seo changbin ; never changed

7.8K 860 111
                                    

playlist ;
fiersa besari—konspirasi alam
fiersa besari—lembayung










Tepat pukul lima sore waktu setempat, Changbin datang lagi. Memenuhi janjinya untuk mengunjungiku setiap minggunya.

Ditangannya ada sebuket bunga camellia. Hatiku menghangat mengingat arti dari bunga itu. Aku merindukanmu. Itu artinya.

Aku lega dia tak bawa bunga primrose lagi. Arti bunga itu sungguh buatku menangis histeris. Bunga itu menyampaikan kalimat, aku tak bisa hidup tanpamu. Dan kedatangan Changbin seminggu yang lalu dengan bunga itu ditangannya sungguh buatku kesakitan. Tak seharusnya dia merasa seperti itu, karena dia lebih dari paham jika aku tak bisa mendampinginya lagi.

Tak akan pernah bisa.

Langkahnya berhenti di depanku. Buat senyumku terkembang semakin lebar. Kaki-kakinya terkekuk. Dia duduk tanpa pedulikan celananya yang mungkin saja akan kotor terkena tanah.

Aku ingin menyapanya tapi dia lebih dulu menyapaku. "Hai," sapanya sembari membelai nisanku—namun terasa hingga rambutku.

"How was your day?" aku tertawa malu. Dia masih saja ingat pertanyaan rutin yang selalu kutanyakan padanya jika kami bertemu diujung hari.

Duduk berdua di meja konter bar yang ada di dapur flatku. Menikmati secangkir kopi dan beberapa potong kue yang kubawa pulang dari kafe kecilku.

Dia akan menyesap kopinya, kemudian memuji betapa hebat diriku dalam meracik minuman itu. Lantas aku akan tersipu malu. Memberinya sebuah pelukan hangat, dilanjut dengan mengalungkan tangan dilehernya lalu bertanya,

"How was your day?"

Dia akan terlihat berpikir sebentar, padahal jawabannya selalu sama jika kutanya begitu. "Lumayan baik."

Aku terkekeh. Mencubit pipinya yang dulu masih tirus, belum sebulat sekarang. "Gimana sama pasien-pasien hari ini?" aku melanjutkan pertanyaanku.

"Cuma dikit. Tapi aku bersyukur, sih. Tandanya makin banyak orang sehat, kan?" jawabnya sambil menarikku mendekat.

Aku dan Changbin saling memeluk. Dia sandarkan dagunya pada bahuku. Dan aku memainkan rambut hitamnya.

Itu salah satu kisah dari sekian banyak sore yang kami habiskan berdua.

"Aku yakin kamu pasti selalu baik disana, iya kan, sayang?" Changbin meletakkan sebuket bunga itu disebelah nisanku. Aku berniat mengambilnya nanti. Lalu memajangnya di samping bunga-bunga lain yang selalu dia bawakan untukku.

Aku mengangguk, walaupun percuma karena Changbin tak akan melihatnya. Memang, sih, hanya sepi yang kurasa jika tanpa Changbin, tapi aku cukup bahagia.

"Hari ini pasien banyak banget. Aku capek," keluh Changbin buatku kembali ingat salah satu momen dimana di suatu malam dia datang ke flatku membawa sebotol minyak urut.

"Pijetin," pintanya buat tawaku meledak.

"Yakin pak dokter mau dipijetin?" godaku.

Changbin tak menggubris godaanku, terlalu lelah sepertinya. Karena tanpa banyak bicara, dia segera buka kaos dan naik keatas tempat tidurku.

"Pasien lagi banyak banget, ya?"

Changbin mengangguk pelan. Menahan kantuk walau matanya terpejam. "Tadi ada tiga kali operasi kecil."

straykids oneshoot (on going)Where stories live. Discover now