Dua

11 4 0
                                    

"wah Keila, bibi benar-benar tidak menyangka kalau kamu selalu mendapatkan nilai yang tinggi dalam setiap ulangan." Puji bibi sambil menaruh daging di piring sarapanku.

"itu bukanlah hal yang patut dibanggakan bi, sudahlah." aku menjawab dengan nada yang sedikit kecewa. Senyuman tipis terukir di bibirku kearah bibi.

"kenapa bukan menjadi sesuatu yang membanggakan, tidak semua orang bisa mendapatkan nilai tinggi dalam setiap ulangan." timpal bibi

"mungkin ini hanya kebetulan saja Keila bisa mendapat nilai tinggi dalam setiap ulangan."

Bibi masih menyiapkan sarapan pagi ini. Hal-hal aneh masih berada dalam pikiranku. Nilai tinggi dalam setiap ulangan memang sesuatu yang membanggakan, namun bagiku itu hanya hal kecil dalam hidupku. Aku belum bisa menganggap bibi sebagai orang yang sangat aku sayangi dalam hidupku, setelah aku mencurigai bibi untuk mengambil tabungan ibuku.

***

Bibi memberikan daging yang cukup banyak di piring sarapanku tadi, tentu saja aku harus menghabiskan semuanya. Bibi juga banyak sekali bertanya dan menunjukkan rasa kagumnya kepadaku. Aku tidak menghiraukan pujian bibi, bahkan ketika bibi bertanya pun aku pura-pura tidak dengar. Karena hal itu, hari ini aku terpaksa naik bus ke sekolah karena jika aku tetap memaksakan diri berjalan kaki besar kemungkinan aku terlambat.

"kei, ulangan kimia besok kamu sudah pelajari materinya ?" tanya Nuri. Anak perempuan yang gampang marah dan selalu iri ketika hasil ulangan diumumkan.

"aku cuma perlu mengulangnya saja dirumah. Bu Devia juga sudah menjelaskan materi itu kemarin lusa."

"wah Kei, kamu sombong banget gak mau belajar. Kamu pikir kamu selalu dapat nilai tinggi di setiap ulangan ?" Nuri menunjukan kekesalannya karena ia tak pernah mendapatkan nilai tinggi dalam ulangan.

"kalau aku sombong aku gak perlu sekolah lagi."

"terserah deh Kei, bilang aja kamu gak mau belajar sama aku kan !?"

"emangnya kamu ada bilang kalau mau belajar sama aku? Gak kan ? udah deh waktu aku habis karena ngomong sama orang ynag keras kepala kayak kamu."

Lama-kelamaan rasa kesal mulai menjangkiti diriku. Untuk tidak memperpanjang percakapan anatara aku dengan Nuri aku langsung menuju ke kelas.

***

Aku sering menceritakan masalah ku ke Fera. Fera sering memberikan nasehatnya kepadaku dan tak jarang pula Fera terdiam mendengar ceritaku. Aku mengenal Fera cukup dekat dan Fera adalah orang yang dapat dipercaya.

"Fer, bibiku masih bersikap baik. Seolah-olah gak ada yang terjadi kemarin. Padahal, bibi periksa-periksa laciku, terus dia bilang kalau lagi bersihin kamarku. Itu agak sedikit aneh gak sih Fer ?"

"kalau bersihin kamar masih nyambung sih Kei, tapi gak mungkin juga bibimu bersihin laci di setiap sudut."

"awalnya aku nganggap ini hal biasa Fer, lama-lama aku merasa ada yang sedikit menjanggal. Ini juga pertama kalinya bibi bersihin kamarku sampe ke laci-lacinya."

"udah jelas Kei bibimu punya maksud yang lain. Bisa jadi bibimu butuh uang untuk biaya kuliah anak pertamanya dan anak keduanya kan sering ikut les musik, butuh biaya yang besar Kei. Saran aku tetep sembunyiin buku tabungan kamu. Kamu harus peduliin masa depan kamu."

"aku juga gak mau ngasih tabungan ibu ke bibi gitu aja. Aku harus jaga buku tabungan ibu untuk biaya kuliahku nanti."

Alasan bibi ngincar tabunganku pasti salah satu alasannya yang dikatakan Fera tadi. Kalau itu memang benar, bukannya gaji yang bibi peroleh setiap bulannya cukup besar. Aku juga tak pernah meminta uang dari bibi. Apapun itu alasannya, aku tak memerdulikan sikap baik bibi dan rencana yang telah bibi siapkan. Kalau aku menangkap basah bibi pun tak ada gunanya. Lihat saja apa yang akan bibi lakukan selanjutnya.

***

Waktu untuk istirahat hampir berakhir, Fera meneyempatkan dirinya untuk tidur sebentar menjelang guru selanjutnya masuk. Sementara aku menghabiskan bekal yang sengaja Fera bawakan untukku. Bekal yang Fera bawakan cukup lezat dan dengan cepat aku melahapnya. Kotak bekal Fera aku kemas dengan rapi dan aku letakkan di laci Fera.

Tiba-tiba Defan berjalan ke arah mejaku. Untuk pertama kalinya Defan mengajakku berbicara. Ia memintaku untuk mengajari materi yang Bu devia jelaskan kemarin lusa. Ia juga berjanji untuk memberikan bayaran kalau aku mau mengajarinya setiap ulangan akan dilaksanakan. Tanpa pikir panjang aku menerima tawaran yang diajukan Defan. Ini kesempatan yang harus aku ambil untuk menambah uang jajanku dan juga bisa ditabung untuk biaya kuliahku nanti.

"aku bayarnya perbulan aja gimana ?"

"perbulan? kayaknya ga bisa. Aku lebih suka dibayar langsung pas aku udah selesai ngejelasin materi. Kamu juga tahu kan, aku butuh uang secepatnya."

"bisa aja sih kalau itu. Yang penting kamu mau ngajarin aku setiap ada ulangan."

"oke, deal ya. Selesai aku jelasin materinya langsung kamu bayar ditempat. Ngomong-ngomong aku ngajarin kamu dimana? Terus jam berapa?."

"kalau tempatnya sih aku terserah aja. Waktunya kamu yang ngatur deh."

Aku begitu tergiur dengan tawaran Defan. Aku lupa kalau aku harus bekerja setelah pulang sekolah dan aku juga harus belajar persiapan ujian akhir dan ujian masuk universitas.

"Fan, gimana kalau di swalayannya bu Ani aja ? aku bisa kerja sambil ngajarin kamu."

"swalayan bu Ani yang disamping butik itu ? kamu gak bercanda kan ?"

"emangnya raut muka aku terlalu lucu dimatamu Fan ?"

"kamu pasti bercanda kan. Bu Ani itu kan tante aku. Masa aku les di swalayan tante aku Kei. Malu tau."

"Tapi Fan, justru karena tante kamu yang punya swalayan kamu harusnya bisa nego dong supaya aku bisa ngajarin kamu. Kamu pengen nilai kamu turun ? Fera juga sering belajar di swalayan sama aku kok."

"apa boleh buat, nahan malu tapi ngejatuhin nilai sendiri. Ya udah deh, nanti aku nego sama tante biar bisa belajar di swalayan."

"oh iya, minta izin juga supaya waktu untuk belajarnya di lamaain. Kan kita siswa tingkat akhir, jadi harus banyak belajar untuk persiapan ujian akhir. Minta izin juga supaya jam kerjaku di swalayan diperkecil Fan, ntar kalau aku kerja terus kapan belajarnya coba ? "

***

Sepertinya malam ini akan turun hujan. Aku menyegerakan langkahku menuju rumah bibi. Bibi belum sampai di rumah, sementara kak Viola sedang menonton televisi dan Abdi yang sedang belajar untuk ulangannya besok. Karena bibi belum pulang, aku langsung memasak untuk makan malam keluarga bibi. Aku langsung menuju kamar dan kembali belajar.

Aku belajar lebih lama malam ini. Diriku sudah memberikan kode menguap pertanda aku harus segera tidur. Namun, pintu kamarku seperti ada yang mengetuk. Ternyata bibi membawakan ku sepotong roti. Aku hanya mengatakan "terima kasih" "tidak usah repot-repot" dan "selamat malam"

Roti yang bibi bawa aku taruh di meja belajarku. Sikap baik bibi mengantarkan roti ke kamarku setiap malam sudah menjadi rutinitasku selama 2 bulan terkahir. Aku tidak ingin menambah lelah diriku hanya untuk memikirkan maksud baik dari sikap bibi. Malam sudah terlalu larut dan aku pun terlelap di ranjangku.

Terima kasih buat teman-teman yang telah membaca cerita ini. Kritik dan saran sangat saya butuhkan untuk cerita selanjutnya

Jangan lupa untuk komen dan dukung cerita ini yaaa

Terima kasih 😊

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 16, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

my dreams and my lifeWhere stories live. Discover now