Chapter 3

1.9K 170 3
                                    

Taufan segera menuju dapur untuk memasak makan malam. Ia membuka kulkas, hanya ada sayur bayam,sosis,bakso, dan beberapa rempah-rempah. Taufan bingung ingin memasak apa, karena ini kali pertama Taufan memasak.

"Masak apa ya?" Taufan bingung sendiri sembari mengacak-acak isi kulkas. Mencari bahan-bahan yang tersisa.
"Bagaimana kalau nasi goreng? Aku pernah melihat Ibu dan Gempa memasaknya." gumam Taufan. Ia segera mencari bahan-bahan untuk membuat nasi goreng.

Ia memotong bahan-bahan dengan lincah, kemudian memasukkannya ke dalam wajan, lalu menambahkan nasi. Dengan cepat Taufan mengaduk nasi dan bumbu tersebut agar tercampur rata. Bau harum menyebar ke seluruh penjuru dapur. Taufan mengambil piring dan meletakkan nasi goreng buatannya. Ia membaginya ke 3 piring. Satu piring untuk Halilintar,satu untuk Gempa dan yang satu lagi untuk dirinya.

"Akhirnya selesai juga, sekarang bagaimana rasanya?" Taufan menyendok nasi goreng dari piringnya. Perlahan, ia membuka mulutnya dan memakannya.
"Lumayan, walau tak seenak buatan Gempa." kata Taufan sembari tersenyum tipis. Ia berharap kedua saudaranya mau memakan makanannya. Dulu, saat ibu mereka masih hidup, Halilah yang paling lahap jika ibunya memasak nasi goreng.

Taufan melihat jam sudah hampir maghrib. Ia melepas celemeknya kemudian mengambil handuknya untuk mandi. Setelah mandi, Taufan berniat membangunkan adiknya, Gempa. Ia membuka pelan-pelan pintu kamar Gempa. Ia melihat adiknya tengah tidur dengan wajah damai nan polos khasnya. Kamar Gempa tidak berantakan melainkan rapi. Berbeda jauh dengan kamarnya yang nyaris seperti sarang tikus.

Taufan duduk di sebelah ranjang adiknya. Ia menggerakkan sedikit bahu Gempa lalu berkata dengan lembutnya. "Gempa, ayo bangun sudah hampir maghrib."

Gempa membuka sebagian matanya. Lalu mengambil posisi duduk. Gempa bukanlah tipe orang yang susah di bangunkan. Perlahan, Gempa menganggukkan kepalanya.

"Aku tunggu di ruang makan." kata Taufan. Gempa mengangguk dan segera bangkit dari ranjangnya menuju kamar mandi. Handuk berwarna hitam-emas di ambilnya. Lalu ia masuk ke kamar mandi. Taufan menutup perlahan pintu kamar Gempa. Ia langsung turun ke ruang tamu. Ia duduk di sofa sembari menunggu kepulangan kakak sulungnya.

'Kak Hali masih belum pulang, apa ia berlatih lagi? Atau karena hal lain?', batin Taufan.

Hari menjelang malam, azan maghrib mulai berkumandang. Gempa dan Taufan sudah duduk rapi di ruang makan. Mereka masih belum makan. Menunggu kepulangan Halilintar. 20 menit berlalu, Taufan dan Gempa masih setia menunggu kepulangan sang kakak sulung.

'Kenapa Kak Hali belum pulang juga? Tidak biasanya ia terlambat.' , batin Gempa.

"Gempa," panggil Taufan. Gempa menoleh ke arah kakak keduanya.
"Bagaimana kalau kita sholat maghrib dulu? Sekalian menunggu kepulangan Kak Hali." kata Taufan. Gempa mengangguk setuju. Taufan menutup nasi goreng mereka dengan tudung saji. Ia dan Gempa ke atas untuk mengambil sarung dan peci. Ia bertugas sebagai imam, menggantikan Halilintar. Biasanya, Halilintarlah yang menjadi imam mereka. Setelah selesai, Gempa dan Taufan turun kembali ke meja makan. Mereka belum mendapati kepulangan Halilintar.

"Kak Hali kemana ya? Kenapa jam segini belum pulang?" tanya Gempa dengan polosnya.
"Entahlah, kakak juga tidak tahu." jawab Taufan.
"Kita tunggu sebentar lagi ya." kata Taufan. Ia berjalan ke arah teras rumahnya. Ia menyandarkan tubuhnya pada pintu depan rumahnya. Ia berharap sang kakak cepat pulang. Ia tidak ingin kejadian serupa yang di alami Gempa dan dirinya, di alami Halilintar. Cukup, dia dan Gempa saja yang berkorban.

Taufan melihat bintang, lalu tersenyum. Ia masih ingat. Dulu, saat ia,Gempa dan Halilintar bermain di bawah indahnya bintang.

FlashBack On:

For You Brother~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang