8 = One Night Chat ( 一晩チャット。)

14.3K 1K 103
                                    

- Sasuke's POV-

Hinata. Apa yang sudah kau lakukan padaku, huh? Kau mengganggu pikiranku dengan kepolosanmu. Dengan mudah kau meluluhkanku hanya dengan senyumanmu. Kau bisa membuatku menurut hanya dengan mendengar suaramu.

Arggghhkk...!!! Kau membuatku gila..!!

"Kau membuatku gila!" gumamku sendiri.

Kegilaan ini semakin menjadi saat orang yang menetap di kuil ini menyuruhku untuk berada satu atap dengan Hinata. Satu Futton dan satu selimut. Katanya untuk menjaga Hinata, apalagi kuil ini memang besar tapi hanya ada lima kamar. Itu sudah terisi tiga orang dalam satu kamar.

Seharusnya aku merasa beruntung karena hanya aku dan Hinata. Tapi aku tak ingin mencuri kesempatan. Kesempatan apa? Aku juga tidak tau. Karena aku tidak mesum seperti lainnya.

Ah, Baiklah-baiklah, aku mengalah.

Mesum sih, hanya sedikit saja.

Diluar hujan deras dengan sedikit petir yang menggelegar. Padahal tadi pagi tidak ada awan sama sekali, dan sekarang malah turun hujan.

"S-sasuke-kun belum tidur?"

Hinata baru masuk ke kamar dengan mengenakan Yukata putih tanpa corak, hanya putih dengan tali yang dililit dipinggangnya. Rambutnya tergerai indah, dengan wajah imut.

Aku mendadak gerah. Ingin rasanya kusuruh angin untuk berembus, agar gerahku hilang. Atau aku harus meminjam kipas milik perempuan Sabaku itu agar gerahku hilang?!

"Hn," jawabku seadanya. Aku belum tidur, karena menunggu calon pengantinku masuk.

Aku bercanda.

Kualihkan atensiku ke sebuah buku yang bersampul bunga teratai yang berada di atas nakas. Aku mengambilnya dan perlahan membukanya. Ini lebih baik.

"Kau menyukai bunga teratai?" Hinata bertanya.

Entah sejak kapan Hinata sudah mengambil duduk di sampingku, Hinata sedikit memiringkan kepalanya agar melihat buku yang tengah aku baca.

Jantungku kembali berdebar-debar. Dia benar-benar membuatku gila.

"Tidak! Aku hanya ingin membacanya," kataku masih menatap buku yang kubaca.

"Aku ingi--"

Duarr..!!

'Step'

"Aahhkkk..!"

Hinata menjerit dan langsung memeluk tubuhku. Petir menyambar diiringi lampu yang tiba-tiba mati. Aku sempat terkejut karena pelukan Hinata yang terbilang tiba-tiba.

Tapi merasakan tubuhnya yang bergetar seakan menahan takut, membuatku tak tega. Apakah Hinata takut pada petir? Atau takut gelap?

Itu tidak mungkin, karena bisa kubaca dengan jelas jika Hinata hanya kaget pada umumnya. Karena kadang aku juga kagetan seperti itu.

Kucoba menenangkannya dengan cara mengelus surai-nya. Semoga ini bisa membuatnya lebih tenang.

"Aku akan mencari lilin di laci." Perlahan aku bangkit. Hinata tidak melepaskan pelukannya, hingga harus mengikuti arah tubuhku.

ᴡᴀᴛᴀsʜɪɴᴏʜɪᴍɪᴛsᴜ [21+]Where stories live. Discover now