Apartemen Taetae

3K 437 23
                                    

Jingga saat itu begitu menyakitkan. Tak pernah terbayang sebelumnya jika waktu sore menjadi waktu yang dapat meremuk hati Jimin menjadi berkeping-keping. Jingga telah bergulir, berganti petang pekat dan semilir angin dingin.

Tidak dingin.

Hangat namun menyakitkan.

Dieratkan lagi pelukan itu seakan Jimin menjadi manusia paling posesif di seluruh dunia. Ia tak ingin melepas pelukan hangat ini, tidak untuk saat ini. Jika pelukan ini ia dapat tiap kali air matanya jatuh, maka ia rela menangis semalaman hingga matanya bengkak.

Kejadiannya begitu cepat, membuat Jimin bingung sekaligus pening. Sorot mata terkejut itu menatap Jimin dari kejauhan. Ia masih ingat betapa berdenyut nyeri hatinya kala itu. Satu-satunya yang menjadi saksi kebisuan Jimin hanyalah lorong sepi dan sepasang muda mudi yang telah bertunangan.

Jimin kesakitan.

Sampai seseorang menarik tubuhnya dan memeluknya dengan erat. Seseorang dengan wangi yang sudah akrab dengan Jimin itu menyembunyikan kepala Jimin antara dada dan tangannya. Seseorang itu memeluk Jimin terlampau erat.

Disini mereka berada. Di bawah sorot lampu yang hampir padam karena sudah saatnya diganti. Diselimuti cahaya remang dan deru napas satu sama lain yang saling bertaut. Jimin masih berada dalam dekapan sahabatnya, di atas tempat tidur yang cukup berantakan. Namun masih ada ruang yang cukup untuk keduanya rehat dengan saling berpelukan.

"Taehyung..." Gumam Jimin terus menerus. Ia sebenarnya tak percaya si pangeran berkuda hitam itu adalah sahabatnya sendiri, Kim Taehyung. Jimin kira ia akan menyimpan air matanya sendiri setelah Taehyung mengatakan untuk berhenti menyapanya.

"Taehyung.. hiks..."

Jimin semakin mengeratkan pelukannya, ia tak ingin terbangun dari mimpinya yang begitu membingungkan.

"Maaf. Hiks.."

Dada Taehyung mengembang, ia menarik napasnya lalu menghembuskannya dengan perlahan. "Bodoh." Ucapnya dingin.

Taehyung memejamkan matanya erat. Hatinya pun menjadi sakit saat melihat kawannya itu berdiri tak berdaya dengan air mata mengalir. Ketika pintu lift terbuka, sosok mungil itulah yang pertama kali ia lihat. Taehyung tak paham dengan kedaan saat itu, namun melihat air matanya membuat Taehyung langsung merengkuhnya.

"Kim Taehyung bodoh.." Ucap Taehyung dengan kedua mata terpejam.






#######




Pagi menyapa. Badan Taehyung terasa lelah semua karena semalaman ia harus menopang tubuh berat itu. Dengan kaos putih lusuh dan celana kain selutut, Taehyung berjalan terhuyung ke arah dapur.

Ia memijit pundaknya sendiri sambil menuang sereal ke dalam mangkuk. Taehyung sesekali mengerang saat ia menemukan bagian paling sakit diantara tulangnya. Rasanya nyeri sekali.

"Harusnya dia berolahraga denganku tiap pagi." Gumam Taehyung sambil menyuap sesendok serela dan susu ke dalam mulutnya.

Ah... Rasa surga dalam mulutnya sesaat menghilangkan nyeri pada tubuhnya.

"Taetae.."

Panggilan kecil itu, sudah lama ia rindukan. Taehyung menegakan tubuhnya, berusaha untuk terlihat ia baik-baik saja. Ia tak ingin membuat kawannya itu menjadi tak enak karenanya.

Jimin berjalan dengan langkah diseret, jemari mungilnya terus menggaruk rambutnya yang berantakan. Taehyung menopang dagu, memandangi sosok menggemaskan yang sedang berjalan kearahnya.

"Buatkan ramen.." kata Jimin dengan 'tidak sopan'.

Taehyung menggeleng tak percaya. Sepertinya Park Jimin telah melupakan kejadian semalam. Dimana perasaan canggung terus mendampingi dirinya dan Taehyung.

 [TAMAT] Something in TokyoWhere stories live. Discover now