Tamu tak Diundang : Finale

1 0 0
                                    

Jonathan pergi ke ruang guru dengan lesu, berharap ada yang bisa membantu memecahkan permasalahan ini. Terkadang dia berharap Rina masih hidup dan menenangkannya. Pikirannya sudah kacau terlebih dahulu sebelum sampai ke ruang guru. Sesampainya disana, Pak Indra bersama para guru sudah berkumpul.

Pak Indra menjelaskan kondisi tentang kondisi tiga minggu kedepan. Para guru berusaha menyembunyikan kekagetannya dan tampak tenang. Jonathan menambahkan beberapa informasi dan juga mendiskusikan tindakan selanjutnya. 

Jonathan dan Pak Indra menghimbau kepada para guru untuk tidak membocorkan berita ini  ke para murid sampai saatnya tiba. masih ada sisa beberapa hari sebelum hari senin depan. Seminggu sebelum serangan, perwakilan dari militer juga akan datang dan meminta kerja sama.

Pertemuan itu ditutup dan para guru mulai meninggalkan ruangannya. Beberapa masih ada yang tinggal dan berbincang tentang berita tersebut, sedangkan Jonathan pergi meninggalkan ruangan tersebut. Ketika Jonathan ditengah perjalanan kembali ke ruang OSIS, dia melihat Yunita yang berjalan ke arah perpus.

"Yunita!" sapa Jonathan dari jauh.

Dia hanya menoleh ke arah Jonathan sesaat, dan melanjutkan langkahnya lagi. Geram dengan perilaku itu, Jonathan berlari mendekati Yunita dan mencenkram pundaknya.

"Kemana saja kamu? Kenapa kamu tidak hadir di ruang OSIS tadi?" bentak Jonathan.

Yunita hanya membisu, dia berdiri kaku dan tidak membalas ataupun menoleh. Jonathan melepaskan genggamannya. Dia sadar perilakunya menakuti Yunita. 

"Yunita." ucap Jonathan lebih tenang. 

Yunita menghiraukan itu semua dan terus berjalan ke perpus.

"Setidaknya berikan suatu alasan." lanjut Jonathan yang belum puas.

Yunita berhenti dan menjawab tanpa menoleh ke belakang, "Dia pasti kembali. Ketika hal itu terjadi, saya sudah siap menyambutnya." 

Ucapan Yunita membuat Jonathan semakin bingung. Siapakah Dia yang dimaksud? Rina? Jelas sekali bahwa Rina mengorbankan nyawanya untuk menyadarkan Jonathan ketika amarahnya meledak. Tidak mungkin Rina bisa selamat dari pilar api yang jelas-jelas membakar hutan puluhan meter itu dan menjadi abu. Mereka yang berusaha menyadarkan Jonathan juga berjarak ratusan meter dari pilar api itu karena hawa panasnya yang dapat membakar kulit. 

Apakah Insectanon yang Yunita maksud? Memang benar bahwa mereka akan kembali dan menyerang bumi sekali lagi. Mungkin saja Yunita mencari sejarah tentang sejarah Insectanon yang menyerang bumi 50 tahun lalu. Sebagian besar waktunya selalu dihabiskan di perpus, berdasar ucapan dari teman-teman Jonathan.

Ketika Jonathan sadar dari mode berpikirnya, Yunita sudah berjarak cukup jauh dari tempat dia berdiri. Pasrah dengan jawaban yang masih abu-abu, Jonathan mengelus kepalanya sambil berjalan kembali ke ruang OSIS. Dia berusaha mencerna jawaban yang Yunita berikan.

Sesampainya di ruang OSIS, Jonathan melihat Iqbal yang duduk sendiri di salah satu kursi, menatap keluar jendela. Dia mengamati para murid yang berhamburan keluar sekolah. Iqbal berpikir jika saja serangan alien ini tidak pernah terjadi, sekolah ini akan tetap damai dan dia melanjutkan hidup normal bersama yang lain.

Sadar akan kehadiran Jonathan yang masuk ke ruang OSIS, Iqbal menghadap ke arah Jonathan dan bertanya, "Apakah ini takdir kita sebagai anak-anak pembawa berkah? Kalau saja alien itu tidak pernah menyerang bumi sebelumnya. Hidup kita tidak akan sekacau ini."

Jonathan tidak menjawab pertanyaan itu. Dia hanya berdiri dengan tatapan kosong. Ucapan Iqbal ada benarnya. Jika saja bumi pada saat itu tidak pernah diserang, tidak akan ada "proyek kehidupan sekolah". Tidak akan ada nyawa yang harus terenggut sia-sia. Manusia bumi akan hidup damai dengan permasalahannya sendiri. 

"Entahlah." jawab Jonathan yang sudah lelah berpikir. "Menurutmu bagaimana?"

Balasan Jonathan membuat Iqbal kembali memandang keluar jendela. Sekarang dia memandang angkasa dengan awan yang bergerak pelan. Jonathan tidak berharap Iqbal menjawab pertanyaan itu dan mengambil tasnya untuk kembali ke rumah. Di akhir langkahnya keluar dari ruang OSIS, terdengar suara Iqbal membalas pertanyaan itu.

"Kita akan seperti murid sekolah biasa. Belajar, senda-gurau, kencan, ekskul, dan lain sebagainya."

Jonathan terdiam sejenak setelah mendengar jawaban "normal" dari Iqbal. Setelah itu dia melanjutkan langkahnya. Iqbal yang masih di ruang OSIS masih belum terima dengan keadaan dunia yang sekarang. Dia kemudian berdiri dari kursinya dan berjalan mengambil tas di dekat salah satu meja dengan bonus memukul meja tersebut tanpa alasan. 

School Life ProjectWhere stories live. Discover now