The Rise of Earthling : pre

1 0 0
                                    

--Di sebuah tempat--

"Ehh, ini, gimana?"

"Apanya yang gimana?"

"Si MC udah mati kan? Biasanya ketika MC udah mati, maka cerita berakhir."

"Seharusnya...."

"Lalu kenapa kita masih disini? Bukannya tugas kita sudah selesai."

"Nah, itu dia! Aku juga tidak paham."

Terdengar suara langkah cepat menuju ruangan tersebut. Dia membuka pintu ruangan itu dengan semangat yang membara.

"KALIAN SEMUA DENGAR! BIARPUN MC SUDAH TEWAS, TAPI KISAH INI AKAN MASIH BERLANJUT!"

Setiap orang didalam ruangan itu terkejut sekaligus bingung, kemudian merespon dengan suara yang sama.

"EEEEEHHHHH!!!!!!"

"TIDAK ADA KOMPLAIN! SIAPA BILANG SEBUAH KISAH BERAKHIR KETIKA MC TERBUNUH? KISAH INI AKAN TERUS BERLANJUT! KALIAN DENGAR?"

Mereka hanya terdiam, saling memandang ragu, tidak yakin dengan apa yang mereka barusan dengar.

"AKU TANYA SEKALI LAGI, KALIAN DENGAR?" dengan bonus mengentakkan kakinya dan mengancam mereka.

"Iya." jawab mereka lemas.

Seorang wanita mengacungkan jari perlahan-lahan dan memberanikan diri untuk bertanya, "La-lalu apa yang kita harus lakukan?"

Lelaki yang bersemangat tadi langsung mengambil pose berpikir, mengelus-elus dagunya, menggosok tangannya ke kepala. Dia mulai berjalan dan menerobos orang didepannya, kemudian dia berputar dan melakukan hal yang serupa. Setelah itu dia berhenti sejenak, mengamati sekumpulan orang-orang dibelakangnya.

"Ada saran?" tanya lelaki itu santai.

Tampak anak muda berambut pendek berwana merah memberanikan diri memberi saran, "Bagaimana kalau kita melakukan PoV 1 lagi?"

Lelaki itu kembali merenung.

"Idemu bagus juga. Tetapi ada yang kurang, ada yang bisa menambahkan?"

Orang-orang itu mulai saling berbisik untuk mencari ide yang menarik dan disukai lelaki tersebut.

Wanita yang mengacungkan jari tadi berucap kembali, "Kita buat cerita berdasarkan kisah MC yang tersisa saja."

Teman wanita itu menambahkan, "Dan kita bisa mengembangkan cerita baru dari cerita itu, seperti romantis, misteri atau--"

"Perlu kuINGATkan, kita wajib menggunakan genre sci-fi dan tidak boleh melenceng dari situ!" potong lelaki itu.

"Te-tentu saja! Sci-fi adalah gen-genre utama ki-kisah ini!" balas wanita itu gagap.

Entah kenapa wanita itu mendapat tatapan sinis dari rekan disekitarnya.

Dia berusaha membela diri, "Ma-maksudku, kita bisa menambahkan genre lain kan? Untuk menarik pembaca."

Lelaki itu mengangguk angguk dan memahami maksud dari wanita itu.

"Bagus, idemu kuterima. Ada yang lain?"

Mereka kembali saling berbisik untuk menemukan ide. 

"Hmm, sepertinya kalian sudah kehabisan ide. Baiklah aku akan mengurus ide-ide brilian kalian dan kalian cepat cari Iqbal! Temui aku di ruangan jika sudah menemukan anak itu!"

Lelaki itu meninggalkan ruangan tersebut.

Salah seorang pria botak berseru, "Biar aku saja yang menemui Iqbal! Kebetulan aku bertemu dengannya sebelum kesini!" dan dia meninggalkan ruangan sekaligus berpesan, "Kalian pikirkan ide tambahan kepada atasan saja!"

--Beberapa saat kemudian--

Pria botak itu membawa Iqbal menuju ruangan lelaki tua berkacamata hitam itu. Didalam ruangan itu terdapat dua sofa yang saling berhadapan, sebuah meja ditengahnya, dan lelaki itu ditemani wanita yang mengacungkan jari.

Setelah pria botak itu membuka pintu dan menyampaikan keberhasilannya, "Pak! Ini si Iqbal sudah ketemu!" 

"Hoo, bagus, bagus! Silahkan duduk Iqbal." sambut Lelaki tua itu.

Iqbal mengikuti arahannya dan duduk disebelah wanita yang duduk berseberangan dengan lelaki itu, sedangkan pria botak itu berdiri di belakang sofa.

"Jadi, ada apa?" tanya Iqbal.

Lelaki itu merespon cepat, "Seperti yang kamu tahu, kisah kalian harus tetap berlanjut dan aku memutuskan untuk menggunakanmu sebagai fokus cerita, sekali lagi."

"Memang apalagi yang perlu diceritakan?"

Lelaki itu menatap Iqbal dengan mata bersinar, "Nanti juga kamu mengerti!"

School Life ProjectWhere stories live. Discover now