Chapter 4

1.8K 168 7
                                    

Pemuda ber-iris mata ruby itu berjalan melewati lorong dengan tenangnya. Ia tak menghiraukan sunyinya dan gelapnya lorong yang di lewatinya. Ia menyandang tas berwarna hitam-merah miliknya. Hari ini, ia pulang agak terlambat. Latihannya berjalan lama. Maklum saja, ia selaku senior harus mengajari anak-anak yang baru masuk klub.

Langkah pemuda tersebut berhenti. Di depannya sudah ada beberapa preman yang menghalanginya. Iris Rubynya menatap mereka satu-persatu dengan dinginnya.

"BoBoiBoy Halilintar, akhirnya datang juga kau." kata preman berjaket merah.
"Apa maumu kali ini?" tanya Halilintar dengan dinginnya.
"Oh, aku ingin memberi tahumu sesuatu." kata bos preman tersebut. Ia berjalan ke arah Halilintar.

Bos preman tersebut menepuk pundak Halilintar pelan. Halilintar masih dalam posisi siaga dengan kuda-kudanya.

"Aku yakin 'penyakit' mu sudah parah." kata bos preman tersebut sembari tersenyum menyeringai.
"Cih,"

Halilintar terdiam, ia seperti memikirkan sesuatu. Bagaimana preman tersebut bisa tahu tentang penyakitnya? Penyakit yang selama ini ia sembunyikan?

"Aku punya banyak mata-mata BoBoiBoy Halilintar." kata bos preman tersebut. Seolah tahu apa yang sedang di pikirkan lawan bicaranya.
"Kau ingat anak berjaket biru dan anak berjaket hitam-emas?"

Halilintar masih terdiam, berusaha mencerna perkataan bos preman barusan. Berjaket biru dan berjaket hitam-emas? Apa itu kedua adiknya?

"Cih, ada ciri-ciri yang lebih jelas lagi?" tanya Halilintar dengan dinginnya.
"Tentu saja ada. Yang satu ber-iris mata biru sapphire dan yang satu ber-iria mata gold. Mereka mirip denganmu." jawab bos preman tersebut.

'Itu bukannya ciri-ciri Taufan dan Gempa? Cih, apa yang dia lakukan dengan mereka. Kuharap mereka baik-baik saja.', batin Halilintar.

"Apa yang kau lakukan dengan mereka?!" tanya Halilintar geram.
"Tentu saja menghajar mereka." kata bos preman dengan wajah tak berdosanya.
"Apa?!"

"Ini urusanmu denganku. Dan jangan kau berani melibatkan mereka!" kata Halilintar.
"Kau dan mereka sama saja bukan?" kata bos preman tersebut.
"Tentu saja tidak!"

"Mereka kedua adikmu bukan? BoBoiBoy Taufan dan BoBoiBoy Gempa kan?" tanya bos preman.
"Ingat, Halilintar aku punya banyak mata-mata. Tak segan aku membunuh mereka jika kau macam-macam." kata bos preman tersebut.
"Dan aku juga hampir membunuh Gempa."
"Hah?!"

Dengan geramnya, Halilintar menampar muka preman tersebut. Ia sudah siap dengan kuda-kudanya.

"Aku kakak mereka dan aku berjanji akan melindungi dan menjaga mereka selamanya dan sampai kapanpun!"

Bos preman tersebut mendekati Halilintar dan berusaha memukul perutnya, dengan pantas Halilintar menghindar.

Terjadilah, perkelahian antara Halilintar dan para preman. 1 lawan 7. Sangat tidak seimbang, tetapi, itu bukan Halilintar namanya jika langsung menyerah. Di pukul dan di tendangnya preman tersebut dengan ganas.

"Ini balasan karena berani melukai adikku!"

Halilintar semakin mengganas. Emosinya tak terkontrol. Ia menghajar preman tersebut sampai babak belur. Halilintar juga mendapat beberapa luka di badannya.

"Huh, ayo lari!" kata bos preman tersebut. Ia dan rekan-rekannya berlari menjauhi Halilintar. Sebelum, pergi ia sempat menatap tajam Halilintar.

"Awas saja nanti."

Halilintar menatap kepergian mereka dengan tatapan tidak puas hati. Ia langsung mengambil tasnya yang sempat ia lempar. Halilintar langsung berlari ke arah rumahnya. Takut terjadi apa-apa dengan kedua adiknya. Rasa khawatir yang telah lama hilang. Rasa sayang yang tiba-tiba saja muncul. Ia membuka pintu rumahnya.

For You Brother~Where stories live. Discover now