2. Cewek Planet

5.4K 370 6
                                    

"Remedial sudah tiga kali, dan hasilnya masih sama. Devan-Devan." Bu Endis selaku guru Biologi menggeleng pasrah.

"Saya juga bingung nih, coba kalo setiap remedial soalnya sama, pasti bener semua, Bu." Bu Endis menatap Devan horor.

"Kamu yang serius, Devan!" bentaknya. Matanya melotot seperti mau keluar.

"Devan gak mau serius dulu, masih SMA Bu. Masa nikah di usia muda."

Bu Endis semakin emosi dibuatnya. Mungkin jika di film kartun, akan ada kepulan asap dari kepala berhijabnya. "Devan, jika satu kali lagi kamu coba dan hasilnya tetap sama, Ibu akan telpon Bunda kamu."

"Eh, jangan Bu. Iya iya, saya serius. Tapi nanti Ibu jangan baper, ya?"

"DEVAN!" Devan menutup telinganya, kenapa ia jadi banyak mendapat teriakan mendengung dari setiap orang?

"Pulang sekolah temuin Ibu di kelas 11 Mipa E."

"Boleh Bu, mau dibawain apa?"

"Bawa otak kamu!"

"Siyap! Devan keluar dulu, Bu. Assalamualaikum." Devan mencium tangan Bu Endis sebelum beranjak pergi. Bu Endis memijat pelipisnya, pusing dengan satu anak terlalu aktif seperti Devan.

--Dear, Pluto.--

Pluto berada di tempat biasanya setiap jam istirahat. Di pinggir lapangan basket. Sudah pasti ia memilih tempat itu karena tidak akan ada yang mau duduk di pinggir yang panas itu. Dengan ditemani buku di pangkuannya, gadis dengan ikatan rambut tingginya itu terfokus ke satu benda. Buku.

Tiba-tiba keadaan lapangan riuh. Penuh dengan remaja perempuan yang memasuki lapangan diikuti pemain basket yang membawa bola ke tengah lapangan. Kening Pluto mengerut, ada pertandingan?

"Lupa," gumamnya. Memang sudah jadi trending akan ada pertandingan antara dua tim terhebat SMA Adikarya siang ini. Pluto membereskan buku dan minumannya lalu beranjak pergi dari lapangan yang riuh oleh teriakan remaja-remaja itu.

Sepanjang koridor banyak yang memperhatikannya. Entah itu cewek atau cowok. Bisa dibilang Pluto cewek yang mungil manis, tapi saat melihat wajah datarnya, semuanya engan mendekat. Tapi sosok Pluto tetaplah Pluto. Dia hidup di dunianya sendiri.

Saat tiba di lorong guru, sebuah pintu tiba-tiba terbuka membuat langkahnya berhenti mendadak. Orang yang membukanya pun ikut kaget.

"Eh, gak kena, 'kan?" tanyanya.

"Hm."

Pluto langsung melanjutkan langkahnya. Namun dia sedikit berpikir, rasanya tak asing dengan wajah dan suara orang itu. Tapi Pluto tak peduli, dia tetap berjalan menuju ruang perpustakaan untuk melanjutkan membaca. Jauh dari riuhnya teriakan dan pekikkan.

"Eh! Devan main hari ini!"

Pluto yang baru masuk perpustakaan langsung disuguhi dua orang yang baru akan keluar dengan semangat terpancar di kedua bola matanya.

"Devan?"

Pluto mengendikkan bahunya. Dia lupa itu siapa. Lebih baik ia melanjutkan niatnya tadi.

--Dear, Pluto.--

"Ayo, Devan!"

"Huuu, Devan Devan Devan, yeeee!"

"My bebep Devan! Semangat!"

Riuh pinggir lapangan semakin ramai setelah permainan mencapai detik-detik waktu berakhir. Kedua tim pemain sudah banjir keringat untuk mempertahankan image mereka masing-masing. Sama seperti Devan, sosok yang membuat setiap pertandingan sangat ramai karena siswi perempuan. Idola seluruh penjuru SMA Adikarya, karena ketampanannya tentunya dan skill bermain tentunya.

Hei, PLUTO! Where stories live. Discover now