Half Human

6.1K 1.2K 62
                                    

"The brave man is not he who does not feel afraid, but he who conquers that fear." - Nelson Mandela


Lapas Pasir Putih

P. Nusakambangan, Jawa Tengah


22 Februari 2028

Barakuda hitam menjaga di samping mobil yang disetiri Pak Dadang.

Dua ban besar terlihat berputar di luar jendela Kalea. Badan besinya yang kokoh berkilat terkena cahaya terik. Nampak jalan membelah perbukitan rumbut. Pria berseragam serba hitam lengkap dengan helm bersiaga bersama senapan, berjaga di pinggir jalan. Sesekali ada bangunan, semua dipagari kawat besi dan kamera CCTV terpasang di dindingnya.

Crrk! Gravidor terpasang di tangan kanan Kalea. Baru sebelah yang berhasil Zidan reparasi. Dengung pelan terdengar dari bulatan mesin di telapak. Ketika ia gerakan jemari, kilat perak mengelilinginya.

Ini pertama kali ia memakainya lagi semenjak rusak dua tahun lalu.

Gilang nampak gelisah. "Kau tak bilang kita akan ke Nusakambangan."

Kalea membenarkan sunglasses. "Kalau aku bohong soal kepopuleranku di sini, kita sudah ditembak saat menyebrang. Santai saja. Rekrut pilihanku tinggal di sini. Maaf, tak sempat print dokumennya untukmu."

"Jangan bilang dia pelaku kriminal!"

"Tidak. Dia yang meminta dikurung di sana."

Mobil sampai di gerbang jeruji baja. Pagar besi mengitari bangunan di tengahnya. Kawat besi terpasang di atas pagarnya, berkilat kebiruan oleh setrum. Di setiap sudut pagar ada pos penjaga.

Gilang turun, menahan pintu untuk Kalea. Rok tuniknya berkibar sedikit oleh angin. Mereka disambut sepasukan berseragam hitam yang menjaga seorang wanita. Dia bertubuh proposional dengan kaki jenjang, gagah berjas yang dipasang berbagai lencana. Wajahnya olive ala Arab, bertatapan tegas, ditambah bibir marun.

"Ka." Gilang menganga, berbisik. "Itu Irjen Marini! Ispektur Jenderal termuda Se-Indonesia. Kau mengenalnya?! Ya ampun, aku belum sisiran. Ka, bagaimana kau mengenalnya?! Dia keluargamu?! Apa—"

"Ssh!" Kalea menutup mulut Gilang dengan pistol putih—pistol bius. "Jangan buat aku membiusmu. Aku kenal Tante Marini. Dalam dua tahun berkelana sendiri aku ketemu banyak orang, salah satunya beliau."

Mereka turun dari mobil, melangkah melewati barisan penjaga. Dengan tenang Kalea membuka sunglasses, menyematkannya di rompi seorang penjaga. Masih muda, dia pun bingung.

Irjen Marini menatap Kalea dan Gilang bergantian. Lalu Kalea mengangguk sekali, beliau pun membalas. Gilang terkesiap saat Irjen Marini memeluk Kalea dan tertawa kecil.

"Hai, Tan, kau terlihat semakin badai."

Dia memegang pundak Kalea. "Dan kau terlihat lebih bersinar, Nak. Kudengar kau tak akan beraksi sendiri lagi. Aku ikut senang. Wardana bisa dipercaya." Lalu ia beralih ke Gilang, berjabat tangan. Tersenyum. "Gilang. Ternyata kau ya pemuda cakep lulusan Harvard yang Kalea bicarakan tadi pagi."

Kalea merona, menahan panik. Tak melirik Gilang yang menoleh padanya. Entah kenapa jantungnya berderum cepat.

"Wajahmu merah begitu," tambah Irjen Marini, iseng. "Ayo masuk, dia menunggu sejak pagi."

Gilang hendak melangkah tapi Kalea menahannya. "Rekrut yang ini korban proyek DEKARSA, kebetulan kau... umm..." Kalea bingung menjelaskannya. "Tunggu saja di sini. Kau bisa ngopi bareng Pak Dadang."

GARDA - The SeriesWhere stories live. Discover now