Markas Garda
Eks. Kota Tua, Jakarta
Ribuan pertanyaan berterbangan.
Para Garda dikejutkan. Satu jam lalu, ajudan Marini membawa Rafa yang tak sadarkan diri dengan darah membasahi kaos, menetes di lorong. Kalea dipapah Marini karena setengah sadar. Dia memberi benda alien bersinar ke Zidan yang heran setengah mati.
Arda berada di lorong. Tak mengerti tapi sigap menteleportasi ajudan itu bersama Rafa ke klinik. Lalu kembali untuk menggendong Kalea yang lemas hampir kebahisan darah oleh luka di sisi perutnya.
Keadaan menggila ketika Rafa direbahkan ke kasur klinik. Zidan marah hampir menyeruduk Gwen yang menarik SN-81 ke suntikan.
Gwen tetap fokus, menyuntikkanya ke jantung Rafa. Hendak mengecek lukanya tapi layar di atas kasur menunjukkan garis lurus. Dia sigap merobek kaos Rafa dan memancing jantungnya dengan Defibrillator, dua kali. Mengangguk saat mendapat degup lemah. Kemudian bergegas ke boks pendingin berisi kantung-kantung darah, mengumpat karena tak ada O Positif.
"Darahku O Positif," kata Chief. "Ambil yang kau perlukan."
Chief duduk diam saat Gwen menusukkan jarum donor ke lipatan lengan. Dia menatap Kalea, tenang. Tak bicara tapi matanya mengisyaratkan banyak ucapan.
Seketika membuat Kalea merasa seperti pengkhianat.
Tadi adalah sejam terpanjang dalam hidupnya. Dia terhentak dari lamunan saat Gwen memasang plester di keningnya. Lalu Gwen menatap dari atas sampai bawah, ngeri.
"Apa yang membuatmu begini? Kau tak pernah babak belur."
Kalea menyimpelkan cerita di kepalanya. "The Unseen Soldiers atau Trinox—nama bekennya. Mereka bagaikan baja. Hanya mati jika bulatan biru itu dilepas."
"Oh ya, Zizi sedang mempelajarinya."
Kalea memperhatikan noda darah di kaos Gwen. "Terima kasih mau menyuntikannya."
"Santai." Gwen mengoles salep ke mata bengkak Kalea. "Walau kau cewek sinting aku selalu percaya keputusanmu, Capt. Kondisi Rafa stabil, tak mengalami konvulsi juga. Kurasa serum saktinya bekerja." Dia berdehem. "Dan boleh tau kenapa kau memberikannya? Itu nyawa cadanganmu."
Gilanya Kalea sendiri tak tau kenapa. Kesadarannya terpecah saat Rafa sekarat di pangkuannya, bahkan lupa Rafa berkali-kali coba membunuhnya.
Zzp! Arda masuk klinik. "Ka, sudah merasa baikan?" Amarah tersembunyi di suaranya. "Chief dan Zidan ingin bicara denganmu soal Trinox."
"Kau juga marah padaku ya?" Malah itu respons Kalea.
"Iyalah! Aku mengkhawatirkanmu." Arda memejam sejenak lalu menyodorkan tangan. "Tapi kau tak apa sekarang, Ka, itu yang terpenting."
Kalea tersenyum, bersyukur Arda tak mempersulit keadaan. Dia pun memegang tangannya dan mereka hilang ditelan cahaya biru. Meningglkan Gwen bersama Rafa yang terbaring.
Arda muncul kembali, memberi borgol. "Kutitip Rafandy sebentar ya, Gwen."
"Asik." Dia menggigit centil borgolnya. "Lama juga mau."
***
Perbincangan ini lebih memusingkan dari yang Kalea bayangkan.
Ketiganya di ruangan Chief, berdiri mengelilingi meja kaca. Hologram melayang di atasnya, menunjukkan benda biru itu—Zidan namakan Soul Core—terbelah memperlihatkan inti biru.
Setengah jam lebih Zidan berusaha menjelaskan reaksi fusi Nuklir. Bagaimana benda biru itu bisa memberikan energi untuk para Trinox. Dari peninjauannya selama satu jam, benda itu bekerja seperti mesin utama tubuh Trinox. Mengandung partikel foton yang mengalirkan energi murni dan fungsi tubuh Trinox mati tanpanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GARDA - The Series
Action(Completed) (BOOK 1 & 2) Diawali penjarahan dan pembunuhan berantai di Jakarta. Kalea, mantan kadet pembunuh terlatih, bergabung dengan organisasi rahasia untuk menangani kasus ini. Seiring ia mendalaminya terkuaklah berbagai fakta dan kejadian di...