03.00 am - Finding Hope

617 59 4
                                    

Di antara kerlap-kerlip kota Seoul yang sibuk menerangkan kota dengan lampu-lampu, di sini aku malah diam duduk di sofa yang dulu pernah kita beli karena kamu selalu protes untuk membeli sesuatu yang nyaman untuk bersantai di apartemenku. Nggak lupa dengan membeli meja kecil, karena saat itu kebetulannya sedang ada diskon dan kita membelinya cuma-cuma.

Mengingatnya membuat aku tertawa kecil. Sebenarnya melelahkan, mengingat tentang kamu. Terbangun di jam tiga pagi, merasa aneh karena terkadang kamu ada di sebelahku di kasur ini tapi sekarang benar-benar kosong, kemudian berakhir meminum soju yang tersisa di kulkas untuk meminumnya sambil duduk di sofa seperti ini.

"Kamu kalau mau punya rumah, mau yang bagaimana?" tanya Taehyung saat itu, setelah pulang dari membeli sofa.

Aku diam, berpikir. "Kenapa memangnya?"

"Aku mau tau masa depan kamu aja, siapa tau bisa bantu." Taehyung menunjukkan cengirannya. Selalu seperti itu, tiba-tiba bertanya hal yang tidak diduga.

"Memangnya mau bantu gimana?" tanyaku lagi lalu membuka kemasan cemilan yang sudah dibeli.

"Hmmm..." Taehyung berdeham panjang. "Kamu maunya dibantu yang gimana?"

Aku tergelak, sebenarnya menertawakan diri sendiri karena sudah telak tidak bisa bertanya lagi padanya. "Buat aku, kamu sudah cukup jadi rumah buatku, kok. I feel home when I'm with you, cukup dengan kamu nggak ke mana-mana. Kan, rumah nggak ada yang pergi-pergi."

Begitu sekiranya percakapan kita waktu itu, Taehyung. Kamu masih ingat? Aku harap iya, karena kamu harus tau, sekarang aku menjadi gelandangan tanpa rumah.

Kabar kamu, baik? Kalau kamu mau tau, aku nggak baik-baik aja, Taehyung. Entah gimana rasanya jadi kosong tapi kamu selalu memenuhi pikiran aku, seringkali di pagi buta seperti ini.

Dulu, kalau aku tiba-tiba terbangun dari tidur, kamu juga pasti ikut terbangun karena aku akan bergerak. Atau saat kamu lagi nggak menginap dan pada akhirnya aku menelepon kamu karena aku nggak bisa tidur lagi, makanya kamu jadi sering menginap di tempatku.

Saat aku menelepon kamu, dengan suara mengantuk, kamu berusaha untuk merespon ocehan-ocehanku yang nggak penting dan pasti mengganggu tidur kamu.

"Aku ganggu tidur kamu lagi, kan? Balik tidur lagi aja. Maaf ya," tuturku dengan nada bersalah. Tapi sumpah, tiap kali aku terbangun, rasanya aku nggak bisa berhenti berpikir yang negatif. Dan dengan adanya kamu, bahkan hanya mendengar suara kamu, itu sudah cukup membuat aku merasa aman.

"Nggak apa. Ditelepon gini, aku jadi tau kalau kamu masih butuh aku. Dan aku merasa lega karena aku masih dianggap di hidup kamu. You still not okay? Or do you need me to come over?" tanya Taehyung yang kemudian terdengar suara grasak-grusuk di sana.

"No, no. Kita bisa ketemu nanti. Kamu lanjut aja tidurnya." Aku mengulum bibir sebentar sebelum melanjutkan ucapanku. "One-four-three."

Taehyung di seberang sana tertawa kecil. "Mhm, two-two-four. Selamat tidur, jangan lupa berdoa."

Aku tersenyum lebar mendengarnya saat itu kemudian memutuskan sambungan telepon.

Sekarang, apa aku bisa mengucapkan kembali angka 143 itu ke kamu? Aku masih butuh kamu. Rumah nggak akan pergi, kan?

Di mana jawaban angka 224 dari kamu setelah aku bilang 143 ke kamu?

I said, I love you,

you said, today, tomorrow and forever,

tapi sepertinya, selamanya yang kamu maksud itu bukan jangka panjang ya?

•••
a.n: feel free to drop your all time fav song here!

k o n s t e l a s iTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang