiri, Andovi membisikkan sesuatu di telinga gadis itu membuat Jingga bergidik ngeri.

"Gue bakal bikin cinta gue nggak bertepuk sebelah tangan, lo butuh bukti?"

***

Gilly menatap sinetron yang menayangkan film islamic, ia menukar ke segala siaran tetap saja semua film di televisi swasta memiliki tema yang sama yaitu tentang perayaan isra' mi'raj nabi Muhammad SAW. Gilly yang melihat itu langsung mematikan televisinya, ia menggeram kesal.

"Jingga nggak dapet, nggak sekolah juga tuh, malah du rumah nggak ada hiburan." Lirihnya.

Ia menatap pantulan dirinya di cermin, cermin itu bergerak seolah menertawai Gilly, Halusinasi Gilly sudah membuat gadis itu hilang akal.

"Gilly, lo bakalan mampus kalau lo nggak bunuh orang-orang yang deketin siapapun yang lo sayang, lo nggak mau kan ditinggal sama orang yang lo sayang, lagi?"

"ARRRRRRGGGGHHHHH! BERHENTI!!!!"

Teriakan Gilly terdengar hingga lantai dasar, semua penghuni rumah yang besar itu berlarian ke kamar Gilly, termasuk Asoda dan suaminya yang kebetulan tidak ada job dan bisa tenang di rumah sebentar.

"Sayang, kamu kenapa?" Tanya Asoda dengan khawatir.

Gilly terkekeh ngeri, "Gilly mau, Jingga mati!"

Baik Asoda maupun Geo terbelalak, Gilly ingin membunuh teman-temannya bukan hanya kali ini, dulu gadis itu bahkan sering mengatakan jika ingin temannya mati, tentu Asoda dan Geo tidak memperbolehkan.

Namun, saat tahu jika Gilly berhasil membunuh beberapa temannya, Asoda menangis sejadi-jadinya, membuat Geo terpaksa turun tangan dan membayar pihak manapun agar gadisnya tidak masuk penjara, Geo juga menyalahkan teman Gilly yang memvideokan anaknya sedang membunuh, lalu teman Gilly lah yang masuk penjara.

Apapun akan Geo lakukan agar Asoda tidak menangis, ia tidak tega istrinya menangis, sedangkan untuk Gilly, ia tak terlalu peduli, mau mati pun Gilly asal tidak membuat Asoda menangia, Geo akan menyetujuinya dengan senang hati.

"Sayang, kita bawa Gilly ke psikiater ya?"

"Gilly nggak gila!!!" Bentak Gilly.

Geo dan Asoda mendengus, ia yakin ada yang tidak beres dengan Gilly, jika begini terus bisa-bisa Asida akan tidak fokus kerja lalu tidak laku lagi jadi artis, Geo pun pasti akan dipecat karena memiliki anak yang tidak dididik, akhirnya mereka akan jatuh miskin lagi.

Geo menggeleng, "sayang biarkan Gilly sendiri dulu, Gilly sedang ingin sendiri."

Asoda mengangguk, "sayang, mama ke kamar dulu ya."

Gilly tidak menjawab, ia hanya tersenyum sinis ke arah cermin.

***


KOMEN TARGET 10! VOTE 10! KALAU NGGAK SAMPAI TARGET HARI KAMIS NGGAK UPDATEEE!!!

YOYOOYOTOTOOOO

Jingga dan Semesta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang