08 - Memaksa

246 22 0
                                    

Ilana merasakan kepalanya yang cukup berat. Sayup-sayup terdengar dua orang yang berbincang atau lebih tepatnya berdiskusi di dekatnya.

"Gimana?" Ucap seorang gadis.

"Di kontaknya cuman ada nomer mamanya, tapi pas di telepon gak aktif" jawab lelaki yang Ilana yakin tengah memegang ponsel milik Ilana sambil melihat-lihat isinya.

"Gimana dong?" Tanya perempuan itu gelisah.
"Apa kita tungguin dia bangun dulu? Nanti kita anterin aja me rumahnya" Sambungnya. Ilana meyakini bahwa dirinyalah yang sedang di debatkan dua muda-mudi itu.

"Kalian gak usah repot-repot, aku bisa pulang sendiri" ucapnya setelah kesadarannya penuh dan ia bangkit terduduk.

Kedua orang itu menoleh kaget, terutama si cewek.

"Ih, nggak lah! Kamu kan sakit Ilana. Masa kita biarin pulang sendiri gitu aja? Teman macam apa?" omel gadis itu. Ilana mengerjap beberapa kali.

Sejak kapan mereka berteman?

Ternyata apa yang ia pikirkan sama dengan pikiran Chan. Lelaki yang selalu 'ramah' kepada semua orang tersebut memang baru kali ini berbicara dengan gadis kuncir kuda yang mengaku sebagai Raya itu, yang tiba-tiba cerewet dan sok-kenal-sok-deket.

"Udah, mending Ilana pulang di anter kamu, Bang Chan. Pasti bawa mobil kan?" Tanya Raya santai.

"Enak aja! Nggak lah." Sergah Bang Chan cepat. Raya menatap sanksi ke arahnya. Bang Chan berdehem singkat.

"Maksudnya, saya gak bawa mobil. Mana ada sekolah ngebolehin bawa mobil. Yang ada di skors saya" ucapnya membuat Raya mengangguk-angguk.

"Yaudah kita pesan Lala.Car aja! Tapi kamu harus ikut nemenin aku nemenin Ilana, takutnya dia kenapa-kenapa kan ada tenaga buat bopong" ujar gadis berkucir itu, sekali lagi dengan nada santai.

"Dih! Ngapain saya ikut? Nggak, nggak!" Tolak pemuda berdagu lancip tersebut lalu menatap Ilana yang menatapnya datar.

Gak akan lupa, kalau dia itu penguntit saya!

Ilana menghela napasnya. Ia mengerti tatapan itu.
"Gapapa. Aku sendiri aja." Ucap gadis itu bangkit lalu mengambil tasnya hendak pergi, namun lengannya di cegah oleh Raya. Gadis itu menoleh dengan raut bertanya.

"Udah di pesenin Lala.Car-nya. Gak bisa nolak!" Ucap gadis tersebut sambil memperlihatkan layar handphonenya yang menunjukan orderan taksi online nya. Setelah itu, gadis berkucir itu memasukkan hp nya ke saku almamater lalu menoleh ke kanan, tepatnya ke arah Chan. Tanpa pikir panjang, ia juga menarik lengan lelaki itu lalu mulai menyeret mereka berdua--Ilana dan Chan--keluar dari ruangan itu, hendak menunggu taksi online yang dipesan, di luar gerbang sekolah.

***


"Benar lewat sini, kan, lan?" Tanya Raya entah sudah keberapa kali. Ilana dan Chan sampai menghembuskan napas jengah mendengarnya. Gadis itu bukan hanya cerewet, tapi sangat cerewet.

Kini mereka sudah berada dalam taksi online yang dipesan Raya dengan posisi Ilana di dempet oleh dua orang 'pengantarnya'.

Beberapa saat kemudian, taksi online pesanan Raya berhenti di sebuah perumahan elit lalu menepi di depan rumah sederhana namun luas.

Dengan gerakan yang penuh semangat, Raya membuka pintu mobil lalu keluar, setelahnya gadis itu lalu menuntun Ilana keluar dengan hati-hati. Chan sudah berada di luar mobil dan meghampiri mereka berdua.

"Heh! Bantuin napa! Tuntunin Ilana!" Ucap Raya mendelik ke arah Chan yang hanya menonton di sampingnya. Chan mengerutkan keningnya. Walau sambil menatap tak suka, ia tetap menurut. Ia memegang siku Ilana lalu mereka mulai menuntun Ilana keluar mobil.

Mereka sampai di dalam rumah Ilana. Ilana menawarkan minuman dengan canggung.

"Gak apa-apa, gak usah kita mah, yang penting kamu selamat sampai sini" ucap Raya menolak halus yang hanya dibalas ekspresi kaku Ilana. Sementara Chan, jangan tanyakan ekspresinya, ia sangat canggung berada di antara kaum wanita yang satunya ia hampir bahkan tidak pernah bicara, yang satunya musuh... penguntit.. ah, pokoknya hubungan mereka tidak bisa dibilang akur apalagi akrab.

"Kamar kamu mana?" Tanya Raya tiba-tiba. Ilana mengarahkan ibu jarinya ke arah ruangan yang tertutup pintu kayu bertuliskan 'Nana'.

"Ooh..." gumam Raya mengangguk-angguk.
"Banyak ya disini" gumam gadis itu hampir tak terdengar, lebih seperti berbicara kepada diri sendiri. Ilana mengerutkan kening.

"Hah? Kamu bilang apa?" Tanya gadis itu penasaran. Raya mengerjap sekali kemudian menggeleng dengan cengirannya.

"Kamu tinggal sendiri? Gak takut?" Tanya Raya, sekali lagi membuat Ilana mengerutkan kening.

"Kenapa?" Tanya gadis itu.

Raya menggeleng sambil tertawa. "Enggak apa-apa."

Hening beberapa saat.

"Ya udah, yuk, Chan, kita pulang. Kasihan Ilana mau istirahat pasti. Ilana, kita pulang ya? Aku udah kasih obat di tas kamu. Diminum ya. Tenang, halal dan bukan racun kok. Hehehe. Ya udah, bye ya!"

Ilana mengerjap-kerjap. Ia bahkan belum berterimakasih kepada mereka. Mungkin pada Bang Chan juga, karena ia yakin kehadiran Bang Chan gak mungkin disengaja. Pasti cowok itu sampai rela dipaksa mengantarnya kesini karena ia yang menolong Ilana pertama kali.

"Ya udahlah besok aja ngomong nya." Ia pun masuk ke kamarnya dengan berjalan lemah.

***

Ilana termenung di kamarnya. Ia mengulang kembali ingatan tentang penglihatan itu. Memutar sejelas-jelasnya semua kejadian yang ia lihat di kepalanya. Dari mulai seorang gadis berseragam sekolah yang di tarik pria asing berjubah hitam yang memegang pisau sampai sepatu penuh darah milik korban kedua yang pemiliknya sudah tak bernyawa. Dan... adegan dimana Bang Chan menjadi peran utamanya.

Ilana berpikir keras sambil memutar-mutar bolpoinnya.

"Rambutnya berbeda warna dari yang sekarang, di penglihatan warnanya pirang, sekarang hitam legam." Gumamnya lalu mulai menggambarkan sketsa Chan yang ia warnai rambutnya dengan crayon kuning.

Lalu tangan lihainya mulai menggambarkan wajah gadis cantik yang merupakan hantu murid cewek di kelasnya--yang mengganggunya pagi ini sampai ia pingsan dan berakhir mati suri--dan satu lagi wajah gadis yang di beri tanda tanya. Ia menatap gambar terakhir yang ia buat itu. Lalu mulailah ia mengetuk-ketuk gambar itu.

"Siapa kamu sebenarnya?"

***


TBC

VOMMENT DONT FORGET YAH KAWANS 😘

Yes, I Can See Them | Stray Kids Horror-fictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang