Sān

71 12 8
                                    

Aku tidak tahu, namun yang pasti, luka itu mulai merenggang untuk kedua kalinya.

--Jingga Lestari

🌅🌅🌅

Akibat kejadian beberapa hari silam--saat Tari tidak sengaja memakan bakso yang terdapat daun seledri di dalamnya. Membuat ia tak berselera makan hingga saat ini. Setiap melihat makanan, yang ada dibenaknya bahwa makanan tersebut telah dicampuri daun seledri. Semua ini gara-gara Angga.

Fatal bagi gadis bertubuh tinggi itu jika sudah termakan daun seledri. Nafsu makannya akan hilang sampai berhari-hari--kecuali dirinya mengonsumsi mangga mentah yang langsung di petik dari pohon. Aneh, memang. Namun begitulah kenyataannya. Rasa mualnya akan langsung menghilang jika Tari memakan mangga yang masih mentah. Dan tidak mudah mencari mangga mentah kalau belum masa pohon itu berbuah. Mau di cari di pasar, tidak mungkin ada.

Gadis yang hari ini memakai sweater hitam tengah berjalan lunglai di koridor. Disebelahnya ada Gilang Mahardika yang menemani untuk menemui Angga, lantaran ponsel Tari yang saat ini berada di tangan Angga.

Dirinya baru teringat saat mereka berpisah jalan di parkiran tadi, maka dari itu Tari langsung bergegas menuju kelas Angga. Namun, Gilang berkata bahwa Angga sudah pergi bersama Nial dan teman-temannya yang lain.

Karena itu, Gilang berinisiatif untuk menemani gadis yang mendapat julukan kasar dari Gilang ini. Mereka terus berkeliling mencari Angga, mulai dari kelas dua belas bahasa tiga--kelas Nial, kantin, dan toilet laki-laki--opsi terakhir sebenarnya Tari tidak meng-iyakan hal gila tersebut, namun tarikan tangan paksa dari Gilang membuatnya mau tak mau mengikuti langkah kaki pemuda sinting itu.

Sesampainya di toilet, Tari mendapat berbagai macam tatapan dari para siswa yang hilir mudik di area toilet. Memejamkan mata sejenak, Tari harus bisa mengontrol emosi jika sedang bersama sahabat gila Angga ini.

Gadis itu langsung menarik telinga Gilang dengan kuat. Lalu membawa laki-laki itu menjauhi toilet.

"Sinting lo ya! Udah gue bilang jangan bawa-bawa gue kesana!" Cecar Tari teramat geram.

"Sssh, iya-iya sorry. Aduh ini jewerannya di lepas dulu, sakit nih telinga gue. Kayak mau copot daun telinganya lo tarik kuat banget."

"Bodo!" Seakan tersadar, Tari baru teringat, kan pemuda disebelahnya ini punya ponsel yang bisa menghubungi Angga. "Sialan! Gilang, lo kan bisa hubungi Angga pakai ponsel lo."

Pemuda yang mempunyai bulu mata lentik itu menepuk dahinya, "Iya yah, bego banget sih kita." Kata Gilang masih mengusap telinganya yang terasa panas akibat jeweran maut Tari.

"Kita? Lo doang yang bego! Gue sih enggak." Tari bersidekap dada, "Cepetan telepon Angga, jangan bilang kalau gue yang nyariin. Bilang aja lo mau samperin dia kesana."

Gilang mengangguk patuh, lalu bergegas menelfon Angga yang kini--entah berada dimana.

"Heh kutil, lo dimana?!"

"----"

"Oh, oke."

"Dia lagi jalan mau ke mading." Kata Gilang pada Tari.

Setelah itu, mereka berdua melangkahkan kakinya menuju tempat yang di sebutkan Gilang tadi.

Gilang yang baru menyadari wajah Tari yang begitu pucat langsung bertanya, "Lo sakit, ya? Muka lo pucat banget."

Jingga Lestari meliriknya singkat, lalu menggeleng pelan.

Mendapat respon seperti itu, Gilang hanya mengendikkan bahunya acuh.

DiferenteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang