Bab 30

19.5K 2.3K 127
                                    

"Lo LDR-an tapi nggak kayak orang LDR-an, gimana cara deh?"

"Emang kalo orang LDR kayak gimana?"

"Ya nggak hepi kiyowo kayak lo gini," Tara berkacak pinggang. Alisnya bertaut heran. "Temen gue LDR nelangsanya kayak ditinggal seabad sama pacarnya. Pengin nyusul ke tempat pacarnya. Lo malah diem-diem bae, pacar lo di lain pulau!"

Tawa Rawi berderai. Kepalanya menggeleng, tak habis pikir.

"Nggak kangen lo sama si Aa?" cecar Tara lagi.

"Kangen ya kangen," angguk Rawi. Lalu dia mengacungkan ponselnya. "Tapi kan tinggal WA dia aja. Nanti tiba-tiba dia telepon atau video call. Kalo nggak ya gue yang telepon dia."

"Rhysaka langsung telepon?"

"Kalo lagi senggang ya telepon atau video call. Kalo timingnya nggak pas ya, paling abis bubar kantor dia baru chat gue."

"Terus lo nggak overthinking gitu?"

Mata Rawi berkedip pelan. "Overthinking karena apa?"

"Ya kalo si Aa balesnya lama gitulah!"

"Heh, kalo weekdays kan dia pasti kerja. Sama aja kayak gue atau lo. Nggak melulu ngecek HP. Paling ngecek buat urusan sama klien, kan."

Tara tampak syok, sedangkan Rawi kembali menyesap salted caramel miliknya.

Kalau dipikir-pikir tiga bulan itu waktu yang relatif cepat berlalu. Tapi selama itu Rhysaka tetap intens menghubungi Rawi. Entah cuma chat, telepon atau video call pada akhir minggu. Kegiatan sederhana itu entah gimana sepertinya efektif membunuh rasa sepi di antara mereka dan long distance relationship pun jadi tidak terlalu berasa.

Otomatis Rawi tak punya alasan buat ngegalau atau ngedrama lebay.

"Terus, si Aa kapan ke Jakarta?" tanya Tara.

"Dia bilang hari ini mau ke Jakarta," Rawi mengecek jam di pergelangan tangannya. "Flight dia nanti landing sekitar jam tujuh atau delapan malam. Itu juga kalo nggak ada delay."

"Terus lo yang jemput dia?"

"Iyalah. Tadinya kan orangtuanya yang mau jemput tapi si Aa nggak mau. Katanya udah kangen gue. Jadi maunya gue yang jemput dia."

Tawa Tara berderai. Kepalanya menggeleng-geleng. "Tapi ya, Wi. Gue nggak kira akhirnya lo bisa nyangkut sama Rhysaka," ungkapnya seraya bersandar di kursi. "Bagus sih, Wi. Honestly, I'm happy for you. Nggak gue sangka Rhysaka bisa bikin hati lo luluh juga."

"Thanks, Tar," Rawi memandangi gelas kopi di meja sambil tersenyum. "Gue juga sebenarnya nggak nyangka. Dilemanya banyak juga. Selain umur, posisi kerjaan, sampe masa lalu tuh ada semua, Tar. Nah, tapi Rhysaka tuh bikin segalanya simpel banget. Dia nggak pusingin umur gue yang lebih tua, posisi kerjaan gue bahkan soal masa lalu gue juga."

Tara berdecak kagum. "Dia terima lo dong ya?"

Rawi manggut-manggut. Mantap. Saat itu juga hatinya terasa menghangat.

Sebenarnya Rawi tahu Rhysaka sudah menerima dari lama. Laki-laki itu tidak pernah meninggalkannya begitu saja. Meski beberapa orang sempat mencoba bikin goyah, Rhysaka justru bertahan sekalian sempat-sempatnya menghibur Rawi. Namun memang Rawi yang belum benar-benar bisa merasakan penerimaan tersebut sampai Rhysaka bilang tidak memusingkan masa lalunya.

Love in Credit [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang