Chapter 2

2.1K 181 2
                                    

Pemuda berjaket hitam-emas itu menyandang tasnya dengan tergesa-gesa. Ia yakin kakaknya sedang menunggunya di rumah. Ia melewati lorong di samping sekopahnya dengan terpaksa. Ia terpaksa melewati lorong itu untuk segera sampai kerumah. Ia tidak ingin membuat kedua kakaknya menunggu. Walau, ia tak yakin kakak sulungnya sudah pulang. Biasanya, kakak sulungnya pulang menjelang maghrib.

Ia mempercepat langkahnya, ia takut bertemu dengan preman/pemalak yang biasanya ada di lorong tersebut. Ia tidak pernah bertemu dengan mereka, tetapi ia tahu dari cerita teman-temannya. Akibatnya, lorong tersebut menjadi sepi, tak ada yang berani melewati lorong tersebut.

'Pasti Kak Taufan khawatir', batin pemuda tersebut.

Ia tahu kakaknya yang satu ini merupakan tipe orang yang gampang panik. Jadi, ia tidak ingin kakaknya khawatir.

Langkah pemuda berjaket tersebut terpaksa berhenti. Keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Kini, ia sedang berhadapan dengan para preman yang biasanya mangkal di lorong tersebut.

Ia mundur perlahan-lahan. Takut, preman tersebut menghajar dirinya. Salah seorang preman nampak tersenyum menyeringai padanya.

"Kau pasti Halilintar bukan?" tanya preman berambut gondrong.
"Bu-bukan, a-aku adiknya Kak Hali." jawab pemuda tersebut dengan nada bergetar.
"Oh, jadi kau adiknya Halilintar ya? Mungkin aku beruntung bertemu denganmu. Bilang padanya bahwa kematian semakin mendekatinya." kata bos preman tersebut sembari tersenyum menyeringai.
"A-apa maksudmu?!"
"Kau tak perlu takut. Hali akan segera tiada. Ngomong-ngomong siapa namamu?" tanya preman berjaket merah.

Pemuda tersebut nampak berusaha mencerna perkataan preman berjaket merah barusan.
"BoBoiBoy Gempa, Gempa."
"Kau ketua OSIS Sekolah Menengah Pulau Rintis bukan?" tanya preman berambut gondrong. Gempa mengangguk pelan.
"Mungkin, aku perlu memberimu sedikit pelajaran, Gempa. Aku yakin, Halilintar pasti marah kalau aku melukai salah seorang adiknya." kata bos preman tersebut.

Gempa kaget, ia nampak mundur beberapa langkah dari tempatnya semula berdiri. Jantungnya berdegup kencang, keringat dingin membasahi tubuhnya.

"Halilintar sebentar lagi akan mati di tangan kami." kata bos preman tersebut sembari menampakkan senyuman menyeringai miliknya.
"Apa?! Kak Hali tidak mungkin mati, apalagi mati di tangan orang berdosa seperti kalian! Aku yakin Kak Hali pasti memenuhi janjinya pada kami. Janjinya untuk menjaga dan melindungi kami. Lebih baik kalian jangan ganggu Kak Hali!" kata Gempa dengan berani.
"Apa? Kau mirip dengan orang berjaket biru tadi." kata preman berambut gondrong dengan tatapan kesal.
"Berjaket biru? Maksudnya, Kak Taufan?" gumam Gempa.
"Lebih baik, kalian jauhi saudara-saudaraku! Jangan berani kau sentuh mereka orang-orang berdosa!" seru Gempa. Ia tak ingin melihat kakaknya terluka.

Bos preman tersebut nampak kesal. Ia berjalan ke arah Gempa lalu memukul bahunya keras. Gempa berjalan mundur sembari memegang bahunya yang barusan di pukul oleh bos preman. Gempa menatap mereka kesal dan berusaha melawan. Perkelahian terjadi, Gempa terpaksa melawan 3 orang preman yang memiliki badan yang lebih besar dari pada badannya.

Bagaimanapun juga, Gempa bukanlah Halilintar yang pandai berkelahi. Ia hanya berusaha melawan. Preman tersebut menghajarnya sampai babak belur.

"Huh! Apa ini Ketua OSIS yang di bangga-banggakan itu? Nyatanya, berkelahi saja tidak pandai, dasar lemah!" kata bos preman tersebut. Ia mendekati Gempa dan memukul perutnya dengan keras.

Gempa terjatuh, ia memegangi perutnya. Tubuhnya di penuhi dengan luka, wajanya lembam dan bengkak, ia yakin ia sudah dihajar babak belur oleh preman tersebut.

For You Brother~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang