Satu

37 7 2
                                    

Aku selalu mengawali hari-hari ku dengan tugas rumah yang bibi bebankan kepadaku. Mau tak mau aku harus menyelesaikannya karena aku menumpang di rumah bibi. Ketika aku sudah menyiapkan sarapan untuk keluraga bibi, aku langsung pergi ke sekolah dengan berjalan kaki. Jarak dari rumah bibi ke sekolahku tidak terlalu jauh.

"yang menduduki posisi pertama dalam ulangan kimia minggu lalu adalah Keila. Selamat ya."

Aku selalu menduduki posisi pertama di kelas dan teman-temanku menganggapku sebagai siswa terbaik di kelas. Seharusnya aku senang ketika para guru memberikan selamat kepadaku dan teman-teman yang selalu memujiku karena posisi pertama ini, namun hal ini terasa hampa karena aku tak bisa menunjukan prestasi ini kepada orang yang benar-benar aku sayangi. Aku hanya memberitahu kepada Abdi, itupun kalau Abdi yang bertanya kepadaku.

"wah Keila, selamat ya. Kamu selalu menduduki posisi pertama dalam setiap ulangan. Aku kagum sama kamu."

"iya keila, selamat ya. Sering-sering ajarin aku matematika ya."

"selamat keila."

"keilaaaaa, congratulation."

Setiap hasil ulangan diumumkan semua temanku tidak bosan-bosannya memberikan ucapan selamat kepadaku. Aku memiliki banyak teman di sekolah. Mereka salah satu yang membuat diriku berarti lahir kedunia. Teman-teman ku juga sering memberikanku dorongan, pujian, semangat dan mereka percaya kalau aku bisa menggapai cita-cita ku sebagai seorang jurnalis.

Teman-teman ku juga tahu kalau aku selalu bekerja setelah pulang sekolah. Mereka sering berbelanja di swalayan tempat ku bekerja dan mereka juga sering mengantarku ke swalayan. Aku mulai bekerja dari pukul 5 sore hingga pukul 8 malam. Sebelum pulang ke rumah bibi, aku selalu menyempatkan diri untuk membeli makanan untuk mengisi perutku ini. Sesampainya di rumah aku langsung membuat makan malam untuk keluarga bibi. Pukul 9 malam sampai pukul 12 malam adalah waktu ku untuk belajar setiap harinya. Begitulah rutinitas kehidupanku yang sepi dan menyedihkan ini.

Namun hari ini Bibi terlihat berbeda, ia membawa banyak roti dan memberikan rotinya kepadaku. Bahkan, bibi sendiri yang mengantarnya ke kamarku. Tentu saja aku sangat senang. Aku tidak mencurigai sikap bibi, jadi aku langsung merasa memiliki orang yang sangat aku sayangi. Bibi terus mengantarkan rotinya kepadaku hampir 2 bulan lamanya.

"bibi, Keila kangen sama Ibu, besok kita ke makam ibu sama-sama ya bi. Kak Viola sama Abdi juga harus ikut."

"kalau kamu kangen, kamu kan bisa berdo'a saja dari rumah. Kan kamu juga tahu kalau bibi selalu pulang malam, tak ada waktu untuk ke makam Ibumu."

Malam itu aku memberanikan diri untuk sekadar ngobrol dengan bibi. Aku mengira bibi memang orang yang sibuk, jadi bibi tidak bisa mengunjungi makam ibu. Aku masih mengira bahwa bibi benar-benar sangat sayang kepadaku.

***

Pagi ini aku tidak perlu repot-repot untuk menyiapkan sarapan. Bibi menyiapkan sarapan yang sangat enak dan bibi memberikan ku potongan daging yang cukup besar. Ini pertama kalinya aku diperlakukan layaknya kak Viola dan Abdi.

Karena hari ini aku tidak menyiapkan sarapan, aku datang ke sekolah lebih awal. Teman-teman ku belum ada yang datang. Aku memutuskan untuk belajar materi baru yang akan dijelaskan Bu Ros nanti. Beberapa menit kemudian Defan datang dengan tasnya yang besar. Defan seorang atlet basket yang selalu membawa tasnya yang besar dengan berbagai perlengkapan basketnya. Ia digemari siswa perempuan di sma kami. Aku dan Defan tidak terlalu dekat dan ketika Defan masuk ke kelas pun aku bahkan tidak menegurnya sama sekali. Walaupun kami sudah saling bertatap, rasanya seperti bertemu orang asing.

Waktu hampir menunjukkan pukul 7, namun teman-temanku masih banyak yang belum datang.

"hai kei, tumben hari ini datang cepet ?" tanya Fera. Teman yang duduk sebangku denganku. Dia juga sering mengantar ku ke swalayan. Ia sangat mahir bermain badminton. Tapi, dia sering ketiduran di kelas. Katanya dia selalu latihan setiap hari karena akan ada perlombaan untuk mewakili daerah.Menurutku wajar aja kalau Fera sering tidur di kelas. Ya walaupun Fera sering dimarahin guru.

"ya dong, hari ini ada yang beda. Coba deh kamu tebak apa."

"hmm, kamu pasti naik bus kan, makanya cepet sampe."

"salah. Hari ini aku ga repot-repot buat sarapan. Makanya aku datang lebih awal."

"terus, maksud kamu yang buat sarapan pagi ini bibi kamu ? gak mungkin Kei, menurut aku ya, bibimu itu punya maksud lain. Dia kan sebenernya ga suka dengan kehadiran kamu di keluarganya. Tapi kalau bibi kamu memang tulus berbuat baik ya sykur deh."

"seriusan Fer? Kok aku ga pernah berfikiran yang aneh-aneh ya selama ini."

"kamu jangan mudah terpancing Kei. Kamu harus hati-hati, bisa jadi bibimu nyimpan sesuatu yang ga kamu tahu."

***

Selama perjalanan menuju swalayan aku memikirkan yang dikatakan Fera. Sepertinya aku terhasut dengan ucapan Fera. Aku menduga hal-hal aneh yang akan dilakukan bibi, namun aku tak boleh langsung berasumsi kalau bibi memiliki maksud lain dengan memperlakukanku dengan baik.

Entah kenapa malam ini swalayan sangat ramai. Aku pulang 1 jam lebih lama dari biasanya. Bu Ani sang pemilik swalayan memberikan upah tambahan dan juga sebungkus nasi.

Aku melihat sepatu yang biasa digunakan bibi untuk bekerja. Sepertinya Bibi pulang lebih awal malam ini. Aroma sangat lezat tercium dari pintu masuk. Aku sangat senang dan mengira Bibi menyiapkan makan malam untukku. Benar saja, di meja makan tersaji daging kesukaanku namun, aku tak melihat bibi di meja makan. Kak viola dan abdi pun tak ada kelihatan.

Aku langsung menuju kamar untuk mengganti pakain. Kamarku terbuka dan aku mendengar seperti ada orang di dalam. Bibi dan kak Viola sedang membuka laci mejaku dan sedang mencari-cari sesuatu.

"bibi, kenapa ada dikamarku ? bibi sedang cari apa dengan kak viola." tanyaku penasaran.

"tadi bibi membersihkan kamarmu dan tak sengaja menjatuhkan sesuatu, tenang saja barang kamu tak ada yang hilang."

"wah, makasih ya bi. Kak viola juga kenapa ada di kamarku ?"

"pena kakak habis, boleh pinjam penanya satu ya."

"keila, cepat ganti baju. Kita makan malam bersama hari ini."

***

Aku sangat kenyang. Aku makan cukup banyak hari ini. Malam ini aku tidak belajar karena aku ingin menghabiskan hari yang indah ini untuk tidur lebih cepat dan aku berharap hari yang baik ini bisa menjadi setiap hari. Aku melihat ke arah laci yang tadi dibuka bibi. Sepertinya bibi belum menyelesaikan membersihkan kamarku. Aku melanjutkan untuk membersihkan laciku. Seketika, aku teringat dengan ucapan bibi yang pertama kalinya ketika aku berada di rumah ini.

"Vi, dengan kehadiran Keila kita bisa hidup mewah nantinya."

Aku menduga sikap baik bibi ini untuk merayuku memberikan tabungan ibu. Aku mulai tidak percaya lagi dengan bibi. Untung saja aku meletakkan buku tabungan ibu di antara lipatan bajuku di lemari. Sepertinya bibi sedang mengincar buku tabungan ibu. Aku tidak ingin berfikiran aneh-aneh malam itu. Lantas aku memejamkan mataku dan langsung terlelap.

my dreams and my lifeWhere stories live. Discover now